Said Iqbal Terpilih Jadi ILO Governing Body, GSBI: Nitip kasus 1300 buruh PDK untuk dibantu diperjuangkan

Jakarta, KPonline – Dalam Sidang International Labour Conference (ILC) pada tanggal 12 Juni 2017 yang berlangsung di Jenewa, Swiss. Presiden FSPMI dan KSPI, Said Iqbal kembali terpilih menjadi salah satu pengurus pusat Organisasi Buruh Internasional (ILO) di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, (ILO Governing Body – United Nation) untuk ke dua kalinya yaitu periode 2017 – 2020 yang sebelumnya adalah periode 2015-2017.

Atas terpilihnya kembali Said Iqbal menjadi ILO Governing Body untuk periode 2017-2020, Dewan Pimpinan Pusat Gabungan Serikat Buruh Indonesia (DPP GSBI) melalui Ketua Umumnya, Rudi HB Daman menyampaikan ucapan selamat atas terpilihnya kembali Said Iqbal sebagai ILO Governing Body.

Sebagaimana dipublikasikan melalui infogsbi.org, Rudi menyampaikan, “Selamat buat Bung Said Iqbal yang telah terpilih kembali sebagai salah satu pengurus pusat ILO periode tahun 2017-2020, semoga dapat menjadi corong buruh Indonesia yang amanah di kancah internasional.”

Dengan terpilihnya kembali Said Iqbal sebagai Governing Body ILO, GSBI nitip untuk kasus 1300 buruh PDK yang sudah keluar rekomendasi Komite ahli ILO Nomor 3124 (Indonesia) untuk dibantu diperjuangkan dan juga bersama-sama menekan pemerintah Indonesia untuk secara sungguh-sungguh menjalankan rekomendasi tersebut, mengingat kasus ini sudah 5 tahun berjalan dan belum ada penyelesaian sementara Pemerintah Indonesia belum secara serius menjalankan apa yang di tetapkan dalam rekomendasi Komite ahli ILO Nomor 3124 (Indonesia) 589 point a, b, c dan d dengan alasan sulit mencari bukti-bukti.

Latar Balakang PHK 1300 Buruh Panarub

Dikutip dari website infogsbi.org, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Sepihak yang dialami oleh 1300 buruh PT. Panarub Dwi Karya (PDK), produsen sepatu Adidas dan Mizuno, karena buruh mendirikan serikat buruh Independen dan melakukan pemogokan pada Februari 2012, Langkah buruh ini didasarkan atas kondisi kerja yang buruk dan kebijakan pengguhan upah sektoral.

Diberlakukannya line system/one piece flow pengusaha dapat melakukan efisiansi jumlah tenaga kerjanya hingga 12-15%, sebaliknya buruh harus harus bertambah beban kerja, sebab jika sebelumnya buruh mengerjakan satu jenis pekerjaan harus mengerjakan dua sampai tiga jenis pekerjaan sekaligus dengan target produksi tetap tinggi dan tanpa peningkatan pendapatan dan buruh sulit meniggalkan pekerjaanya, meskipun hanya sekedar toilet, mengambil air minum atau menjalankan ibadah.

Ramsah lima tahun bekerja dan belum pernah mengambil hak cuti, ia mengajukan cuti untuk keperluan keluarga, tetapi surat pengajuan cutinya direobek oleh pimpinanya. Setelah masuk bekerja Ramsah dihukum berdiri satu jam disaksikan buruh-buruh yang sedang bekerja, padahal Ramsah sedang hamil besar.

Rohayati merasa bersalah dan menyesali karena tidak dapat merawat dan memeluk suaminya ketika meninggal dunia, karena ijin untuk meninggalkan pekerjaan tidak diberikan oleh Pimpinannya ketika mendapat kabar suaminya yang sedang dirawat di ruang ICU semakin kritis kondisinya.

Amsah tidak dapat merawat dan menyaksikan ketika buah hati-nya meningal dunia, lagi-lagi karena ijin tidak diberikan oleh pengusaha ketika mendapat kabar anaknya sedang sakit keras. Tentu saja tidak hanya Ramsah, Rohayati, Amsah yang mengalami, seluruh buruh mengalami hal yang sama karena bekejrja dalam sistem dan kondisi kerja sama.

Buruh juga dalam kondisi kerja dan perlindungan yang buruk, buruh perempuan yang hamil tetap harus bekerja di tempat yang berbahaya bagi kehamilanya. Nurjanah harus tetap bekerja shift malam dan menjahit dengan diminta menyembunyikan kartu tanda hamil karena tidak ada tenaga kerja yang menggantikanya, akibatnya Nurjanah mengalami keguguran kandunganya.

Caci maki, kata-kata kotor, apabil pimpinan marah dengan melamparkan upper atau bak kesana sini seolah menjadi perlakukan biasa dilakukan oleh pimpinan karena masalah target kerja. Tidak jarang buruh dipaksa mengikuti meeting diluar jam kerja tanpa dimasukan sebagai kerja lembur.

Selain pelanggaran diatas PT Panarub Dwikarya juga melakukan pelanggaran atas pasal 57 sampai 60 UU 13/2003. Dimana status kerja buruh berubah-ubah tanpa melihat aturan yang ada. Seperti yang dialami oleh Rodiah yang pada saat melamar kerja status kerjanya adalah kontrak selama 6 bulan, diperpanjang 6 bulan. Sebelum masa kontrak habis status berubah menjadi buruh outsourcing PT Rama selama satu tahun berubah lagi menjadi buruh kontrak setelah tiga tahun baru menjadi buruh tetap.

Membangun Kekuatan Untuk Berjuang dengan Mendirikan Serikat Buruh

Kebijakan penundaan kenaikan upah sektoral yang dilakukan oleh pengusaha PT. PDK dan mendapat persetujuan dari serikat buruh yang sudah habis masa kepeminpinanya, mendorong sebagian buruh berinisiatif untuk membentuk serikat buruh Independen.

Dengan mendirikan serikat buruh diharapkan dapat menjadi pemersatu buruh dan alat berjuang secara kolektif untuk perbaikan kondisi kerja dan perjuangan upah. Tepatnya pada 23 februari 2012, sebanyak 21 orang buruh mendeklarasikan serikat buruh garment tekstil dan sepatu (SBGTS PT. Panarub dwi Karya) dan berafiliasi dengan Gabungan Serikat Buruh Independen yang saat ini menjadi Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI).

Satu hari kemudian, 9 orang buruh yang mendeklarasikan Serikat buruh di PHK, PHK ini sangat kuat diduga merupakan pemberangusan serikat buruh. Sebelumnya Kokom Komalawati dipanggil oleh direktur dan hakim Adhoc MA (Mantan manager HRD Panarub) agar tidak mendirikan SBGTS-GSBI dengan tawaran jabatan dan Kokom diberitahukan bahwa perusahaan tidak menginginkan adanya SBGTS-GSBI di Panarub Dwi Karya. Dari 9 orang buruh yang di PHK salah satunya adalah Kokom Komalawati.

Sejak didirikan, pimpinan organiasi tidak pernah diberikan kesempatan dalam jam kerja untuk berkatifitas, pimpinan dan angota SBGTS-GSBI dirarang untuk mengunakan seragam organisai di perusahaan, banyak anggota SBGTS-GSBI diintimidasi dan diminta untuk mengundurkan diri dari keangotaan.

Menuntut Perbaikan Kondisi Kerja dan Melawan Union Busting Melalui Pemogokan.

Tidak diakuinya organisasi oleh pengusaha, dan di PHK nya 9 orang pimpinan serikat buruh, mendorong kepada buruh untuk mengorganisasikan rencana pemogokan. Sebelum pempgokan di gelar seriat buruh menyampaikan permintaan untuk berunding, dua kali perundingan di lakukan tidak menuai kesepakatan apapun, serikat buruh juga melayangkan surat permohonan dilakukanya pengasawan terhadap berbagai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha. Tetapi sampai dilakukan pemogokan tidak ada tanggapan dari bagian Pengawasan Disnaker Kota Tangerang baik surat balasan ataupun datang melakukan pemerikasaan.

Pada tangal 12 Juli s/d tanggal 18 sekitar 2000 buruh melakukan aksi mogok kerja, perundingan kembali di lakukan bersamaan dengan berlangsungya pemogokan, kembali tidak ada kesepakatan yang dapat di capai.

Pengusaha justeru mengorganisir aksi tandingan, memobilisasi preman untuk menjaga perusahaan dan mengintimidasi buruh yang melakukan pemogokan. Mengunakan aparat kepolisian untuk melakukan pembubaran pemogokan.

Untuk menghentikan pemogokan, pengusaha memanggil buruh untuk bekerja dengan syarat mereka yang mengundurkan diri dari keanggotaan SBGTS-GSBI, meminta adanya surat pernyataan dari keluarga (suami/orang tua) bahwa tidak akan melakukan pemgokan lagi, bagi buruh yang menjadi anggota SBGTS-GSBI untuk mengundurkan diri dari keanggotaanya. Dan puncaknya pengusaha melakukan PHK terhadap 1300 buruh yang melakukan pemogokan.

Bagi mereka yang mau bekrja kembali, diorentasi, di jemur, ada diantara mereka diludahi oleh pimpinan, dan mereka diminta untuk lari memutari lapangan sebelum bekerja kembali.

Bagi buruh yang di PHK sepihak, juga mendapatkan intimidasi agar bersedia menerima PHK dengan uang pisah sebesarRp. 250,000 s/d 2,500,000. Untuk memastikan buruh bersedia di PHK, pengusaha mengerahkan banyak tenaga pimpinan untuk mendatangi keluarga buruh, menggunakan debt collector atau rentenir untuk mengintimidasi para buruh yang memiliki hutang agar menerima PHK.

Pengusaha juga memberikan reward kepada siapa saja yang berhasil membawa buruh bersedia menerima PHK dengan memberikan uang sebesar Rp, 100.000 s/d 500,000. Tidak berhenti disitu karena masih banyaknya buruh yang bertahan untuk tetap menolak PHK, pengusaha PT. Panarub Dwi Karya mendatangi 4 perusahan tempat buruh PDK mendapatkan pekerjaan baru, agar perusahan tersebut melakukan PHK.

Akibat PHK yang Berkepanjangan

Saat ini dari 1300 buruh yang di PHK tersisa 345 orang, mereka tetap berjuang untuk mendapatkan Hak yang sampai saat ini tidak diberikan oleh pengusaha.

Selama PHK, Enam anak buruh putus sekolah, dua orang buruh harus menerima diusir paksa dari kontrakan karena tidak lagu sanggup membayarnya. Setidaknya terdapat 4 orang buruh perempuan diceraikan oleh suami akibat dari PHK ini. Sembilan orang buruh kehilangan pekerjaan ditempat yang baru akibat intimidasi managemen PT PDK. Satu orang buruh meninggal dunia dengan meninggalkan anaknya yang baru berusia dua bulan.

Lima Tahun Berjuang untuk Mendapatkan HAK.

Lima tahun sudah PHK 1300 buruh PDK tidak kunjung terselesaikan, kondisi ini menunjukan kegagalan pemerintah dalam memenuhi hak dasar buruh PT. Panarub Dwi Karya. Pemerintah gagal memastikan kondisi kerja di PT. PDK yang menjadi sumber masalah PHK. Dalam hal PHK terhadap 1300 buruh PDK, pemerintah kembali gagal untuk memastikan dipenuhinya hak para buruh. Sikap pemerintah kemudian dipandang sebagai keberpihakan terhadap pengusaha.

Sejak PHK 2012 lalu, buruh terus melakukan berbagai upaya, mulai hearing, dialog dan aksi demonstrasi dilakkan terus menerus hingga saat ini. hampir seluruh lembaga Negara sudah didatangi oleh buruh.

a. Disnaker Kota Tangerang. Sebelum buruh melakukan mogok, SBGTS-GSBI sudah melaporkan pelanggaran upah dan pemberangusan serikat melalui surat sebanyak dua kali ke bagian pengawasan Disnaker Kota Tangerang. Tetapi tidak ada tanggapan. Pihak managemen pada bulan Agustus meminta mediasi atas tetapi tidak datang pada saat mendapat panggilan dan mencabut permohonan mediasi, sehingga kasus ini tidak dibawa ke PHI. Dari tahun 2012 buruh sudah melakukan audience dengan Disnaker Kota Tangerang sebanyak sembilan kali dengan tidak menghasilkan apapun.

b. Kementrian Tenaga Kerja RI. Sembilan kali melakukan aksi dan audience, pihak kemenaker sudah mengeluarkan rekomendasi mengenai pembayaran upah bulan juli dan THR. Hasilnya satu kali mengeluarkan rekomendasi dan menginisiasi pertemuan dengan pengusaha setelah ILO mengeluarkan rekomendasi.

c. Ombusman. Empat kali mendatangi Ombusmen pusat dan satu kali ombudsmen propinsi. Melaporkan gubernur Banten yang menandatangi permohonan penangguhan upah yang tidak sesuai aturan. Melaporkan PHI Serang dengan laporan mal administrasi karena menahan putusan sampai satu tahun. Ombusmen Banten sudah mengeluarkan rekomendasi tetapi PHI Serang belum menjalankan.

d. Dewan Perwakilan Rakyat Komisi IX. Tiga kali melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum dan membuat Tim Kecil antara Kementrian Tenaga Kerja dengan DPR RI. Sampai saat ini tidak ada yang dilakukan oleh tim kecil. Hasilnya Anggota Dewan dari Golkar Poempida Hidayatulah dan Ketua komisi XI Dede Yusup menyatakan bahwa kasus PDK sudah selesai

e. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah TK II Komisi III. Empat kali melakukan RDPU dan tidak ada hasil apapun

f. Mahkamah Agung. Melaporkan keterlibatan hakim adhoc MA, dalam tindakan penghalang-halangan berserikat. Hasilnya tetapi tidak ada tanggapan.

g. Komisi Yudisial. Melaporkan hakim Adhoc MA. Hasilnya KY menyatkan tidak cukup bukti

h. Komnas HAM RI. Mengeluarkan tiga rekomendasi, pada Juni 2014 mengajukan untuk mediasi tetapi karena pihak pengusaha tidak menanggapi undangan Komnasham sehingga komnas mengajurkan agar kasus dibawa ke PHI. Bulan Maret 2017 mengirimkan surat ke kementrian Tenaga Kerja RI agar menjalankan rekomendasi ILO dengan sungguh-sungguh. Saat ini Komnasham sudah menutup kasus PDK dengan alasan tidak ada yang bisa dilakukan lagi.

i. Komnas Perempuan. Mengeluarkan rekomendasi sebanyak 2 kali

j. Kementerian Perempuan dan Anak. Mengeluarkan rekomendasi

k. Kementrian Luar Negeri. Sudah menemui pihak brand Mizuno dan menyatakan akan menyelesaikan kasus.

l. Pada Nopember 2012 melaporkan tindakan Union Busting ke kepolisian dan pada Maret 2016 dikelurkan SP3HP.

m. Tiga kali audience dengan pihak BPJS Pusat dan Cabang hasilnya pencairan BPJS tanpa menggunakan paklaring

n. Satu kali audience dengan Bank Mandiri Pusat hasilnya keringan pembayaran utang dalam bentuk bunga tidak berjalan, bagi 169 anggota SBGTS-GSBI yang memiliki utang dengan bank Mandiri.

o. Melaporkan kasus ke ILO Jenewa di Komisi Kebebasan Berserikat. Pada Nopember 2016 ILO mengeluarkan rekomendasi yang isinya: (1) Pihak Kementrian bertanggung jawab dan ada keterlibatan dari lamanya kasus sehingga Kemenaker bertanggung jawab untuk menyelesaikan kasus ini; (2) Memulihkan hak buruh yang ter PHK; dan (3) Keterlibatan paramiliter dalam meredam aksi buruh adalah merupakan pelanggaran atas hak demokrasi dan melakukan pelanggaran kebebasan berserikat.