Ratusan Buruh Kepung Kantor Kementrian Perindustrian RI Meminta Industri Baja Dalam Negeri Dilindungi

Jakarta, KPonline – Usai melakukan aksi di kantor kementrian perdagangan, kembali ratusan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) pada Senin, 5 Juni 2023 melanjutkan aksi unjuk rasa di kantor kementrian perindustrian Republik Indonesia yang beralamat di Jl. Gatot Subroto Kav.52-53, Kuningan, Jakarta Selatan.

Kepada koran perdjoeangan, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Sabilar Rosyad, S.H. mengatakan industri baja masih dihadapkan pada permasalahan utama yaitu impor baja yang masih tinggi.

“Masalahnya impor tersebut mengisi pangsa pasar yang diisi oleh produk baja dalam negeri, sehingga menurunkan tingkat utilisasi industri baja dalam negeri yang saat ini masih rendah yaitu rata-rata hanya 40 %,” ungkap Rosyad.

“Di samping itu, impor baja yang masuk ke pasar dalam negeri diindikasi banyak yang dilakukan dengan cara unfair trade seperti dumping dan circumvention (pengalihan pos tarif),” ujarnya.

Selain itu, Sabilar Rosyad menyampaikan praktik impor baja yang telah mengganggu kestabilan industri baja dalam negeri serta upaya yang sudah dilakukan untuk mengantisipasinya.

Kecenderungan impor yang masuk masih dilakukan secara unfair trade baik dengan harga dumping (predatory pricing) maupun adanya praktik pengalihan kode HS dari baja karbon ke baja paduan (circumvention).

“Pengajuan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atau Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) baik yang perpanjangan maupun yang baru, besar harapan kami pemerintah bisa memberlakukan kebijakan trade remedies seperti yang negara-negara lain sudah lakukan,” kata Rosyad.

Lebih lanjut Sabilar Rosyad mengatakan dari data yang ia peroleh Sepanjang periode 2017-2019 impor produk baja mengalami naik signifikan. Sementara pada periode Januari – November 2022 mencapai hampir 6000 ribu ton, naik 6,5% dibandingkan tahun sebelumnya. Jadi produk baja impor masih besar sekali.

“Bahkan terdapat produk baja impor yang tidak bersertifikat SNI, atau sertifikat lainnya sehingga kualitas baja tersebut tidak dapat dipertanggung jawabkan. Karena tidak ada sertifikat, maka harga jualnya murah, berbeda dengan produk baja dalam negeri yang memiliki sertifikat SNI maupun TKDN,” lanjutnya.

“Harga jual baja yang murah maka mengancam produsen baja nasional yang telah memenuhi ketentuan sertifikat dari pemerintah, hal ini
Akan berdampak negatif pada lapangan kerja di sektor baja, yang mengakibatkan pengangguran dan pengurangan pendapatan bagi para pekerja karena pabrik baja kalah saing dengan produk impor,” pungkas Rosyad.

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Logam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPL FSPMI) Supriyanto menambahkan terkait upaya pengamanan perdagangan lainnya yaitu technical barrier untuk membendung derasnya produk impor diantaranya penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk baja secara wajib dari hulu hingga hilir yang harus segera diterapkan oleh Kementerian terkait serta mendorong pemenuhan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dengan memperhatikan dari sisi material pada proyek-proyek pemerintah.

“Kondisi yang menyedihkan yaitu utilisasi produsen baja nasional saat ini rata rata baru mencapai 40% yang idealnya 80%, Angka ini dinilai Supriyanto merupakan angka yang tidak terlalu baik dibandingkan industri lain sebagai contohnya keramik. Dengan tingkat utilisasi yang hanya di angka 40% investor di industri baja tentu akan berfikir berkali kali,” tegas Supriyanto.

“Hal lainnya serangan impor juga dilakukan dengan berbagai macam cara oleh para trader, oleh karenanya Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) meminta pemerintah dan kementrian terkait secara konsisten menerapkan peraturan yang ada khususnya untuk mengendalikan impor dan menjaga investasi yang sudah ditanamkan di Indonesia,” tambah Supriyanto. (Yanto)