Siak, KPonline- Pada hari Selasa, pukul 09.00 WIB tanggal 10 Juni 2025, gerbang utama PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) diserbu oleh lautan massa yang tak lain adalah para pekerja perusahaan itu sendiri. Sekitar 800 orang turun langsung ke lapangan, menggugat ketidakadilan yang mereka alami. Mereka bukan demonstran bayaran. Mereka adalah para buruh yang selama ini menghidupi roda operasional perusahaan, namun kini justru diperlakukan tidak manusiawi oleh sistem yang dibangun perusahaan itu sendiri.
Aksi unjuk rasa ini dipicu oleh praktik medical check up (MCU) yang dinilai tidak masuk akal dan cenderung diskriminatif. Bagaimana mungkin seorang pekerja dinyatakan tidak layak kerja hanya karena memiliki gigi berlubang? Lebih parah lagi, banyak pekerja yang sebelumnya dinyatakan sehat di rumah sakit umum, malah tiba-tiba divonis “tidak sehat” oleh tim medis PT PHR. Apa dasar penilaian ini? Dimana letak objektivitas dan profesionalisme tenaga medis perusahaan?
Kejadian yang lebih menyayat hati adalah ketika pekerja dipaksa melakukan operasi atas rekomendasi tim medis perusahaan. Setelah operasi dan masa pemulihan selesai, mereka malah tidak diperbolehkan kembali bekerja. Hasilnya? Mereka jadi pengangguran selama lebih dari setahun tanpa ada kepastian. Apakah ini bentuk kepedulian perusahaan terhadap kesehatan karyawannya? Atau justru bentuk kezaliman yang dibungkus dengan topeng prosedur medis?
Para pekerja tidak menuntut lebih, mereka hanya ingin keadilan. Mereka ingin haknya sebagai buruh dihargai. Mereka ingin bekerja, bukan diperlakukan seperti angka statistik yang bisa dibuang kapan saja. Pihak manajemen PT PHR wajib menjawab pertanyaan ini: apa motif sebenarnya di balik kebijakan medis yang memberangus mata pencaharian para buruh? Jangan pura-pura tuli dan buta terhadap derita yang sedang mereka alami!
Tidak bisa tidak, publik pantas mencurigai adanya permainan kotor di balik kebijakan medis PT PHR. Apakah ini cara halus untuk menyingkirkan pekerja lama? Apakah ini cara licik untuk memuluskan jalan bagi outsourcing atau tenaga kerja baru dengan upah lebih murah? Jika benar, maka ini adalah penghinaan terhadap prinsip keadilan dan kemanusiaan dalam dunia kerja.
Sudah cukup penderitaan buruh dibungkam oleh dalih “prosedur perusahaan”. Sudah cukup mulut-mulut lelah ini ditekan oleh arogansi struktural yang menindas dari atas menara gading manajemen. Negara, publik, dan media harus ikut bersuara. Pekerja PT PHR bukan binatang percobaan. Mereka manusia, mereka tulang punggung industri, dan mereka berhak atas perlakuan yang adil dan bermartabat!
Jika PT Pertamina Hulu Rokan terus bermain-main dengan nyawa dan masa depan buruhnya, maka jangan salahkan jika gelombang perlawanan akan semakin membesar. Api kemarahan ini tak akan padam hanya dengan janji-janji manis. Buruh bersatu, tak bisa dikalahkan. Dan kebenaran tak akan pernah kalah oleh permainan busuk, sekeji apapun itu!