Porang Menjadi Fenomena Zaman

Bekasi, KPonline – PORANG adalah fenomena zaman, beratus-ratus tahun yang lalu porang ada di bumi pertiwi ini, di pinggir jurang, di bawah rumpun bambu, di bawah pohon duku, di bawah pepohonan yang rindang, di semak belukar, di hutan lebat, tanpa ada orang kita sudi menengok atau bisa memanfaatkannya.

Bahkan jadi gulma dan musuh bagi petani karena lebatnya daun porang yang mengalahkan tanaman sayur mayur, sehingga di cabut, di babat dan di buang ke jurang. Sejak tahun 1943, Jepang datang menjajah negeri ini. konon katanya bukan untuk mencari rempah-rempah seperti orang eropa, bukan pula mencari emas tetapi mencari porang atau badul atau konjak untuk memberi makan ratusan ribu pasukan yang sedang berperang di hampir seluruh daratan Asia. Korea, China dan lainnya.

Makanan utama mereka (orang Jepang) bukanlah beras atau gandum, tapi konjak atau porang, tetapi proses pengolahan porang jadi makanan sangat dirahasiakan oleh mereka.
mengapa? Karena kalau sampai kita orang Indonesia tahu cara mengolah porang menjadi makanan, jadi beras shiratake, jadi konyaku, jadi mie Porang, maka mereka khawatir nanti porang kita di konsumsi sendiri dan mereka tidak dapat lagi masukan porang untuk prajurit mereka di luar negeri.

Menurut cerita orang dulu kepada tim media Perdjoeangan pada Kamis, 14/1/2021, bahkan pada saat armada pengangkut porang mau lewat membawa porang yang di kumpulkan dari anak sekolah dan perangkat desa yang di wajibkan setor porang pada waktu itu, mereka membunyikan alarm agar rakyat pribumi berlindung atau bersembunyi di rumah atau di goa-goa. Apa tujuannya? tujuannya agar rakyat Indonesia tidak tau bahwa meraka sedang konvoi ratusan truk pengangkut porang ke pelabuhan. sehingga sampai saat ini nenek moyang kita tidak pernah mewarisi, kita anak cucunya cara pengolahan porang yang memang mereka tidak tahu.

Allah maha adil, Jepang dan China sebagai pengkonsumsi porang belakangan ini kesulitan stok karena faktor alam dan pertambahan penduduk yang makin banyak butuh porang sangat banyak pula, bahkan tahun 2014 yang lalu datanglah mereka ke Indonesia untuk cari porang. Karena memang sumber/pusat porsang dunia ada di Indonesia.

Pada dasarnya porang sudah di kirim ke sana sejak tahun 1962 oleh PT Ambico Pasuruhan dan PT Sanindo bandung tetapi kebutuhan di sana makin banyak. maka wakil pemerintah Jepang datang langsung untuk kerjasama atau MOU pembelian dan penanaman porang. Awalnya dengan Perhutani Madiun di daerah Saradan, mulai saat itu porang berkembang makin pesat dan luasan lahan porang khususnya di Jawa Timur (Madiun, Nganjuk, Ngawi, Bojonegoro) makin luas.

Di tambah lagi tahun ini Badan Pangan Dunia (FAO) menyatakan dunia dalam keadaan darurat pangan dan Indonesia juga merasa perlu memperkuat ketahanan pangan. sehingga salah satunya adalah Porang yang merupakan substitusi yang ternyata 5 kali lebih baik dari beras.

Kebutuhan dunia yang sangat besar yang konon baru terpenuhi 5/10% saja dan potensi ratusan juta penduduk Indonesia yang pada titik tertentu nanti akan berubah pola makannya dari padi akan berubah makan beras porang. Hari ini memang baru para artis, para pejabat dan orang orang kaya saja yang makan beras porang karena harganya masih sangat tinggi yaitu sekitar Rp. 160.000/kilo. Namun petani pengiat Pirang Nasional optimis 5 s/d 10 tahun lagi warga biasa sudah akan ikut makan beras porang yang memang sangat baik bagi kesehatan.

Maka mulai tahun 2019 kemarin sudah mulai pada gila porang, porang yang tadinya tanaman liar mulai jadi idola. Ratusan bahkan ribuan hektar lahan berubah jadi lahan porang. potensi pendapatan porang yang sampai ratusan juta perhektar permusim membuat para pengusaha yang selama ini tidak melirik dunia pertanian mulai berebut peluang bertani porang.

Porang sudah jadi primadona dan Insya Allah akan terus jadi primadona mengingat Porang adalah kebutuhan pokok dan kebutuhan industri. semoga hadirnya porang bisa membawa kemaslahatan bagi petani pedesaan. (Yanto)