PHK dan May Day

Jakarta, KPonline – Selasa lalu, kawan-kawan DMC TI dan Ohsung menghadiri rapat terkait penyelesaian kasus yang mereka hadapi. Rapat itu dihadiri pengurus PP dan DPP. Direktur Eksekutif LBH FSPMI juga ada ditengah-tengah mereka. Rapat yang penting, saya kira.

Kemarin, saya mendapat kabar, Tim Advokasi Nasional sudah dibentuk. Agung Hermawan, advokat yang berpengalaman di LBH Bandung dan kini memperkuat LBH FSPMI ditunjuk sebagai ketua tim. Saya tahu, tugas mereka akan sangat berat. Melakukan penanganan dan penyelesaian secara menyeluruh terhadap perselisihan yang berkaitan dengan status hubungan kerja, hak, dan kepentingan pekerja.

Ini bukan langkah pertama. Sebelumnya, sudah ada langkah-langkah yang dilakukan. Menggalang dana solidaritas, aksi di kedutaan besar Jepang dan Korea, termasuk melakukan pemogokan. Mereka tidak ditelantarkan.

Hanya, memang, prosesnya terkesan lambat. Sepanjang masih UU PPHI yang dipakai, sepanjang watak rezim masih memandang buruh bukan sebagai asset, permasalahan seperti ini akan terus terjadi. Di Karimun, dalam diskusi saya pagi ini dengan kawan-kawan disana, sebuah penyelesaian PHK dijalur litigasi memerlukan waktu yang tidak sebentar. Sudah begitu, belum tentu selesai. Sulit dalam eksekusi.

Itu satu hal. Untuk sekali hadir di pengadilan yang terletak di Pangkal Pinang, pulang-pergi dari Karimun tak cukup dengan 500 ribu. Satu orang. Padahal, dari memasukkan gugatan hingga putusan, tak kurang dari 12 kali kita musti hadir dalam persidangan.

Kesimpulannya, UU PPHI harus direvisi. Itu artinya, perjuangan kaum buruh tidak bisa dilakukan hanya di tingkat pabrik. Tidak cukup dengan aksi di daerah.

Dalam Rakernas yang lalu, KSPI mengambil tema, “Indonesia kita, bukan hanya Indonesia kamu.” Itu artinya, kita menuntut kepada negara untuk memastikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Bukan kesejahteraan untuk segelintir elit penguasa. Dalam redaksi yang lain, menuntut tanggungjawab negara.

Tuntutan semacam ini hanya bisa dilakukan secara nasional.

Dalam konteks itu, may day adalah momentum untuk menyuarakan perlawanan secara nasional. Menuntut negara. Aksi di Jakarta, dimana buruh dan rakyat akan memusatkan kekuatan, menjadi semacam keharusan. Apalagi, may day tahun ini, buruh dan rakyat akan mendeklarasikan Ormas sebagai alat politik untuk menegaskan sikap sebagai pembebas kaum yang tertindas. (*)