Permasalahan Ojek Online Merupakan Masalah Politik

Para driver ojek online dari berbagai aplikasi saat melakukan aksi unjuk rasa bersama-sama dengan FSPMI.

Jakarta, KPonline – Ketua Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat, Cecep Handoko meminta agar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang juga Koordinator Presidium Komite Aksi Transportasi Online (KATO) Said Iqbal agar tidak mempolitisir ojek online. Cecep menuding Said Iqbal sedang bermanuver dan ingin meraup suara dari Ojol untuk nanti kepentingan bosnya di pilpres 2019.

“Kita tau Said selama ini dengan KSPI nya mendeklarasikan untuk mendukung Prabowo,” ujar Cecep seperti diberitakan Harianterbit.com (1/7/2018).

Dalam hal ini, Cecep salah dalam menilai Said Iqbal. Kritik yang disampaikan Said Iqbal terhadap Presiden bukan hal baru. Semasa SBY menjabat sebagai Presiden, kritik keras juga dilakukan oleh Said Iqbal. Termasuk kepada Presiden Joko Widodo. Hal ini sesungguhnya justru membuktikan konsistensi Said Iqbal dalam memperjuangan hak dan kepentingan kaum buruh.

Jika sudah berbicara mengenai hak dan kepentingan kaum buruh, Said Iqbal tidak pernah gentar. Ia tanpa tedeng aling-aling melakukan kritik keras dan tajam.

“Agar mereka, para pejabat dan pengusaha, mendengarkan suara kita. Jangan dianggap kaum buruh hanya tunduk dan mengangguk atas kebijakan yang merugikannya,” begitu Said Iqbal pernah memberikan alasan terkait dengan sikap tegasnya.

Ketika kemudian Said Iqbal menyuarakan permasalahan ojek online, itu karena sebagian dari pengemudi ojek online adalah anggota Serikat Pekerja Dirgantara dan Transportasi – Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPDT FSPMI) yang merupakan afiliasi dari KSPI. Dia juga dipercaya sebagai Koordinator Presidium KATO. Kritik keras Said Iqbal terhadap pemerintah, khususnya kepada Presiden Joko Widodo, justru menunjukkan dimana ia berpihak; yakni kepada para pengemudi ojek online.

Ketika kemudian Cecep menuding Said Iqbal mempolitisir ojek online, pada saat yang sama Ceceo justru mengarahkan telunjuknya ke dirinya sendiri. Mengapa Cecep seolah-olah mengharamkan kritik untuk presiden? Sebagai pemimpin tertinggi dalam negara dan pemerintahan, presiden bertanggungjawab atas permasalahan ojek online. Ia memiliki kewenangan yang cukup besar untuk menyelesaikan kemelut tersebut.

Sebagai contoh, Presiden dengan cepat membuat Peraturan Presiden (Perpres) terkait dengan Tenaga Kerja Asing (TKA). Ini adalah keputusan politik. Padahal kaum buruh tidak meminta diterbitkan Perpres TKA.

Tetapi mengapa giliran ojek online, sikap Presiden tidak secepat itu? Misalnya, dengan menerbitkan Perpres untuk memgakomodir roda dua sebagai angkutan umum, sehingga ojek online mendapatkan perlindungan hukum?

Jika kemudian Said Iqbal bermaksud mengajukan gugatan warga negara terkait dengan ojek online, ini bukan karena Iqbal sedang mendukung Prabowo Subianto. Tetapi sebagai upaya yang dilakukan KATO dan KSPI untuk menggunakan segala peluang agar para pengemudi ojek online mendapatkan hak konstitusi.

Terlebih lagi, dalam gugatan tersebut, KATO dan KSPI meminta majelis hakim menyatakan Presiden, Wakil Presiden, 3 menteri, dan Ketua DPR RI bersalah dan segera membuat Perpres atau Perppu terkait pengakuan roda dua sebagai angkutan umum.

Apakah tidak lebih baik melakukan revisi terhadap UU LLAJ? Tentu saja tidak. Revisi undang-undang memakan waktu lama, dan belum tentu bisa selesai dalam masa pemerintahan Presiden Jokowi.

Dengan kata lain, ini masalah keberpihakan. Mau apa tidak Preaiden Joko Widodo mengambil keputusan untuk mengakhiri polemik ojek online.