Perjuangkan Hak Kesehatan Warga Miskin, Pejuang Sosial Jawa Timur ini Diduga Dikriminalisasi

Jakarta, KPonline – Upaya tindakan kriminalisasi terjadi di Jawa Timur. Hal itu terjadi pada pejuang sosial yang sedang memperjuangkan hak jaminan kesehatan untuk orang miskin dan tidak mampu yang tengah digelorakan.

Pasalnya pada bulan januari 2022 pemerintah Provinsi Jawa Timur tercatat sudah menonaktifkan kepesertaan BPJS Kesehatan khususnya peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Sebanyak 622.986 jiwa peserta PBI Non Aktif itu notabene adalah orang miskin dan tidak mampu yang ada di Jawa Timur.

Dalam keterangannya Nurudin Hidayat selaku koordinator tim relawan Jamkeswatch Jawa Timur mengungkapkan, akibat adanya penonaktifan peserta Penerima Bantuan Iuran(PBI) setengah juta lebih warga miskin, dan tidak mampu di Jawa Timur tidak bisa mengakses layanan kesehatan sebagai mana itu adalah bagian hak mereka untuk mendapatkan hidup sehat.

“Kasus yang ditemukan tim Jamkeswatch di Jatim ada warga yang mau melakukan operasi bulan Desember 2021 dengan penjaminan BPJS Kesehatan, namun pada saat kontrol dibulan Januari 2022 kepesertaan BPJS Kesehatannya sudah nonaktif,” kata Nurudin penuh tanya.

Menurut dia, dengan adanya penonatifkan peserta PBI sangat berpengaruh pada persoalan nyawa orang miskin, dan tidak mampu ketika akan melakukan pengobatan di Rumah Sakit.

“Bagaimana tidak, ketika orang miskin dan tidak mampu masuk rumah sakit, BPJS Kesehatannya di Non aktifkan. Apa lagi kalau orang tersebut mau melahirkan yang tidak bisa ditunda-tunda,” kilahnya dengan geram.

Pada tanggal 19 Januari 2022 FSPMI Jatim melakukan aksi demonstrasi untuk memperjuangkan pengaktifan kembali kepesertaan BPJS kesehatan khususnya segmentasi PBI yang diperuntukan buat masyarakat miskin, dan tidak mampu di Jawa Timur.

Namun tiba-tiba pada Jumat 1 April 2022, Koordinator Aksi Suyatno yang juga Koordinator Wilayah (Korwil) Garda Metal FSPMI Jawa Timur sekaligus sebagai Wakil Ketua DPW FSPMI Jawa Timur dipanggil oleh Polrestabes Surabaya.

Padahal menurut saksi mata, massa aksi saat itu sangat emosional sehingga mengakibatkan kawat berduri terinjak-injak begitu saja. Emosi massa tersulut karena nasib 622.986 jiwa warga miskin, dan tidak mampu ditelantarkan begitu saja. Hak jaminan kesehatannya dilanggar tanpa konfirmasi dan solusi.

Saat dikompirmasi Media Perdjoeangan Ipang Sugiasmoro Direktur Hukum dan Advokasi anggaran Jamkeswatch Nasional menuturkan, itu sudah resiko dalam perjuangan, jangan berkecil hati, dan patah semangat. Justru dengan pemanggilan itu, masyarakat akan tahu apa kemauan pemerintah.

“Kalau tujuan pemanggilan hanya untuk memperlemah gerakan, itu keliru besar sebab akan mengobarkan semangat perjuangan yang makin meluas kemana-mana. Masyarakat akan tahu apa maunya Pemprov Jatim. Pemprov Jatim secara nyata melepas tanggung jawab yang terkesan tidak berempati dan membiarkan nasib ratusan ribu warga miskin tersebut,” ungkap Ipang.

Masih kata Ipang, tindakan Pemprov Jatim ini bukan hanya melanggar konstitusi tetapi juga merendahkan hak kemanusiaan. Segala upaya akan dilakukan organisasi untuk meminimalisir terjadinya masalah yang lebih besar.

“Jika menginjak pagar berduri saja dipermasalahkan, padahal masih bisa dibetulkan. Bagaimana dengan yang menginjak kemanusiaan, dan melanggar konstitusi? Apa perlu mereka dipenjarakan juga?. Kita akan terus kawal permasalahan ini hingga tuntas,” Tegasnya.

Pada panggilan kedua yang ditujukan kepada Suyatno tanggal 4 April 2022, Tim Advokasi Buruh Peduli Anak Negeri(TABUR PARI) menyampaikan Surat Permohonan Penundaan Pemeriksaan, dan klarifikasi. Mengingat Suyatno tidak mengetahui dugaan tindak pidana yang dimaksud karena dalam surat panggilan Polisi tidak menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas sebagaimana ketentuan Pasal 112 ayat (1) KUHAP.

Hingga berita ini diturunkan, permasalahan masih berlanjut dan belum ada titik terang. Seluruh jajaran organisasi FSPMI dikabarkan bersiap diri dengan segala kemungkinan.

Di lain sisi, ratusan ribu warga miskin juga telah dipastikan terputus hak kesehatannya per 1 April 2022 dan belum ada solusi kongkrit. Seperti inikah balasan bagi pejuang sosial yang membela hak masyarakat kecil? (Jhole)