Perda Perlindungan Pekerja Abal-abal

Surabaya, KPonline – Segala macam daya dan upaya sudah dilakukan oleh buruh Jawa Timur agar Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Pekerja/Buruh bisa terwujud. Mulai dari rapat pembahasan draft Raperda, mengadakan seminar untuk menyatukan visi dengan mengundang para  pemangku kewenangan, aksi demonstrasi, lobby, dan ikut serta dalam acara publik hearing yang diadakan oleh Komisi E DPRD I sudah dilakukan. Tetapi Raperda yang dibahas malah jauh dari yang diharapkan.

Buruh sadar, apabila tidak ada Perda yang mengatur tentang sesuatu hal yang belum diatur secara tegas dalam perundang-undangan, buruh akan selalu dijadikan tumbal atas kerakusan pengusaha hitam. Dalam konteks itu, Perda memiliki peran yang penting. Ia menjadi payung hukum.

Namun ada hal yang menggelitik. Ternyata Komisi E DPRD I Jawa Timur baru mulai melakukan pembahasan di bulan Juli. Sedangkan mereka berjanji akan menggesahkannya tepat pada tanggal 17 Agustus 2016. Itu artinya, hanya sekitar satu setengah bulan saja pembahasan akan dilakukan. Jelas ini hanya akal-akalan.

Dari pengawalan yang dilakukan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), ternyata banyak sekali pasal yang menjadi usulan kaum buruh yang tidak diakomodir. Bahkan usulan yang disampaikan dalam publik hearing juga tidak dihiraukan. Padahal usulan tersebut merupakan hal yang dianggap penting oleh kaum buruh. Misalnya, terkait bagaimana agar para pekerja kontrak (PKWT) bisa diangkat menjadi karyawan tetap (PKWTT), hukuman pidana pada pengusaha yang melanggar, tunjangan hari raya, dan pekerja magang.

Pakar hukum dari Unair Hadi Subhan mengatakan bahwa Raperda ini belum mewujudkan apa yang menjadi harapan buruh. Menurut Hadi, pasal-pasalnya tak ubahnya seperti rangkuman Undang-undang yang telah ada.

“Sebenarnya, untuk merangkumnya tidak perlu dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat. Cukup anak yang baru masuk SMU,” kritiknya.

Belum lagi pembahasan draft Raperda ini dilakukan di Jakarta. Sehingga buruh kesulitan untuk mengetahui bagaimana perkembangannya. Ada kesan, Raperda ini akan disahkan dengan sembunyi-sembunyi.

Publik hearing yang menghadirkan Pengusaha, Disnaker, dan Serikat Pekerja juga hanya seperti basa-basi saja. Hanya agar terkesan sudah menjalankan protapnya. Akhirnya sama sekali tidak mampu mengakomodir usulan buruh yang notabenenya sebagai “user” dari Perda ini.

Pertanyaannya kemudian. Apabila usulan buruh tidak didengar, lalu perda ini untuk melindungi siapa? Apakah ini Perda Perlindungan Pengusaha yang berkedok Perda Perlindungan Pekerja/Buruh?

Sejak beberapa hari lalu terdengar kabar, draft akhir Raperda akan dilakukan harmonisasi di Kemendagri. Satu ujian lagi dimana masih dimungkinkan akan ada pembantaian pasal-pasal yang dianggap tidak sejalan dengan program negara yang mengedepankan produktivitas dan investasi. Berpihak pada modal.

Semoga di sisa tiga belas hari ini, baik Pemerintah maupun wakil rakyat dapat berfikir jernih dan bisa merumuskan Perda ini agar benar benar menjadi “Perda Perlindungan Tenaga Kerja” bukan menjadi “Perda Perlindungan Pengusaha”. Sesuai dengan harapan buruh dan jika nanti sudah disahkan, tidak menjadi “macan ompong” saat menghadapi pengusaha nakal.

Intinya, buruh meminta Perda Perlindungan Tenaga Kerja. Bukan Perda Perlindungan Pengusaha. (*)