Penundaan Klaster Ketenagakerjaan Jadi Kesempatan bagi Buruh untuk Fokus Pada Klaster Lain

Jakarta, KPonline – Sudah selesai pro kontra antara menunda dan membatalkan pembahasan klaster ketenagakerjaan? Kalau belum, silakan dilanjutkan.

Tetapi ada baiknya, kita mulai merumsukan langkah ke depan.

Tentu saja, penundaan klaster ketenagakerjaan tidak menghentikan perjuangan. Justru hal ini memberi ruang dan nafas lebih panjang bagi kita untuk mengatur kembali barisan dan memberikan masukan.

Ini sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Jokowi. “Penundaan ini memberi kesempatan pada kita untuk mendalami substansi dari pasal-pasal terkait dan menerima masukan-masukan dari pemangku kepentingan.”

Untuk itu, kita memberi apresiasi kepada pemerintah dan DPR yang bersedia menunda. Bagaimanapun, penundaan ini adalah usulan yang disampaikan MPBI saat bertemu dengan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu.

Penundaan ini setidaknya menurunkan tensi. Untuk sementara, buruh tidak perlu melakukan aksi di tengah pandemi — yang bahkan sesama buruh pun tidak semua setuju dengan pilihan ini.

Namun demikian, di balik penundaan itu, ada narasi lain yang harus dibaca. Bahwa penundaan ini menandakan, mereka sudah goyah dengan keyakinannya sendiri.

Bahwa omnibus law yang inginnya segera disahkan, untuk sementara bisa diganjal oleh kaum buruh. Sudah tahu kan, jika beleid ini ditargetkan akan selesai dalam 100 hari?

Selama pandemi belum berakhir, selama itu juga klaster ketenagakerjaan tidak akan dibahas. Dan selama klaster ini belum dibahas, keseluruhan dari omnibus law tidak bisa disahkan.

Ingat RUU KUHP yang belum juga disahkan, meski hanya menyisakan beberapa pasal? Ini kuncinya. Dengan kata lain, pengesahan RUU Cipta Kerja pada akhirnya akan menunggu sikap dari kaum buruh.

Dengan ditundanya klaster yang terkait langsung dengan buruh, bahkan ada kemungkinan dikeluarkan dan dibahas lagi dari nol, kita bisa lebih fokus untuk ikut menyuarakan klaster-klaster yang lain.

Dengan kata lain, kaum buruh bisa lebih maksimal untuk menyuarakan persoalan mengenai perizinan, pertanahan, kawasan ekonomi khusus, dan yang lainnya yang terdapat dalam klaster-klaster yang lain. Tanpa harus dibayang-bayangi oleh klaster ketenagakerjaan yang cukup meresahkan.

Jika kesempatan (baca penundaan ini) tidak kita manfaatkan untuk mengkonsolidasikan ulang konsep dan strategi gerakan, alangkah ruginya.