Pemilihan Jajaran BPJS, Pertaruhan Jaminan Sosial dan Reputasi Jokowi

Mojokerto, KPonline – Dengan luasnya manfaat, besarnya cakupan serta agungnya filosofi dan tujuannya. Tidak salah kiranya, jika Sistem Jaminan Sosial adalah sebuah lompatan dan anugerah terbesar bangsa Indonesia dalam kurun waktu 20 tahun terakhir.

Namun pada tahun 2021 ini, Sistem Jaminan Nasional sedang memasuki fase krusial. Adanya resesi ekonomi, pandemi global serta banyaknya vulnerability (celah/cacat) pada sistem akibat bongkar pasang infrastruktur, semakin terasa dampaknya. Belum lagi korupsi/Fraud yang terindikasi terjadi pada badan penyelenggara, tentu semakin memberatkan langkah jaminan sosial.

Bacaan Lainnya

Dipandang dari berbagai aspek, tidak salah kiranya di tahun ini, eksistensi dan kesinambungan program jaminan sosial sebagai jaring pengaman sosial akan mencapai titik kulminasinya.

Di sisi lain, internal BPJS sedang diadakan pemilihan jajaran direksi dan dewas BPJS. Pada 15 Desember 2020 lalu, Tim Pansel sudah merekomendasikan kandidat yang berisi 14 nama calon direksi BPJamsostek dan 16 Nama calon direksi BPJS Kesehatan, serta nama calon dewan pengawas kedua BPJS.

Pemilihan itu memerlukan ketelitian dan kehati-hatian, tidak hanya kapabilitas atau integritasnya, namun juga komitmen dan visi misi para kandidat. Sebab dengan kondisi ekosistem saat ini, direksi dan dewas BPJS terpilih nantinya memanggul beban berat permasalahan jaminan sosial.

Pandangan Relawan dan Aktifis

Bila diperhatikan komposisi para calon direksi BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek) dan BPJS kesehatan cukup menarik dan banyak kejutan, karena mayoritas direksi petahana gugur saat menuju belasan besar bursa calon direksi BPJS.

Program BPJS sangat dinantikan masyarakat, tentu publik berharap BPJS lebih baik. Sebagaimana disampaikan oleh Soni Mardiyanto, aktifis perburuhan dan BPJS Watch dihubungi media via telepon.

“Pengelolaan suatu institusi akan lebih baik bila dikelola oleh orang orang yang memahami seluk beluk manajerial dari dalam, supaya sistem semakin baik. Semoga Presiden tidak salah pilih, sehingga tidak ada lagi direksi yang berurusan dengan pengadilan.” Ungkap Soni.

Di lain pihak, Ketua Umum Relawan Projo Karya Budianto Tarigan di Jakarta menilai bahwa Sekretariat Negara melampaui kewenangannya karena ikut menyeleksi calon direksi BPJS Ketenagakerjaan dan mengumumkan hasil seleksi akhir tanpa didampingi ketua Pansel BPJS Ketenagakerjaan.

“Setneg melakukan offside karena melampaui tugas dan kewenangan Pansel,” kata mantan Wakil Ketua Umum Projo periode 2014-2019 itu.

Ia pun juga mempertanyakan 16 nama calon yang dikirimkan Pansel ke Presiden. Pansel seharusnya tidak boleh mengirimkan nama calon direksi yang melebihi ketentuan Perpres Nomor 81 tahun 2015 yaitu sebanyak 14 nama calon.

Tanggapan pemilihan Direksi dan Dewas BPJS juga disoroti oleh KSPI. Melalui Kahar S Cahyono, Vice Presiden bidang Infokom dan Deputi bidang media Jamkeswatch menyatakan.

“FSPMI KSPI sangat concern memperhatikan pemilihan jajaran BPJS ini. Selain kompleks dan menggunungnya permasalahan jaminan sosial, kami juga berkepentingan mengawal hak pekerja maupun hak warga negara menuju tujuan jaminan sosial yang layak dan berkeadilan.” Ucapnya.

Kahar juga meminta semua pihak memperhatikan betul pemilihan jajaran ini. Selain dana BPJS adalah dana amanah juga mulai bermunculannya permasalahan dalam tata kelola yang dapat merugikan seluruh peserta. Terutama di BPJS Ketenagakerjaan yang murni menggunakan dana iuran dari para pekerja.

Dalam beberapa waktu lalu, Presiden FSPMI KSPI Said Iqbal bahkan mengutuk keras terjadinya dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan dan meminta Kejaksaan Agung menindak tegas para oknum pelakunya. Iqbal juga meminta Kejagung transparan dalam penyelidikannya.

Publik berharap semoga saat pengumuman akhir tanggal 19 Februari 2021 nanti Presiden Joko Widodo tidak salah memilih jajaran Direksi dan Dewas BPJS periode 2021-2026, sehingga kedepannya bangsa ini semakin sejahtera seiring membaiknya sistem jaminan sosial kita.

Pos terkait