Peluang Upah Minimum 2026 Naik 8,5 hingga 10,5 Persen

Peluang Upah Minimum 2026 Naik 8,5 hingga 10,5 Persen

Purwakarta, KPonline – Pada tahun 2026 mendatang, perhatian para pekerja dan pengusaha akan tertuju pada besaran kenaikan upah minimum yang bakal ditetapkan. Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) yang berafiliasi dengan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama serikat-pekerja lainnya menegaskan bahwa kenaikan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) harus berada di kisaran 8,5 % hingga 10,5 % dibanding tahun sebelumnya.

Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan masih menggodok formula dan memperhitungkan berbagai variabel ekonomi sebelum pengumuman resmi akhir tahun nanti.

Berikut uraian mendalam mengapa angka tersebut muncul sebagai celah peluang dan mengapa realisasinya tidak tanpa hambatan.

1.LatarBelakang: Kenapa 8,5 % – 10,5 %?

Usulan kenaikan sebesar 8,5 % hingga 10,5 % muncul dari rumusan serikat pekerja yang mengacu pada beberapa variabel kunci: inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu yang menjadi acuan.
Misalnya:

Inflasi akumulasi Oktober 2024–September 2025 diperkirakan mencapai sekitar 3,23 %.

Pertumbuhan ekonomi dalam periode sama diperkirakan di kisaran 5,1 %–5,2 %.

Indeks tertentu (sebagai faktor tambahan) diusulkan berkisar antara 1,0 hingga 1,4.

Dengan demikian, perhitungan kasar menghasilkan: 3,23 % + 5,1 % + ~1,0 = sekitar 9,3 % yang kemudian dibulatkan sebagai usulan antara 8,5 % hingga 10,5 %.

Bagi serikat pekerja, angka ini bukan sekadar tuntutan melainkan upaya “membetulkan arah” agar upah pekerja kembali mendekati realitas kebutuhan hidup layak (KHL) yang dinilai telah jauh tertinggal.

2. Proses Penetapan & Waktu Kritis

Menurut regulasi, pengumuman penetapan UMP/UMK tahun 2026 akan dilakukan selambat-lambatnya pada bulan November 2025.
Tahapan-kunci meliputi:

•Kajian ekonomi daerah oleh pemerintahan provinsi/kabupaten.

•Pembahasan di Dewan Pengupahan Nasional dan Daerah (tripartit: pemerintah, pengusaha, pekerja).

•Penetapan oleh Gubernur/ Bupati/Wali Kota.

Pemerintah menyatakan bahwa formula kenaikan akan dikaji ulang, termasuk kemungkinan penyesuaian metodologi agar lebih adil dan realistis terhadap kondisi ekonomi.
Artinya: meski angka 8,5 %-10,5 % muncul sebagai usulan, belum ada kepastian bahwa angka tersebut akan ditetapkan secara nasional.

3. Peluang Besar: Kenapa Kenaikan di Kisaran Itu Memiliki Potensi

Beberapa faktor menunjukkan bahwa kenaikan hingga kisaran tersebut memiliki peluang untuk terealisasi:

Serikat pekerja sudah mengorganisir tuntutan secara besar-besaran, yang meningkatkan tekanan sosial dan politik.

Forum tripartit dan Kemenaker telah memulai pembahasan sejak bulan lalu, yang menunjukkan bahwa dialog belum usai dan masih terbuka ruang untuk negosiasi.

Formula yang digunakan oleh serikat pekerja memiliki dasar yang diakui secara regulatif (misalnya, acuan dari Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan bahwa kenaikan upah minimum harus mempertimbangkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.

Sehingga, bila kondisi ekonomi daerah maupun nasional cukup mendukung (misalnya pertumbuhan ekonomi stabil, inflasi terkendali, dan produktivitas meningkat), maka kenaikan mendekati angkat usulan tersebut bukan sesuatu yang mustahil.

4. Tantangan Utama: Kenapa Tidak Jaminan Angka Itu Tercapai

Namun demikian, sejumlah pengamat ekonomi dan asosiasi pengusaha menilai kenaikan hingga 10,5 % memiliki hambatan nyata:

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyoroti bahwa kenaikan upah yang tinggi harus dibarengi dengan pengendalian harga barang dan produktivitas yang memadai; jika tidak, kenaikan upah malah bisa memicu inflasi baru yang justru merugikan pekerja.

Beberapa pakar memperingatkan bahwa kondisi industri. Terutama sektor-sektor yang masih terdampak globalisasi, inflasi biaya, dan tekanan margin belum sepenuhnya pulih sehingga ruang untuk menaikkan upah tinggi sangat terbatas.

Formula baru yang sedang digodok pemerintah dapat menurunkan angka kenaikan yang akan ditetapkan, karena pemerintah cenderung memilih pendekatan yang “aman” agar tidak memicu PHK massal atau penurunan investasi.

Dengan demikian, meskipun potensi kenaikan di kisaran 8,5 %-10,5 % ada, ada risiko bahwa angka yang akhirnya diumumkan akan jauh di bawah usulan tersebut. Bahkan di bawah angka kenaikan sebelumnya.

5. Implikasi bagi Pekerja, Pengusaha, dan Ekonomi

Bagi pekerja:
Jika angka kenaikan 8,5 %-10,5 % terealisasi, maka ini berarti penghasilan minimum pekerja di banyak provinsi akan naik secara signifikan dibanding tahun sebelumnya membantu menutup gap antara upah dan kebutuhan hidup yang selama ini terasa makin lebar. Namun, bila angka lebih rendah, pekerja bisa tetap berada dalam kondisi yang stagnan atau tertinggal terhadap laju inflasi.
Bagi pengusaha:
Kenaikan upah yang tinggi akan menambah beban biaya operasional, terutama bagi usaha kecil-menengah atau sektor padat karya. Pengusaha harus menyesuaikan produktivitas, efisiensi, dan strategi bisnis agar kenaikan upah tidak menyebabkan penurunan daya saing atau PHK.
Bagi ekonomi nasional:
Kenaikan upah minimum dapat meningkatkan daya beli masyarakat, mendorong konsumsi domestik dan pada gilirannya pertumbuhan ekonomi. Namun, jika tanpa peningkatan produktivitas dan pengendalian inflasi, justru bisa memunculkan tekanan harga dan menggerus manfaat kenaikan tersebut.

6. Waspada, tetapi Positif

Peluang bagi kenaikan upah minimum 2026 sebesar 8,5 % hingga 10,5 % sangat nyata didukung oleh kalkulasi serikat pekerja, proses dialog yang sedang berlangsung, dan tuntutan sosial yang kuat. Namun, realisasinya sangat tergantung pada kondisi ekonomi makro, kesiapan pengusaha, dan keputusan pemerintah terkait formula final.

Pekerja dan serikat sebaiknya mempersiapkan diri dengan aktif memantau proses penetapan, memastikan partisipasi dalam forum tripartit, dan memperkuat argumen berdasarkan produktivitas serta kondisi riil kebutuhan hidup. Pengusaha juga perlu mulai melakukan perencanaan biaya, dialog dengan pekerja, serta mengantisipasi skenario kenaikan upah sebagai bagian dari strategi bisnis jangka menengah.

Semoga penetapan UMP/UMK 2026 nanti mampu menghadirkan keseimbangan antara kesejahteraan pekerja dan keberlangsungan usaha. Sehingga kenaikan upah bukan hanya berbicara tentang angka, tetapi mendorong kualitas hidup yang nyata.