Pantaskah UMK Mojokerto tahun 2021 Naik?

Mojokerto, KPonline – Pertanyaan itu cocoknya ditudingkan kepada seluruh pekerja/buruh di Mojokerto, yang tengah berjuang dan menanti penetapan upah. Namun, apapun alibi dan argumentasi para buruh, ujungnya gampang ditebak dan kurang merangsang.

Alangkah cantiknya, apabila pertanyaan itu ditujukan khususon kepada Ibu Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah yang notabene orang Mojokerto asli. Jawabannya pastilah sangat valuable dan interestable. Ditunggu banyak pria-pria lah….

Untuk menjawab pertanyaan itu, kita percaya Ibu Menaker tidak akan kesulitan, tidak sampailah berkonsultasi ke Bapak Presiden dulu. Karena kalau di perhatikan, dengan jabatan sebagai Menteri, Ibu Ida pasti mempunyai banyak literatur, koneksi yang luas, staff ahli yang handal dan seambreg eksklusifitas lainnya.

Pun begitu sebagai seorang politikus. Bu Ida sudah banyak turun kelapangan mendengar aspirasi, memahami kondisi masyarakat dengan bertemu wong cilik semacam buruh itu. Dalam dirinya pula telah tercetak attitude dan pola pikir untuk merancang norma/program yang sesuai dengan nilai kemasyarakatan.

Apalagi sebagai ibu rumah tangga dan warga Mojokerto. Tentu sangat paham permasalahan ekonomi di Mojokerto, dari kebutuhan rumah tangga sampai kebutuhan lingkungan, dari usaha mikro sampai makro, dari pengeluaran anak hingga pembiayaan Pemda. Pertanyaan kecil seperti itu, Ibu Menaker tentu sangat mudah menjawabnya.

Kenapa pertanyaan begitu remeh temeh ditanyakan kepada sekelas Ibu Menteri? Apa buruh harus diajari bersyukur agar tidak kurang ajar begitu? Apa buruh tidak tahu, kalau Bu Menaker bukan penentu kenaikan upah?

Saudara-saudara tenang dulu, jangan esmosi apalagi anarkis. Itu kurang baik bagi kesehatan terutama tekanan darah.

Begini masalahnya, semenjak Ibu Menteri Tenaga Kerja yang terhormat mengeluarkan Surat Edaran tentang tidak naiknya upah tahun 2021 karena alasan pandemi Covid 19, maka yang terjadi keguncangan sosial dan ketidakpastian hukum.

Nah.. SE bernomor M/11/HK.04/X/2020 itu akhirnya menjadi masalah bagi kaum buruh. Tidak hanya buruh di Mojokerto, saudara, tetangga atau warga Ibu Menaker saja, namun berdampak pada buruh seluruh Indonesia.

Dengan menyatakan tidak ada kenaikan upah di tahun 2021, Ibu Menaker telah mematok upah dan menjadi ketentuan hukum yang hidup, diatas Undang-Undang malah. Wong undang-undang dan peraturan lainnya tidak ada yang menyebutkan begitu kok.

Bagi yang sedikit melek hukum, anggapan SE tidak bisa dijadikan dasar hukum memang tidak salah, terlebih ada peraturan diatasnya yang sudah mengaturnya. Masalahnya bagi yang melek politik birokrasi pasti paham, kalau SE bagi struktural kebawah adalah Perintah!!. Ngerti son!?

Celaka 11 nya, dalam masa Pilkada, Bupati Mojokerto dijabat sementara oleh jajaran Kemenaker bawahannya Menaker, yaitu Kepala Kadisnaker Propinsi Jawa Timur Himawan Estu Bagyo. Nah.. Bupati ini harus berpusing-pusing ria, untuk menentukan nilai rekomendasi UMK ke Gubernur. Sebab nilai itu seharusnya bisa menyelamatkan marwah jabatannya sekaligus menyenangkan pihak-pihak yang terlibat.

Lebih apesnya lagi, dalam rapat Dewan Pengupahan malah terjadi aksi Walkout. Unsur serikat pekerja/serikat buruh, cabut dari ruangan rapat karena tidak terjadi titik temu. Pasalnya pihak pemerintah mengharapkan usulan menjadi satu nilai yang disepakati bersama dengan jalan di voting. Padahal kewajiban satu nilai itu tidak ada dalam tata tertib/kesepakatan. Kan maksa?

Dengan Walkout nya unsur pekerja, maka berita acara pengupahan menjadi tidak ada kesepakatan. Lha kalau tidak sepakat, apa yang mau diusulkan? Berapa pula nilainya yang diusulkan? Kan kasihan Plt. Bupati yang harus berpikir 7 keliling luas Mojokerto.

Sehubungan pertanyaan diatas. Ibu Menaker, Apa kaum buruh Mojokerto sudah sejahtera dan seharusnya upahnya tidak naik seperti SE njenengan? Ataukah upah cukup naik 1,42% saja seperti saran orang-orang pemerintahan itu? Apa ibu lupa, kalau Mojokerto kota dan kabupaten hanya dipisahkan jalan tapi upahnya beda 2 kali lipat? Pertumbuhan ekonomi Mojokerto itu 5,1 %, diatas pertumbuhan ekonomi nasional. Apa usaha dan pekerjanya kurang giat ya?

Kemudian, apa ibu sudah merasa tahun depan pandemi covid 19 masih tetap ada? Ibu Menaker juga punya data berapa jumlah perusahaan yang rugi dan berapa kerugiannya akibat pandemi? Kenapa harus di “gebyah uyah” tidak naik semua begitu? Kaum buruh seperti saudara, tetangga dan warga anda juga tidak susah dan ikut rugi akibat pandemi?

Terakhir, apa Ibu menjamin harga-harga bahan pokok tahun depan tetap sama? Tidak ada kenaikan. Apa Ibu akan membuka posko dirumah untuk nomboki pengeluaran keluarga pekerja yang tidak naik upah? Apa ibu juga akan memakai cotton Bud sebagai ganti pembalut seperti KHL pekerja? Apa Ibu upahnya juga tidak naik?

Pantaskah upah Mojokerto tahun 2021 tidak naik ibu Menaker? Mohon ibu jelaskan pada kaum buruh dan Bupati. Sehingga tidak perlu ada lagi kumpul-kumpul emak-emak fatayat, muslimat atau adik-adik lajang, dikantor Pemda atau bahkan di rumah ibu, bukan untuk yasinan atau pengajian, namun untuk menunjukkan kepedihan, kesengsaraan yang sedang mereka alami.

Mohon dijawab Bu, monggo…
Bapak-bapak sabar nggeh…