Pak Dhe Gabul, Kakek Dua Cucu Anggota Garda Metal Batam

Batam, KPonline – Berbicara akan loyalitas didalam perjuangan buruh untuk keadilan dan kesejahteraan,tidak sedikit yang selalu hadir untuk menyuarakannya, salah satunya Gabul Arifin yang biasa dipanggil pak de, usianya kini sudah beranjak 50 tahun tepat 21 Desember nanti.

Dilihat dari usianya,Gabul mungkin saja tidak lagi berada dibarisan depan perjuangan,tetapi Gabul berbeda pendapat dengan hal itu,usia tidak menghalanginya untuk tetap berjuang untuk kesejahteraan buruh dan keluarganya.

“Asal tenaga saya masih kuat Insya Allah saya akan tetap berjuang”.

Gabul saat ini tinggal dengan istri dan telah di karuniai tiga orang anak.

“Alhamdulilah dua orang sudah berkeluarga,dan sekarang saya punya dua cucu dan sibungsu lagi kuliah semester akhir” ungkap Gabul yang juga hobby olahraga ini

Gabul juga bercerita dimasa mudanya bahwa ia dari keluarga yang tidak mampu, dan hidup serba susah.

“Saya merantau dari tanah kelahiran saya Kalimantan menuju kota metropolitan Jakarta dengan harapanya dapat mengubah nasi”.Tambahnya

Di Jakarta Gabul mencoba peruntungan dengan berjualan rokok asongan, tapi ketika malam datang kadang ia bingung harus tidur dimana. Terpaksalah tidurnya terkadang diemperan ruko, Gabul juga sempat mengamen,menjadi buruh angkut barang, dan pekerjaan sejenisnya.

“Kalau kerjanya halal saya kerjakan apapun itu”
“Hidup di ibukota ya seperti itu, harus pantang menyerah”.

Kerasnya kehidupan ibukota membuat Gabul hijrah meninggalkan Jakarta dan pindah ke Lampung. Tak lama ia juga merantau ke Pekanbaru dan akhirnya pada tahun 1998 Gabul pindah ke Batam.

Di Batam Gabul mencoba membuka usaha dengan berjualan berbagai macam keperluan seperti baju, jam tangan,ikat pinggang dan lainnya, tetapi keberuntungan belum juga berpihak kepadanya, usaha dagangannya pun mengalami kerugian hingga ia harus pindah haluan lagi.

Pada tahun 2001, Gabul mencoba melamar kerja di PT. PaxOcean Graha yang bergerak dibidang galangan kapal, dan sampai saat ini ia masih bekerja disana.

Pengalaman-pengalaman hidup inilah yang menjadi salah satu alasan dari Gabul untuk tetap berjuang, dengan harapannya anak dan cucunya kelak tidak merasakan nasib yang sama dengannya.

“Kalau saat ini kita tidak mau berjuang,bagaimana kelak nasib anak dan cucu kita”. Ungkapnya menutup pembicaraan

(Roy Sidabutar)