Pabrik Semen Asal China Diduga Lakukan Predatory Pricing, FSP ISI Datangi KPPU

Andre Rosiade berasama Federasi Serikat Pekerja Industri Semen Indonesia (FSPISI) di kantor KPPU, Senin (26/8/2019). | AKURAT.CO/Wayan Adhi Mahardhika

Jakarta, KPonline – Dalam pertemuan di KSPI, kawan-kawan dari Federasi Serikat Pekerja Industri Semen Indonesia (FSP ISI) sering menyampaikan industri semen yang sedang lesu. Salah satu sebabnya adalah dipicu keberadaan pabrik semen asal China yang diduga melakukan predatory pricing atau jual rugi di pasar semen Indonesia.

Disampaikan, sejak pemerintah gencar memberikan izin pembangunan pabrik semen baru di era tahu 2015-an, pabrik semen baru bermunculan. Adapun yang mendominasi adalah pabrik semen asal Tiongkok.

Bacaan Lainnya

Atas dasar itu, tidak berlebihan jika kemudian serikat pekerja ikut melaporkan adanya dugaan predatory pricing ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Politisi Andre Rosiade yang datang ke KPPU bersama FSP ISI mengatakan, pabrik Semen di Aceh, Semen Padang, Semen Baturaja, Semen Gresik, dan Semen Tonasa terpaksa menurunkan kapasitas produksinya karena kalah bersaing.

“Di situs jual beli online harga semen lokal itu berkisar di Rp 51 ribu sedangkan semen asal Tiongkok berkisar di harga Rp 34 ribu,” ujar Andre.

Karena semen lokal kalah saing dengan semen pabrikan China yang dijual di pasaran dengan harga yang lebih murah. Dampak dari penjualan semen lokal yang menurun adalah terjadinya pengurangan karyawan, PHK besar-besaran.

Apalagi saat ini pasar semen nasional dalam kondisi over supply. Pemanfaatan pabrik semen di Indonesia hanya sekitar 65 persen dari kapasitas terpasang. Jika situasi ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin pasar semen lokal mengalami kebangkrutan.

Masalahnya adalah, predatory pricing ini diduga sebagai agenda semen asal China ingin mengambil alih pasar semen di Indonesia dengan langkah awal menjual rugi harga semennya. Jika mereka berhasil menghancurkan pasar perusahaan semen dalam negeri, tidak menutup kemungkinan jika nantinya perusahaan-perusahaan semen dalam negeri akan diambil alih oleh perusahaan semen asal Negeri Tirai Bambu tersebut.

“Mereka terindikasi ingin menghancurkan semen lokal. Setelah hancur mereka akan take overindustri semen dalam negeri ini dan ini membahayakan industri strategis kita yaitu industri semen,” kata Andre, sebagaimana dilansir Liputan6.com.

FSP ISI menduga, pabrik semen asal China bisa menjual murah karena membayar gaji karyawan hanya setara upah minimum. Seperti disampaikan Ronida, bahwa pihaknya sempat melakukan investigasi ke salah satu perusahaan semen asal China, yakni Conch.

Menurutnya, perusahaan itu diduga sengaja tak menaikkan gaji karyawannya agar beban biaya operasional perusahaan tidak membengkak.

“Upah karyawan rendah, bisa tiga kali lipat di bawah kami. Kalau beban operasional yang lain tidak bisa diotak-atik karena kan bahan bakar dan lainnya semua sama, yang bisa diubah-ubah hanya upah,” kata Ronida.

Dalam kasus ini, kepentingan serikat pekerja adalah untuk memberikan perlindungan terhadap masa depan pekerja semen. Jika persaingan tidak sehat ini terus dibiarkan, tidak menutup kemungkinan akan terjadi PHK besar-besaran.

Pos terkait