Nyawa Bukan Taruhannya

Buruh menuntut penerapan K3 yang layak.

Jakarta, KPonline – “Mengapa isu K3 jarang dibicarakan buruh?” Seorang kawan mengatakan hal ini kepada saya, beberapa waktu yang lalu.

Belum sempat saya menjawab, dia melanjutkan, “Padahal K3 sangat penting bagi buruh. Tak ternilai dengan uang.”

“Bayangkan kalau ada orang terpotong jari atau tangannya. Apalagi jika sampai meninggal akibat kecelakaan kerja. Itu tak bisa diganti dengan uang sebanyak apapun.”

Saya membenarkan itu. Bahwa K3 adalah isu yang sangat penting.

Permasalahan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja bukannya tak pernah dibicarakan dalam serikat buruh. Tapi ya tadi, isu ini seperti timbul tenggelam. Sehingga wajar jika ada yang perpandangan bahwa buruh tidak terlalu peduli dengan K3.

Dalam menyikapi permasalahan, saya kira gerakan buruh cenderung reaksioner. Hanya bereaksi terhadap isu yang sedang hangat. Kemudian bergeser ke isu yang lain, bahkan ketika isu yang sebelumnya belum terselesaikan.

Padahal kecelakaan kerja bukannya tidak ada. Tahun 2020 saja, hingga bulan Oktober, ada 177.000 kecelakaan kerja. Dengan kata lain, setiap bulan terjadi 17.700 kecelakaan kerja. Setara dengan 590 per hari. Itu data yang resmi. Yang tidak dilaporkan, saya kira akan jauh lebih besar lagi.

Keselamatan dan Kesehatan Tetaplah yang Utama

Data kecelakaan kerja di atas, mestinya sudah cukup untuk membuat kita menjadi isu K3 sebagai prioritas utama.

Terlebih di masa pandemi ini. Ketika Corona masih merajalela.

Untuk itu, pastikan protokol kesehatan di tempat kerja kita berjalan dengan baik. Jangan sampai karena kita abai terhadap persoalan ini, tempat kerja atau perkantoran menjadi klaster baru bagi perkembangan Covid-19.

Buruh sangat rentan terpapar corona. Apalagi mereka harus tetap bekerja, di saat yang lain menerapkan PSBB. Itulah sebabnya, serikat pekerja harus peduli dengan kesehatan di tempat kerja.

Sekali lagi, nyawa bukan taruhannya.

Revisi UU No 1 Tahun 1970 Harus Dilakukan

Bagi serikat buruh, PR yang hingga saat ini belum tuntas dikerjakan adalah perihal revisi UU No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Beleid ini dianggap sudah tidak mampu lagi menjawab tantangan zaman. Harus direvisi, agar sesuai dengan konteks kekinian.

Kabar baiknya, undang-undang ini sempat masuk prolegnas di DPR RI. Sesuatu yang tidak mungkin untuk terus didorong, agar revisi benar-benar terjadi.

Namun demikian, harus dipastikan bahwa revisi itu lebih baik dari sebelumnya. Jangan seperti klaster ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja, di mana revisi terhadap UU No 13 Tahun 2003 justru membuat buruh buntung, alih-alih untung.