Miris Saksi Pemerintah dari Begawan Serikat Buruh

Jakarta, KPonline – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menyidangkan perkara pengujian formil UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh 6 (enam) Pemohon dengan Nomor Perkara 91, 103, 105, 107/PUU-XVIII/2020, 4, 6/PUU-XIX/2021.

Dikutip dari tayangan YouTube PHI, agenda persidangan kali ini, Rabu (06/10/2021), menghadirkan 3 (tiga) orang saksi dari Pemerintah yang ditujukan kepada 3 Pemohon yakni Pemohon Perkara 103 dan 107/PUU-XVIII/2020, serta perkara 4/PUU-XIX/2021.

Bacaan Lainnya

Adapun 3 (tiga) orang saksi yang didengarkan yakni Yoris Raweyai, Haiyani Rumondang, dan Beny Rusli.

Sebagai saksi pertama, Yoris Raweyai yang mengaku sebagai Ketua Umum KSPSI dan sekaligus juga sebagai Ketua Komite II DPD RI menyatakan cukup intensif dalam pembahasan dan pengawalan proses legislasi RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law terutama setelah memperoleh draf atau naskah RUU Cipta Kerja dan naskah akademik dari RUU tersebut.

Saksi (Yoris) menjelaskan keterlibatan dimulai pada tanggal 11 Februari 2020 dengan menghadiri kickoff meeting tim koordinasi pembahasan dan konsultasi publik substansi Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja sebagaimana mengacu pada Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 121 Tahun 2020 hingga tanggal 30 Juli 2020 kegiatan tersebut ditutup Menteri Tenaga Kerja sekaligus menyampaikan tanda penghargaan kepada Tim Tripartit pembahasan RUU Cipta Kerja.

Sementara Saksi Kedua, Haiyani Rumondang yang juga merupakan salah satu pejabat di Kementrian Ketenagakerjaan menyatakan terlibat dalam proses penyusunan dan pembahasan UU Cipta Kerja menyatakan sejak pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo, Oktober 2019 yang menyatakan akan menyusun Omnibus Law Cipta Lapangan kerja.

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan telah melakukan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan bidang ketenagakerjaan, antara lain mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), alih daya, pengupahan dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Dalam kegiatan dimaksud, Pemerintah melakukan dialog beberapa kali dengan berbagai unsur termasuk serikat pekerja hingga akhir tahun 2019.

Sedangkan saksi ketiga, Beny Rusli mengaku terlibat pertama kali saat diutus untuk menjadi delegasi KSPN dalam rapat pembahasan mengenai tindak lanjut tim koordinasi paparan dan konsultasi publik substansi ketenagakerjaan pada tanggal 18 Februari 2020 hingga akhirnya pertemuan Tim Tripartit tersebut ditutup oleh Menteri Ketenagakerjaan tanggal 30 Juli 2020.

Dalam forum tersebut, saksi menegaskan bukan forum perundingan, melainkan forum pembahasan. Saksi juga menyatakan dihadiri oleh beberapa konfederasi serikat pekerja lain dan karena banyak pasal yang dibahas tidak ada kesepahaman maka menjadi catatan dalam pemerintah dalam melakukan perubahan.

Baik saksi Yoris maupun Beni juga mengetahui terdapat beberapa serikat yang mundur dari tim pembahasan tersebut. Serta Saksi Yoris dan Haiyani menyatakan Tim Tripartit yang dibentuk Kepmenko Nomor 121 tahun 2021 tersebut tidak diberikan naskah akademis saat pembahasan pasal demi pasal.

Kuasa Hukum GEKANAS, Agus Zaenal menyatakan miris melihat para Begawan Serikat Buruh justru menjadi saksi pemerintah. Padahal jelas-jelas anggotanya kalaupun ada anggotanya, saya yakin menolak keberlakuan UU ini.

“Terlebih tadi saksi juga menegaskan organisasinya menolak UU Cipta Kerja, lah ko masih mau menjadi saksi pemerintah,” tegasnya.

Mengenai substansi yang disampaikan saksi, Agus berharap Majelis Hakim MK dapat jeli memahaminya karena keterangan saksi Yoris Raweyai maupun Beny Rusli sesungguhnya mengkonfirmasi buruh/pekerja tidak dilibatkan saat perencanaan dan penyusunan RUU Cipta Kerja dengan rentang waktu oktober 2019 hingga penyerahan naskah RUU Ke Presiden 12 Februari 2020, Buruh baru dimintakan pandangan saat kami sudah demo menolak secara massif dan draft RUU sudah dimasukan ke DPR RI.

“Kesaksian Haiyani Rumondang juga kami sangkal dengan tegas, bagaimana mungkin kegiatan forum dialog pengupahan, hubungan kerja dan lainnnya pada bulan Desember 2019 itu yang dilakukan diluar forum aspirasi RUU Cipta Lapangan Kerja menjadi kegiatan yang diklaim bagian dari proses perumusan RUU Cipta kerja yang melibatkan partisipasi publik. Spanduk daftar isi dan kegiatan jelas ga bicara RUU Cipta Kerja,” tegasnya.

Kuasa Hukum GEKANAS lainnya, Bakar, meminta majelis hati-hati menilai peryataan saksi Haiyani Rumondang yang menyatakan tidak ada perubahan subtansi melainkan typo setelah diparipurnakan.

“Bagaimana mungkin beliau bisa berkata demikian, padahal faktanya hasil sidang paripurna yang 905 halaman jika disandingkan dengan naskah 1187 halaman jelas berbeda sekali dan banyak perubahan, bukan hanya typo. Perubahan naskah ini tentu tidak dibenarkan dalam proses pembentuka peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU No 11 tahun 2011 sebagaimana diubah terakhir kali dalam UU no 15 tahun 2019,” tandasnya.

Sidang selanjutnya diagendakan pada Rabu, 13 Oktober 2021 dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari DPR RI.

Pos terkait