Menuntut Upah, Bertaruh Nyawa

Buruh saat melakukan aksi sosialisasi monas

Menuntut Upah, Bertaruh Nyawa

Buruh saat melakukan aksi sosialisasi monas
Buruh saat melakukan aksi sosialisasi monas

“Akibat penyerangan ini, 28 orang buruh menjadi korban, 3 orang diantaranya kritis dan 1 orang kritis akibat mengalami bacokan di kepala dan diseret sejauh 30 meter”.
Betapa miris kita mendengarnya. Ini merupakan tragedi kemanusiaan yang di alami kaum buruh Indonesia. Hampir satu abad gerakan buruh di Indonesia tanpa noda dalam setiap perjuangan dalam menuntuk hak hak normatifnya harus ternoda oleh aksi kekerasan segerombolan preman berkedok ormas.
Sungguh ironis memang keterlibatan preman yang menghalang-halangi aksi buruh.

Editorial KP berpendapat, walau sebelumnya lazim kita melihat keterlibatan preman untuk menghalang-halangi massa buruh, namun keterlibatan masih sebatas menakut-nakuti dan tidak terjadi bentrok fisik.
Akan tetapi tragedi 31 Oktober 2013 saat ratusan preman secara brutal dan membabi buta menyerang para buruh yang sebenarnya hanya ingin menyampaikan aspirasinya, merupakan fenomena baru. Keterlibatan preman atau ormas menjadi bukti kondisi Negara dalam bahaya.
Saat terjadi kebrutalan ini aparat kepolisian seolah kehilangan tajinya dan tunduk terhadap keinginan aktor intelektual yang sengaja menciptakan kondisi ini. Apakah sudah demikian parahkah cengkraman kapitalis di Negara kita, sehingga begitu gampangnya aparat Negara tunduk terhadap keinginan kaum kapitalis.
Sehingga rela mengorbankan darah anak bangsanya yang sedang memperjuangkan masa depannya. Kenaikan upah itulah tuntutan ratusan ribu buruh yang sedang melakukan aksi mogok nasional atau Monas. Dan hanya karena menuntut kenaikan upah 28 orang buruh harus bersimbah darah dan 3 diantaranya kritis setelah mengalami luka bacok.
Editorial KP menilai ada banyak kejanggalan dalam peristiwa ini. Sebelum melakukan aksi mogok nasional, para buruh sudah jauh-jauh hari memberitahukan kepada aparat kepolisian akan rencana aksi ini. Pun demikian pihak kepolisian sudah melakukan berbagai persiapan pengamanan termasuk menyiagakan puluhan ribu personilnya guna mengamankan aksi mogok nasional yang diprakarsai Komite Nasional Gerakan Buruh (KNGB).
Disinilah muncul kejanggalannya. Bagaimana mungkin ribuan aparat kepolisian yang sudah bersiaga jauh-jauh hari ternyata kecolongan saat ratusan preman bersenjatakan golok, parang, tombal dan beragam benda berbahaya bisa lolos dari pengamatan kepolisian, bahkan saat ratusan preman yang menyerang massa buruh aparat kepolisian terkesan hanya berdiam diri menyaksikan kebiadaban ini. Sehingga tidak heran jika banyak pihak menuding semua ini memang sudah direncanakan.
Tetapi melalui Editorial ini, KP menyerukan kepada seluruh buruh Indonesia untuk tidak takut tehadap segala intimidasi yang ada. Perjuangan menuntut kenaikan upah dilindungi oleh UUD 1945. Kepada pihak Kepolisian segera usut tuntas masalah ini, jangan sampai tragedi ini terulang kembali dan mengundang kemarahan jutaan buruh Indonesia. (Red)