“Ini Tindakan Biadab!”

KORANPERDJOEANGAN.COM – BEKASI, Demokrasi di Indonesia terancam saat ratusan preman berseragam Pemuda Pancasila (PP) dan Ikatan Putra Daerah (Ikapud) menyerbu dan menganiaya puluhan buruh yang tergabung dalam Komite Nasional Gerakan Buruh (KNGB), saat berlangsung mogok nasional (31/10)

Secara membabi buta mereka menganiaya buruh yang sedang menyuarakan asipirasi menolak upah murah, memperjuangkan jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat Indonesia, menolak outsourcing dan sahkan RUU PRT. Ironisnya aparat Kepolisian yang seyogianya mengamankan aksi ini, terkesan membiarkan massa preman yang menyerang buruh ini.
Hal ini disampaikan oleh Indra, anggota Komisi IX DPR RI kepada KP. “Saya sangat mengecam dan menyesalkan seluruh bentuk kebiadaban terhadap para buruh yang melakukan aksi unjuk rasa damai oleh oknum-oknum preman berkedok ormas. Ini tindakan biadab dan ini juga sebagai bentuk kelalaian aparat keamanan dalam mengamankan aksi unjuk rasa tersebut,” katanya.
Lebih lanjut Indra menjelaskan bahwasanya Undang-Undang di republik ini sudah memerintahkan aparat keamanan untuk mengamankan aksi unjuk rasa sebagai salah satu wujud implementasi dari sebuah Negara demokrasi. “Saya minta Kapolda Jawa Barat segera mengusut tuntas masalah ini, termasuk kepada aktor-aktor intelektualnya. Jelas ini semua telah direncanakan dan menciderai demokrasi kita,” ujar Indra.
Tudingan Indra bukan tanpa alasan, menurut pengamatan KP dilapangan saat terjadinya aksi unjuk rasa ini diberbagai sudut baik di Kabupaten maupun Kota Bekasi telah disiagakan ribuan aparat kepolisian untuk mengamankan aksi ini. Namun anehnya ada segerombolan massa beratribut Pemuda Pancasila dengan menggunakan beragam senjata tajam tidak terdeteksi oleh aparat kepolisian. Hal inilah yang ditenggarai Indra sebagai bentuk kelalaian kalau bukan kesengajaan aparat keamanan.
Akibat penyerangan ini, 28 orang buruh menjadi korban, 3 orang diantaranya kritis dan 1 orang kritis akibat mengalami bacokan di kepala dan diseret sejauh 30 meter. Haris Azhar Koordinator Komisi Anti Kekerasan dan Orang Hilang (Kontras) ditempat terpisah juga menyayangkan terjadinya aksi brutal ini.
Menurutnya, dari data dan fakta-fakta yang dikumpulkan tim pencari fakta Kontras dapat dipastikan peristiwa tersebut merupakan pembunuhan berencana terstuktur dan sistematis. “Dari luka korban, dan keterangan saksi dan fakta yang kita temukan. Jelas apa yang terjadi merupakan pembunuhan berencana,” ujarnya
Dia juga mengungkapkan, telah mengumpulkan fakta dan data mengenai keterlibatan Kapolres Kabupaten Bekasi dengan Apindo, Aspelindo dan Muspida. Menurutnya, data dan fakta tersebut dapat menyeret Kapolres Kabupaten Bekasi dan Pemerintah Kabupaten Bekasi yang telah terbukti melakukan pembiaran terhadap pembunuhan berencana buruh di Bekasi dijerat secara hukum. “Ini pembiaran, dan harus ada ketegasan hukum untuk mengusut tuntas kasus ini,” tandasnya.
Pada kesempatan berbeda, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengungkapkan akan berjuang agar para buruh korban kekerasan pada saat mogok nasional untuk menolak upah murah, jaminan kesehatan, hapus outsourching, sahkan RUU PRT, dan hapus UU ormas mendapatkan keadilan.
Hal ini diungkapkannya, usai menjenguk 17 korban kekerasan di RS. Hosana Medica Cikarang, beberapa waktu yang lalu. Menurutnya, tidak sepantasnya buruh yang membayar pajak, yang memberikan kontribusi besar untuk pertumbuhan ekonommi negara dibunuh terencana oleh preman yang dibayar hanya karena melakukan aksi.
“Aksi mogok nasional tersebut adalah aksi yang sah. Saya menduga, ada pihak yang patut untuk dimintai pertangungjawaban yaitu Kapolres Kabupaten Bekasi, Ketua Aspelindo, Pimpinan Ormas Pemuda Pancasila, Ikapud dan ormas lainnya,” terang dia.
Dia menyebutkan, 3 dari 17 orang yang dirawat di RS Hosana Medica dalam keadan kritis, 1 orang tidak bisa ditemui karena dalam perawatan intensif di ICU. Dia memastikan, bila 1 nyawa korban pembunuhan berencana tidak dapat diselamatkan, buruh akan berjuang total menuntut Kapolres Kabupaten Bekasi dicopot, dan mencopot pimpinan daerah kabupaten bekasi yang diduga ikut terlibat, serta Apindo.
“KSPI bersama dengan Kontras, LBH akan melaporkan kasus pembunuhan berencana itu ke Mabes Polri, serta meminta Mabes Polri mengusut siapa aktor intelektual dalam peristiwa pembunuhan berencana ini. Serta memastikan Apindo mempertangung jawabkan statemennya yang menyatakan lebih baik membayar preman dari pada membayar polisi untuk menyelesaikan demo buruh,” tegas dia. (Msk)