Menulis Pandemi

Jakarta, KPonline – Saya pertamakali melihatnya di Instagram, ketika ia mengumumkan buku antologinya sudah terbit. Tanpa pikir panjang, saya memutuskan untuk membelinya. Ini buku yang penting, ditulis di saat genting.

Ketika buku ini sudah saya pegang, ia menggunakan nama pena, Maryam Ete.

Maryam sendiri merupakan salah satu punggawa Media Perdjoeangan. Bersuamikan Redaktur Eksekutif KPonline, Suhari Ete.

Judul bukunya ‘Kala Sang Covid-19 Melanda Negeri’. Selayaknya buku antologi, buku ini ditulis dengan cara gotong royong. Ada beberapa penulis di dalam satu buku.

Cara ini biasa saya gunakan untuk menerbitkan hasil pelatihan menulis yang diselenggarakan Media Perdjoeangan. Dengan cara ini, sudah tiga buku yang berhasil terbit.

Dari sini, setiap peserta menjadi percaya diri. Bahwa ia mampu menulis. Bahkan berhasil diterbitkan dalam sebuah buku. Saya rasa, itu adalah tonggak penting dalam karir penulisan seseorang. Bahwa menulis itu gampang.

Konsep ini saya terapkan pertamakali juga di Batam, dengan melahirkan sebuah buku berjudul ‘Sepasang Mata di Panasera’.

Nah, Maryam dan Suhari ini adalah peserta sekaligus penulis dalam buku itu. Saat buku itu terbit, keduanya belum menjadi sepasang suami istri.

Bertahun kemudian saya kembali datang ke Batam. Bersamaan dengan penulisan jejak perjuangan FSPMI di PT TEC Indonesia.

Batam sedang turun hujan malam itu. Suasana syahdu. Sembari ngopi, Suhari sempat bercerita jika kisah sepasang suami istri ini berawal dari buku ‘Sepasang Mata di Panasera’.

Saat itu saya tak begitu menyimak, jadi kalau ada kesalahan anggap saja ini fiktif, hehe…

Kira-kira garis besarnya begini.

Ketika buku sudah terbit, Maryam harus mengambil buku tersebut ke Suhari yang merupakan Koordinator Media Perdjoangan Batam.

Naas, di jalan (dekat pabrik tempat Suhari bekerja), Maryam mengalami kecelakaan.

Kisah selanjutnya bisa teman-teman tebak. Terinspirasi dari sinetron yang sering tayang di TV, Suhari dengan cekatan melakukan pertolongan kepada koleganya sesama penggiat Media Perdjoeangan. Berawal dari sana, berkembanglah bunga-bunga cinta. Dan akhirnya, dua insan ini hidup bahagia dalam mahligai rumah tangga.

Buku membawa kita pada banyak kemungkinan.

Kembali ke buku tentang Covid. Di buku ini Maryam menulis satu artikel dengan judul, ‘Dilema Buruh Pabrik Ketika Corona Mewabah’. Menariknya, dia juga menyuarakan omnibus law. Apa saja kerugiannya jika RUU itu disahkan.

Saya senang membaca tulisan ini. Ada pengalaman kerisauan dan tak lupa memasukkan narasi perjuangan. Terlihat jelas, jiwa aktivisnya begitu lekat.

Dalam buku ini, dia sudah dengan baik merekam kejadian paling dramatis di saat pendemi. Bagaimana tidak? Bukan hanya nyawa yang menjadi taruhan. Tapi juga masa depan; lewat kebijakan yang merugikan.

Setiap tragedi musti ada yang mengabadikan kisahnya. Maryam, dan banyak kawan lain, bekerja untuk itu.