Mengacu Permenaker 18, UMK Batam 2023 Sebesar Rp 4,6 Juta, Pengusaha Meradang

Batam,KPonline – Jika Mengacu pada PP 36, maka kenaikan UMK Batam 2023 sebesar 2,1 persen atau sekitar Rp 112 ribu. Sehingga UMK Batam 2023 menjadi Rp 4.298.359. Adapun UMK Batam 2022 sebesar Rp 4.186.359.

Sementara, jika mengacu pada Permenaker 18/2022, kenaikan UMK dibatasi maksimal 10 persen. Jika naik 10 persen, maka besaran UMK Batam berdasarkan regulasi yang diteken 16 November 2022 lalu itu, bisa mencapai Rp 4.605.000 (dibulatkan dari angka Rp 4.604.994) atau naik sekitar Rp 418.635.

Bacaan Lainnya

Seperti di ketahui pembahasan Upah Minimum Kota (UMK) Batam 2023 akan di bahas pada Selasa (29/11) pekan depan dengan agenda penyampaian kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan

Pembahasan diprediksi berlangsung alot seperti pembahasan UMP, seperti tahun tahun sebelumnya

Sementara pihak pengusaha sepertinya masih enggan jika harus membayar kenaikan upah minimum (UM) 2023 maksimal 10 persen sesuai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) 18/2022.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) akan mengajukan gugatan uji materiil atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022 ke Mahkamah Agung. Peraturan itu menetapkan kenaikan upah minimum provinsi atau UMP sebesar 10 persen pada tahun 2023.

Apindo telah menunjuk Denny Indrayana sebagai Ketua Tim Hukum untuk menggugat peraturan tersebut. Denny Indrayana sebelumnya menjabat sebagai Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani menjelaskan gugatan itu akan diajukan ke MA dalam waktu dekat. Gugatan ini diajukan karena kalangan pengusaha menilai kenaikan upah harus didasarkan pada perhitungan cermat dan komprehensif.

Di tengah ancaman resesi ekonomi global yang datang lebih cepat dari yang diperkirakan saat ini, menurut Hariyadi, perlindungan hukum terhadap iklim usaha yang kondusif dan rasa keadilan perlu dikedepankan. Hal ini perlu dilakukan agar pelaku usaha dapat tetap bertahan memberikan nilai tambah dari mata rantai ekonomi yang dihasilkan.

Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid sependapat dengan Hariyadi. Ia menyebutkan pelaku usaha pada dasarnya sepakat bahwa kondisi ekonomi nasional yang dinamis akibat resesi ekonomi global imbas dari konflik geopolitik perlu disikapi dengan cermat.

Salah satu caranya menjaga daya beli masyarakat, dan hal ini terlihat dari kenaikan upah minimum. Meski begitu, besar kenaikan upah tersebut harus memperhatikan kemampuan tiap pengusaha merespons kondisi ekonomi saat ini.

Sebelumnya, pemerintah menyebutkan Permenaker No 18/2022 didasarkan pada PP No 36/2021 tentang Pengupahan. Karena PP tersebut merupakan salah satu aturan pelaksana dari UU Cipta Kerja yang diterbitkan sebelum adanya putusan inkonstitusional bersyarat, maka Permenaker No 18/2022 memiliki kaitan dengan UU Cipta Kerja.

Dengan begitu, kata Arsjad, dikeluarkannya Permenaker 18/2022 menimbulkan dualisme dan ketidakpastian hukum. Oleh sebab itu diperlukan putusan yudikatif untuk menjawab keambiguan yang muncul.

Di sisi lain pihak buruh melalui presiden KSPI Said Iqbal menegaskan bahwa pihaknya menolak keras sikap Apindo yang masih ingin menerapkan PP 36/2021 dalam formula kenaikan upah minimum, yang sekarang sudah diubah ke dalam Permenaker No 18/2022.

“Mengecam keras sikap Apindo yang masih bertahan dengan PP 36, padahal sudah ada dasar hukum yang baru,” ujar Said Iqbal.

Menurutnya, di dalam PP 36/2021 ada ketentuan yang mengatur adanya batas bawah dan batas atas. Padahal konsep seperti itu di seluruh dunia tidak dikenal. “Yang mengenal hanya perusahaan taksi, yaitu tarif bawah dan tarif atas,” ujar Iqbal.

Baik di dalam Konvensi ILO 133, UU No 13 Tahun 2023, maupun omnibus law yang saat ini ditolak buruh, yang namanya upah minimum adalah jaring pengaman agar buruh tidak absolut miskin. Dengan demikian, ketika masih menggunakan PP 36/2021, maka hal itu akan menyalahi Undang-Undang yang berlaku di Indonesia maupun hukum Internasional. Karena daerah yang upahnya sudah melebihi atas batas atas tidak ada lagi kenaikan upah minimum.

Menurut Said Iqbal, sikap Pemerintah yang menerbitkan Permenakar No 18 Tahun 2022 tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Sebab hanya satu pasal di dalam PP 36/2021 yang diturunkan menjadi Permenaker 18/2022, yaitu pasal terkait dengan kenaikan upah minimum.

“Sedangkan pasal yang lain tidak ada perubahan. Dengan demikian keinginan Apindo untuk mengajukan uji materiil ke Mahkamah Agung terhadap Permenaker 18/2022 sumir. Tidak jelas tujuannya apa,” katanya.

“Hal itu menjelaskan, Apindo, dalam tanda petik “serakah”. Sudah tiga tahun upah buruh tidak naik, di tengah inflansi yang tinggi, tidak ada resesi, dan pertumbuhan ekonomi terbaik nomor tiga di dunia, masih saja menghendaki kenaikan upah minimum yang rendah,” lanjut Said Iqbal.

Ditambahkan, dalam dua quartal terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia positif. Quartal kedua 5,1% dan quartal ketiga 5,72%. Selain itu, ekspor tekstil juga tumbuh 3,37% dan eksport barang tenun dan turunannya tumbuh 17.6%. Lalu mengapa masih saja dipermasalahkan bahwa seolah-olah di tekstil dan garmen terjadi PHK besar-besaran sehingga tidak mampu menaikkan upah? Menurut Said Iqbal, itu hanya akal-akalan Apindo agar untuk menekan upah buruh.

“Sikap Kadin kami dukung, yaitu dunia usaha harus berkembang. Tetapi secara bersamaan, kesejahteraan buruh harus dijaga,” tegasnya

Pos terkait