Memilih Jalan Aksi

Jakarta, KPonline – Konsolidasi itu dihadiri pimpinan FSPMI dari berbagai wilayah di Indonesia. Khusus untuk membahas omnibus law dan gelombang PHK. Juga mengenai Kongres, yang rencananya akan diselenggarakan tahun depan.

Memang, ada dua hal yang sedang kita soroti. Mengenai omnibus law dan tolak PHK. Dua isu inilah yang kemudian ditetapkan sebagai isu utama yang hendak diperjuangkan.

Bicara mengenai perjuangan, strategi kita masih sama. Konsep, lobi, aksi, dan belakangan ditambah politik.

Untuk itu, dalam konsolidasi nasional ini juga dibahas hal-hal yang akan kita lakukan untuk menghadang omnibus law dan ancaman darurat PHK. Termasuk menetapkan tanggal aksi, 25 Agustus 2020 yang akan diselenggarakan serentak di 20 provinsi.

Kita paham. Setiap pilihan strategi ada plus minusnya. Termasuk ketika kita memutuskan untuk masuk ke dalam tim, sebagai bagian dari lobi, agar konsep yang kita buat bisa diadopsi dalam kebijakan.

Bagi kita, serikat pekerja memiliki tanggungjawab moral untuk membangun dialog sosial. Dengan catatan, dialog tersebut bukan sekedar diskusi basa-basi.

Jika dialog yang terjadi hanya formalitas, sekedar menampung masukan tanpa merubah substansi permasalahan, tentu kita tidak setuju. Serikat bukan tukang stempel.

Itulah sebabnya, aksi menjadi pilihan berikutnya untuk memastikan agar aspirasi kaum buruh tidak diabaikan.

Sebagaimana saya sebutkan di atas, aksi itu akan kita lakukan tanggal 25 Agustus. Besok.

Seperti biasa, setiap kali akan ada aksi besar, selalu saja ada pihak yang ingin melemahkan gerakan.

Dalam kaitan dengan aksi besok, beredar video pendek, seolah-olah Presiden KSPI Said Iqbal sudah menyetujui omnibus law. Padahal itu tidak benar. Video berdurasi 53 detik itu di potong, di edit, sehingga tidak mencerminkan maksud yang sesungguhnya.

Lalu ditambahkan narasi. Buat apa demonstrasi? Pimpinan buruh saja sudah menyetujui omnibus law. Tujuannya adalah untuk menggembosi massa aksi.

Mereka lupa, bahaya omnibus law sudah tersosialisasi sampai ke tingkat pabrik. Sehingga kalaulah ada pimpinan buruh yang menyepakati omnibus law, pasti akar rumput tidak akan terima. Sehingga aksi justru akan semakin besar.

Aksi adalah perwujudan dari sikap kolektif. Masing-masing dari kita harus datang sendiri untuk menyatakan penolakan. Tidak diwakilkan! Kalau kalian masih memiliki sikap yang sama, menolak RUU Cipta Kerja, mari bersuara.