Jakarta, KPonline – Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) nilainya di atas upah minimun. Besarnya berbeda-beda. Tergantung kemampuan pekerja di tiap daerah untuk memperjuangkannya.
Ironisnya, di tahun 2020 ini, baru dua provinsi yang sudah memberlakukan. Banten dan Jawa Timur.
Di Banten, nilai UMSK bisa mencapai 15% di atas UMK. Tetapi di berbagai daerah lain, perundingan masih alot. Bahkan terancam hilang.
Di Kepri, misalnya, Gubernur tidak mau lagi menetapkan UMSK. Pun demikian dengan Jawa Tengah. Juga berbagai wilayah yang lain.
Jika kita runut kembali, UMSK bukan pemberian. Ia adalah hasil perjuangan.
Awalnya Bekasi yang mempopulerkannya. Setelah mereka mematahkan mitos, upah minimum harus 100% KHL dan tidak boleh lebih tinggi dari DKI. Kemudian menjalar ke berbagi daerah lain.
Namun demikian, Jabodetabek yang dikenal dengan kota seribu industri hingga kini juga belum menetapkan UMSK. Mestinya, per 1 Januari kemarin sudah diberlakukan.
Tetapi kita tidak tinggal diam. Kemarin, saya menerima kiriman foto ini dari seorang kawan yang ada di Bekasi. Mereka sedang mengawal perundingan UMSK.
Dalam rapat beberapa waktu lalu, kita sudah mentargetkan UMSK selesai paling lambat akhir bulan ini.
Banyak yang bilang itu sulit. Karena bicara UMSK, ada pihak lain yang juga harus diajak bicara. Apalagi sikap pemerintah yang terkesan setengah hati membicarakan upah minimum.
Tetapi justru karena sulit itulah, upaya yang kita lakukan harus berlipat ganda.
Entah apa yang terjadi jika omnibus law diberlakukan. Karenanya, sebelum beleid itu jadi, perjuangan UMSK harus dikonsolidasikan kembali. Kita sedang berkejaran dengan waktu.