Lucunya Aksi UMK 2019 di Mojokerto

Mojokerto, KPonline – Sesuai instruksi Dewan Pimpinan Wilayah FSPMI Jawa Timur, hari ini (15/11/2018) dilaksanakan aksi perjuangan UMK 2019 Jawa Timur yang dipusatkan di Surabaya.

Adapun tujuan aksi di arahkan di 3 titik, Kantor Gubernur Jawa Timur, Gedung Negara Grahadi dan Kantor DPRD propinsi Jawa Timur.

Bacaan Lainnya

Adapun titik kumpul massa aksi dari Mojokerto ditempatkan di pintu masuk kawasan Ngoro Industrial Park (NIP). Ratusan anggota FSPMI dari berbagai perusahaan, sejak pukul 8 sudah mendatangi lokasi, mereka berdatangan dengan menggunakan berbagai moda transportasi.

” Sesuai instruksi, hari ini kita akan mengawal penetapan UMK 2019 dan memastikan pak Dhe Karwo menetapi janjinya,” kata Ardian Safendra selaku ketua Konsulat Cabang FSPMI Mojokerto.

Di lokasi yang sama namun tempatnya agak berjauhan, terlihat beberapa sekumpulan serikat pekerja lain yang sedang bergerombol dan jumlahnya tidak terlalu banyak.

Rupanya hari ini mereka juga melakukan kegiatan yang sama yaitu menggelar aksi UMK ke Gubernur.

Disinggung keberadaan mereka, Ardian menjelaskan, ” Kita tidak ingin mencampuri urusan orang, sebab sebelumnya memang tidak ada koordinasi untuk aksi bersama. Dari hasil Depekab sudah jelas, siapa yang mendukung dan menolak.”

Dari hasil rapat Depekab di Mojokerto, sebenarnya hanya FSPMI yang menolak penetapan UMK berdasarkan PP 78 dan tidak menandatangani berita acara, sedangkan seluruh serikat lain sepakat dan bersedia menandatanganinya.

Adalah hal yang lucu apabila ada serikat lain ikut melakukan aksi pengawalan UMK. Untuk memastikan ditetapkannya UMK sesuai PP 78 ataukah meminta nilai lain diluar PP 78??

Namun begitu FSPMI Mojokerto ternyata tidak ingin mengomentari lebih jauh sehingga menyebabkan adu domba antar anggota.

“Perjuangan upah adalah salah satu tujuan organisasi, biar anggota yang menilai dan tuhan yang membalasnya,” pungkas Ardian sambil tersenyum.

Dalam aksi kali ini, kaum buruh Jawa Timur meminta penetapan UMK 2019 sebesar 20 – 25% dari UMK tahun lalu dan jangan menggunakan rumusan PP 78 tahun 2015.

Selain itu, kaum buruh menagih janji Pak Dhe Karwo mengenai permasalahan disparitas upah untuk segera diselesaikan. PP 78 mengakibatkan tingginya disparitas upah di Jawa Timur sehingga terjadi kesenjangan sosial yang cukup lebar.

Penulis: Slamet Gondrong/Ipang

Pos terkait