Ketua SP ANTARA: Kebijakan Direksi ANTARA Dinilai Melawan Nilai-Nilai Pancasila

Jakarta, KPonline – Serikat Pekerja ANTARA (SP ANTARA) meminta Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno memeriksa sejumlah kebijakan Direksi Perum LKBN ANTARA yang dirasakan banyak karyawan sudah melawan nilai-nilai Pancasila yang mengutamakan rasa keadilan dan kemanusiaan.

Sejumlah kebijakan Direksi ANTARA tentang pemutusan hubungan kerja (PHK) mutasi dengan demosi, dan PHK berdalih “Golden Shake Hand” (GSH/jabat tangan emas) itu juga telah mengangkangi peraturan ketenagakerjaan RI, kata Ketua Umum SP ANTARA Abdul Gofur.

“Setelah Ibu melakukan ibadah Haji, kami meminta perkenan Rini Soemarno selaku Menteri BUMN untuk mengevaluasi kinerja dan kebijakan Direksi ANTARA selama ini,” katanya di Jakarta, Senin, sehubungan dengan kisruh dalam hubungan industrial di lingkungan ANTARA.

Gofur mengatakan, belakangan ini, Direksi Perum LKBN ANTARA membuat dan mengeluarkan sejumlah kebijakan yang terkait erat dengan hubungan industrial secara sepihak di tengah kondisi keuangan perusahaan yang relatif baik berkat pendapatan PSO.

Di antara kebijakan tersebut adalah Pemutusan Kontrak Kerja kepada karyawan PKWT yang telah lama mengabdi di Antara, Mutasi dengan Demosi kepada Pengurus Serikat Pekerja Antara, serta PHK Paksa kepada 30 orang karyawan Antara.

“Bagi kami, penggantian Direksi Perum LKBN Antara adalah jalan terbaik utk memajukan perusahaan dan peningkatan kesejahteraan,” katanya.

Menurut Gofur, selama ini Direksi Perum LKBN ANTARA selalu membuat gaduh dan menciptakan keresahan dengan kebijakan-kebijakan serta keputusan-keputusannya yang merugikan karyawan ANTARA, termasuk PHK Paksa kepada 30 orang karyawan pada Agustus 2019 yang rencananya akan berlanjut hingga Desember 2019.

Total jumlah karyawan terkena kebijakan PHK paksa yang dikemas dengan apa yang disebut GSH itu diperkirakan akan mencapai 120 orang karyawan. GSH yang dipaksakan Direksi ini “sangat jauh sekali dari dasar kebijakan dan kompensasi kepada karyawan yang mau dipensiun-dinikan,” katanya.

Banyak karyawan yang terkena kebijakan PHK Paksa ini menangis karena mereka yang dipilih tidak bisa menyampaikan penolakan. Jika menolak, mereka diancam dan diintimidasi manajemen, kata Abdul Gofur.

Kebijakan yang meresahkan banyak karyawan, termasuk kalangan wartawan ANTARA setelah dua rekan mereka juga terkena kebijakan PHK paksa dengan dalih GSH ini, juga melanggar pasal yang mengatur soal PHK dalam UU No. 13 Th.2003 tentang Ketenagakerjaan.

Kebijakan PHK Paksa yang dikeluarkan manajemen ANTARA ini sebelumnya tidak pernah dibicarakan dengan Serikat Pekerja ANTARA, serta Surat Keputusannya pun tidak pernah disosialisasikan.

SP ANTARA juga melihat kebijakan PHK Paksa ini tidak disertai ketentuan dan dasar memilih nama nama karyawan yang terkena, dan tidak pernah ada pula penjelasan dasar perhitungan uang kompensasi yang akan diterima oleh karyawan yang dipaksa ikut program PHK Paksa ini.

Manajemen hanya memanggil karyawan satu persatu atau tiga orang karyawan sekaligus. Lalu, kepada mereka disampaikan bahwa mereka ditawarkan untuk mengambil paket PHK Paksa ini, dan apabila menolak, perusahaan akan tetap memPHK karyawan tersebut tanpa kompensasi apapun pada bulan berikutnya.

“Karena itu, kami meminta dengan sangat kepada Ibu Menteri BUMN agar segera memeriksa kebijakan Direksi ANTARA dan menggantikannya dengan Direksi baru yang diisi figur-figur mumpuni dalam memajukan  perusahaan dan meningkatkan kesejahteraan karyawan.”

“Selain itu, kami juga akan membawa persoalan ini ke ranah hukum pidana maupun Hubungan Industrial,” kata Ketua Umum SP ANTARA Abdul Gofur.