Kenapa Dalam Rumusan Perhitungan KHL kok Tidak Ada item Air Minum?

Surabaya, KPonline – Air yang biasa dikonsumsi oleh setiap pekerja/buruh dalam setiap aktivitas apapun, secara tidak mereka sadari adalah salah satu komponen yang sangat penting dalam tubuh kita, yang dimana air yang dikonsumsi tersebut mempunyai peranan vital guna mengoptimalkan beberapa bagian tubuh dalam diri kita, guna menunjang tubuh kita agar selalu tetap sehat.

Menurut ahli gizi, minum air putih sebanyak 8 gelas perhari (sekitar 2 liter) boleh lebih, mampu mencukupi kebutuhan cairan dalam tubuh setiap orang perharinya.

Bacaan Lainnya

Namun kebutuhan air dalam jaman milenial seperti sekarang ini, apalagi hidup di pusat kota yang padat penduduk maupun industri, kebutuhan air yang biasa dikonsumsi oleh kebanyakan pekerja/buruh, bisa dibilang tidaklah gratis dengan kata lain diharuskan untuk membeli.

Hal itu jika di hitung secara umum, rata-rata harga 1 galon air mineral kemasan 19 liter, yang harganya saat ini mencapai Rp. 16.000/galon, dengan kebutuhan rata-rata perbulan menghabiskan 3 galon untuk penghitungan 1 orang pekerja, maka jika diakumulasikan selama satu bulan, buruh/pekerja harus merogok kocek Rp. 48.000 tiap bulannya, hanya untuk keperluan air minum, dan itu belum termasuk kebutuhan pokok yang lainnya, yang juga sama-sama pentingnya bagi kesehatan para pekerja itu sendiri.

Hal ini yang menjadi salah satu topik pembahasan KSPI Jawa Timur, dalam agenda rapat evaluasi di kantor DPW FSPMI Jawa Timur beberapa waktu yang lalu. Yang akhirnya, salah satu item ini menurut konfederasi serikat pekerja yang di ketuai oleh Said Iqbal, wajib dan harus segera ditambahkan oleh pemerintah provinsi Jawa Timur, kedalam unsur item rumusan KHL (Komponen Hidup Layak).

Seperti diketahui, rumusan KHL yang hingga saat ini sebanyak 60 item, dalam unsur makanan dan minuman, tidak tercantum item air minum.

“Memang benar di rumusan KHL saat ini hanya tertulis item beras, daging, kacang-kacangan, susu bubuk, gula pasir, minyak goreng, sayuran, buah-buahan, karbohidrat lain, teh/kopi, dan bumbu-buan, tidak ada item air minum, padahal unsurnya makanan dan minuman.” Ujar Jazuli, sekretaris KSPI Jawa Timur membenarkan hal tersebut.

Melihat hal tersebut, harusnya pemerintah jeli dalam membuat sebuah kebijakan mengenai rumusan pengupahan untuk buruh/pekerja, karena dengan rumusan KHL yang tidak jeli dan update, maka yang menjadi korban lagi-lagi harus buruh/pekerja itu sendiri, mau sampai kapan budaya tersebut terjadi? Belum lagi terbatasnya upah pekerja/buruh karena adanya PP 78 Tahun 2015. Pemerintah yang buat aturan, yang jadi korban bukan mereka (pemerintah.red) tapi buruh.

KSPI Jawa Timur berharap pemerintah yang ada di Jawa Timur bisa menerima aspirasi yang di suarakan oleh para wakil pembawa suara pekerja/buruh ini, dimana aspirasi ini memiliki cukup dasar yang memang relevan, sesuai dengan data yang ada dilapangan.

“KSPI Jawa Timur segera akan melakukan aksi, untuk membawa isu tuntutan penambahan item peningkatan KHL ini, agar segera bisa di putuskan oleh pemerintah provinsi.” tambah Jazuli.

(Mu’is – Surabaya)

Pos terkait