Kenaikan Upah 2020: “Tanpa Perundingan, Tiba-Tiba Muncul Angka”

Purwakarta, KPonline – Minggu, 20 Oktober 2019. Mendorong pendapatan para pekerja sesuai angka riil dalam memenuhi kebutuhan hidup merupakan hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah dan untuk pencapaian ke hal tersebut, pemerintah mencoba dengan program kebijakan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dan merupakan salah satu program kebijakan yang dibuat bagi pekerja dan pengusaha dimana untuk selanjutnya PP tersebut digunakan sebagai formula kenaikan upah di Indonesia.

Sejak terbit 2015 yang lalu, PP 78/2015 tentang Pengupahan adalah landasan dalam menentukan besaran kenaikan upah minimun disetiap tahun. Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan pertimbangan soal inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Kenaikan upah yang ditentukan sepihak oleh pemerintah pusat tersebut sangatlah tidak berkeadilan, karena tanpa perundingan yang biasanya dilakukan terlebih dahulu di Dewan Pengupahan.

Bacaan Lainnya

Pada tahun 2018 angka pertumbuhan ekonomi bergerak pada 5,17%, namun memasuki 2019 angka pertumbuhan ekonomi kembali ‘nyungsep’ ke angka 5,08%. Kenapa pertumbuhan ekonomi bisa menurun? Ketika angka riil kebutuhan hidup pekerja tidak terpenuhi, menyebabkan daya beli buruh atau masyarakat akan menurun. Akibat dari hal tersebut, laju pertumbuhan ekonomi pada akhirnya akan bergerak lambat karena roda perekonomian tidak lagi berjalan seimbang. Bahkan akibat dari hal tersebut bisa saja untuk selanjutnya akan menyebabkan perusahaan gulung tikar. Kenapa gulung tikar? singkatnya, barang produksi mereka tidak akan laku di pasaran akibat dari menurunnya daya beli.

Setelah pihak Pemerintah melalui Kementrian Ketenagakerjaan menyampaikan kenaikan upah minimum untuk tahun 2020 adalah sebesar 8,51%. Dalam kunjungan silahtuhrahmi ke Kantor Konsulat Cabang FSPMI Purwakarta pada jumat lalu (18/10), Obon Tabroni selaku anggota DPR-RI ikut angkat bicara atas hal tersebut.

“Seharusnya ada perundingan terlebih dahulu di Dewan Pengupahan antara pemerintah, pengusaha dan pekerja sebelum menentukan atau memutuskan angka kenaikan upah. Ini tanpa mekanisme berunding, tiba-tiba muncul angka. Sedangkan angka kenaikan 8,51% tidak sesuai dalam memenuhi kebutuhan hidup riil sesungguhnya bagi buruh untuk selanjutnya,” pungkas Obon kepada awak media perdjoeangan.

Sebelum mengeluarkan nilai kenaikan upah minimum, pemerintah seharusnya perlu mendengar masukan besaran hasil kesepakatan antara pengusaha dan buruh. Namun di balik itu, sebelum menentukan nilai kenaikan, pemerintah juga perlu melakukan survey kebutuhan hidup layak (KHL) di pasar terlebih dahulu.

Pos terkait