Kembang Mokom

Bogor, KPonline – Mobil komando menjadi semacam ikon dari sebuah perjuangan bagi kaum buruh, atau pun bagi kaum gerakan yang lainnya. Seperti gerakan mahasiswa, petani, nelayan, kaum miskin kota, pelajar dan juga bagi aksi-aksi dengan pengerahan massa aksi. Dan mobil komando akan terasa hambar tanpa kehadiran seorang orator, yang berdiri diatasnya.

Ucapan, narasi, dan rangkaian kata-kata dari sang orator, bisa menjadi magnet dari pengerahan massa aksi. Bahkan, bisa dikatakan, orator adalah sebagian dari ruh sebuah gerakan massa aksi. Karena tanpa kehadiran orator, sebuah pengerahan massa aksi laksana sayur tanpa garam. Hambar, tak berasa apa-apa.

Sebagai kembang mokom, orator handal akan memiliki kemampuan untuk mengarahkan massa aksi, apa yang harus dilakukan, apa saja yang perlu dipikirkan, dan hal-hal yang lainnya. Penyampaian kata demi kata yang argumentatif, dan pemilihan diksi yang tepat, adalah salah satu syarat seorang orator untuk bisa menjadi kembang mokom. Karena seorang orator, belum tentu bisa disebut sebagai kembang mokom, jika belum mampu menguasai jalan pemikiran dari seluruh massa aksi yang hadir.

Kemampuan seorang kembang mokom, dalam menguasai jalan pemikiran dan cara berpikir massa aksi, dapat dilihat dari berapa jumlah kepala yang memperhatikan orasi dari seorang orator. Seberapa fokus massa aksi untuk terus melihat, menyaksikan, memperhatikan kalimat demi kalimat yang dilontarkan oleh orator tersebut.

Karena tidak semua orator mampu “mengambil hati” massa aksi. Sehingga dibutuhkan kemampuan dalam olah wicara dan juga olah jiwa. Karena biasanya, seorang orator yang mampu mengolah jiwanya, memiliki kesempatan lebih besar dalam mempengaruhi kejiwaan massa aksi. Olah wicara, mungkin bisa dilatih, setiap hari bahkan setiap saat. Akan tetapi, seorang orator handal yang memiliki kemampuan olah jiwa, setidak-tidaknya, akan menyentuh permukaan jiwa dari massa aksi yang mendengarkan narasi dan lontaran kata-kata.

Bagaimana jika seorang kembang mokom, berbicara tanpa adanya mobil komando, tanpa dirinya sedang berdiri diatasnya? Mungkin itu akan menjadi lain soal, beda ruang debatnya dan berbeda pula ranah pembahasannya. Orator yang berorasi tanpa berdiri diatas mokom, mungkin akan seperti seorang ksatria gagah berani tanpa seekor kuda. Tapi bagi seorang kembang mokom, adanya mobil komando atau pun tidak, menyampaikan narasi dan kata-kata kepada massa aksi seperti semacam panggilan jiwa, tanpa syarat apapun juga. (RDW)