Kabiro Media Perdjoeangan Bekasi Serahkan Merchandise Kepada Konsulat Cabang

Bekasi, KPonline – Sehubungan telah dilaksanakannya pameran foto dalam rapat kerja daerah (rakerda), Media Perdjoeangan Bekasi memberikan merchandise berupa foto para pimpinan PC dan KC yang menyebut dirinya ‘Pendowo Limo’ hasil jepretan Media Perdjoeangan Bekasi. Foto pimpinan FSPMI Bekasi berbingkai tersebut diserahkan kepada ketua KC FSPMI Bekasi pada Jum’at, 3 Mei 2024.

Penyerahan foto para pimpinan FSPMI Bekasi diberikan langsung oleh Kabiro Media Perdjoeangan Bekasi Wiwik Aswanti. “Kami hanya bisa memberikan merchandise hasil jepretan kawan media perdjoeangan Bekasi. Semoga berkenan,” kata Wiwik Aswanti.

Ketua KC FSPMI Bekasi Sukamto menerima foto tersebut didampingi ketua DPW FSPMI Jawa Barat Suparno yang juga ketua PC SPAMK FSPMI Bekasi dan Staf KC FSPMI Bekasi Suparman.

Ia mengucapkan banyak terima kasih atas pemberian foto tersebut. “Terima kasih atas pemberian kenang-kenangan (merchandise) dari kawan-kawan media perdjoeangan,” ucap Sukamto singkat.

Sebuah idiom dalam bahasa Inggris yang menyebutkan “Sebuah gambar bernilai seribu kata” – Sebuah gambar/foto sama dengan seribu kata.

Dan, tentunya tidak mungkin seribu kata yang ditulis percuma kalau tidak untuk menyampaikan sesuatu. Seribu kata yang disusun dengan baik akan membentuk cerita atau dalam istilah kerennya artikel.

Jadi, itulah makna dari idiom bahasa Inggris tersebut bahwa sebuah foto adalah cerita.

Dihubungi terpisah, Sekretaris Media Perdjoeangan Bekasi Edy Purnomo, salah satu punggawa media perdjoeangan yang sudah memiliki sertifikasi profesi dari LSP BNSP sebagai fotografer kepada koran perdjoeangan menjelaskan memang pada awalnya sebuah foto hanyalah sebuah cerita yang lahir dari ide seorang fotografer, alias si pemotret.

“Hanya satu ide dan satu cerita saja. Itulah yang terekam dalam sebuah foto, meskipun demikian, seorang fotografer tidak boleh, dan ia tidak dapat membatasi interpretasi mereka yang melihatnya,” ungkap pria yang sering disapa Eddo.

Lebih lanjut ia mengatakan boleh memiliki sebuah cerita yang ingin disampaikan, tetapi ia tidak bisa mencegah lahirnya ide baru. “Fotografer juga tidak berhak melarang orang untuk menerjemahkan fotonya dalam sebuah cerita lain yang berbeda dengan ide dasarnya,” kata dia.

Fotografi adalah dunia yang demokratis, bisa jadi mereka yang melihat sebuah foto akan “membuat” ceritanya sendiri sesuai dengan sudut pandangnya dan apa yang ditangkapnya dari sebuah foto. Kemudian, si pelihat itupun dapat menceritakan kembali dalam berbagai versi dan gaya sesuai dengan keinginannya. “Tidak ada yang bisa mencegah, itulah mengapa dari sebuah foto, bisa lahir banyak cerita,” pungkasnya. (Yanto)