Jamkeswatch Rencanakan Gugat Perpres 82 Tentang Jaminan Kesehatan

Gresik, KPonline – Dari salah satu hasil Rapat Rutin Wilayah yang berlangsung di Gresik (08/03/2020), terungkap rencana Jamkeswatch Jawa Timur akan menggugat Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan.

Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Nurrudin Hidayat selaku Sekretaris DPW Jamkeswatch Jawa Timur saat dikonfirmasi oleh awak media.

“Dari hasil mitigasi dan evaluasi Jamkeswatch, kita berencana melakukan gugatan terhadap Peraturan Presiden No.82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.”

Lebih lanjut Nuruddin menjelaskan, bahwa dalam Perpres 82/2018 tersebut terdapat inkonsistensi dan disharmoni regulasi dengan peraturan perundangan yang terkait lainnya. Setelah mendengar berbagai masukan dan pandangan para relawan dari berbagai daerah, maka disimpulkan dan disepakatilah rencana tersebut.

Inkonsistensi yang dimaksud terdapat pada pasal 42 ayat (1) yang menyebutkan :

“Dalam hal Peserta dan/atau Pemberi Kerja tidak membayar Iuran sampai dengan akhir bulan berjalan, maka penjaminan Peserta diberhentikan sementara sejak tanggal 1 bulan berikutnya.”

Sedangkan dalam UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS mengamanatkan bahwa teknis pembayaran iuran merupakan tanggung jawab pemberi kerja, sebagaimana tercantum dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) UU No. 24/2011 yang menyebutkan :

”(1) Pemberi Kerja wajib memungut Iuran yang menjadi beban Peserta dari Pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS.”

”(2) Pemberi Kerja wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS.“

Pada pasal tersebut jelas menyatakan kewajiban Pemberi kerja yang harus memotong iuran dari upah pekerja/buruh, dan kewajiban Pemberi Kerja pula yang harus menyetor iuran tersebut kepada BPJS.

“Logika keadilannya dimana? ketika yang mempunyai kewajiban (Pemberi Kerja) tidak menjalankan kewajibannya, namun pihak lain (Pekerja) yang menerima hukumannya.” Tegas Nuruddin.

Memang didalam Pasal 42 ayat (2) Perpres 82 Tahun 2016 mengatur tentang kepesertaan BPJS Kesehatan pekerja/buruh yang non aktif sementara karena adanya tunggakan iuran, apabila pekerja/buruh tersebut membutuhkan pelayanan kesehatan maka biaya pelayanan kesehatan tersebut menjadi tanggung jawab pemberi kerja.

Namun fakta di lapangan membuktikan lain, implementasi Pasal 42 ayat (2) tersebut tidaklah sepenuh berjalan dengan baik, terutama untuk pekerja/buruh yang sedang berselisih dengan Pemberi Kerja.

Jamkeswatch banyak menemukan Pemberi Kerja yang enggan menanggung biaya pelayanan kesehatan pekerjanya yang sedang membutuhkan perawatan di fasilitas kesehatan, ketika pekerja/buruh tersebut kepesertaan BPJS nya non aktif karena ada tunggakan iuran.

Timbul pertanyaan kemudian, siapa yang menagih dan memaksa Pemberi Kerja agar menanggung biaya layanan kesehatan untuk pekerja/buruh yang kepesertaan BPJS Kesehatannya non aktif karena ada tunggakan iuran?

Disisi lain pekerja/buruh tersebut harus dengan segera mendapatkan layanan kesehatan. Apakah fasilitas kesehatan bersedia dihutang dulu? selagi pekerja/buruh tersebut “memohon” kepada pemberi kerja agar menanggung biaya perawatan di fasilitas kesehatan itu.” lanjutnya dengan kesal.

Menurut Udin Perpres tersebut seolah-olah mengadu domba antara pekerja/buruh dengan pemberi kerja. Tentu hal tersebut tidak adil bagi pekerja/buruh yang posisinya lemah dibanding dengan pemberi kerja. Seharunya negara hadir, dengan memberikan pembiayaan terlebih dahulu terhadap pekerja/buruh yang kepesertaan BPJS Kesehatannya non aktif karena ada tunggakan iuran. Untuk kemudian negaralah yang menagihkan pembiayaan tersebut kepada Pemberi Kerja.

“Terserah mekanisme pembiayaan negara tersebut nantinya seperti apa, Apakah diambilkan dari APBN/APBD ataukah dari pembiayaan BPJS KKesehatan. Yang terpenting pekerja/buruh mendapatkan pelayanan kesehatan, dan faskes pun ada kepastian penjaminan/pembayaran klaimnya.” Tutupnya.

Dalam waktu dekat jamkeswatch Jawa Timur akan berkoordinasi dengan Dewan Pimpinan Nasional dan Lembaga Bantuan Hukum untuk menindaklanjuti hasil rapat wilayah.

Rapat rutin itu sendiri dihadiri oleh 25 pengurus Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Jamkeswatch dari seluruh Jawa Timur yaitu Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Mojokerto, Tuban, Nganjuk, Banyuwangi, Task Force Lamongan, Task Force Madiun dan tentunya Gresik sebagai tuan rumah.

Ipang