Jadi Aktivis Buruh Itu Nggak Enak

Bogor, KPonline – “Jadi aktivis buruh itu gak enak, Bang. Lebih banyak pahitnya ketimbang manisnya. Udah ngelakuin yang benar aja masih dianggap gak bener. Apalagi ngelakuin yang salah, bisa-bisa seluruh dunia sampe akherat caci maki,” ungkap salah seorang kawan ketika berbincang santai sambil meneguk kopi hitam, ditemani sepiring singkong rebus.

Menurutnya, ada 2 (dua) jenis aktivis buruh yang hingga saat ini masih terus bergerak dan berjuang, meskipun minim dukungan dari organisasi serikat buruh/serikat pekerja yang menaunginya.

Yang pertama adalah aktivis buruh yang masih bekerja dan dengan rela meluangkan waktu, dan bahkan mengorbankan waktu dan pekerjaannya demi bergeraknya roda organisasi. Dan yang kedua, aktivis buruh yang sudah tidak bekerja, mantan buruh, akan tetapi masih terus bergerak dan berjuang demi kesejahteraan kaum buruh.

Aktivis buruh yang masih bekerja, untungnya masih mendapatkan upah di setiap bulannya, dan seringkali pula mengorbankan waktu, tenaga, pikiran dan tidak jarang merogoh kocek pribadi untuk kegiatan organisasi. Lebih sibuk menjalankan tugas-tugas organisasi, jika dibandingkan dengan pekerjaannya sebagai buruh disebuah perusahaan. Bahkan banyak yang dari mereka masih tetap menjalankan rutinitas mereka sebagai buruh, sebagai pekerja.

Bukankah disetiap perusahaan yang ada serikat pekerja/serikat buruhnya memberikan kesempatan kepada buruh-buruhnya untuk melaksanakan kegiatan dan atau tugas organisasi? Dispensasi untuk melaksanakan kegiatan dan atau tugas organisasi serikat pekerja/serikat buruh, di sebagian kecil perusahaan terkadang dipersilahkan atau diberikan.

Akan tetapi hal tersebut tidak akan mampu mengimbangi dengan padatnya agenda kegiatan dan atau tugas organisasi.

Di sebagian besar perusahaan, dispensasi untuk melaksanakan kegiatan dan atau tugas orgaanisasi, tidak dapat terus diberikan. Para aktivis buruh tersebut tidak akan selalu, secara terus-menerus akan mendapatkan dispensasi tersebut.

Misalkan saja disaat mereka menjalankan tugas dan atau kegiatan organisasi sejak pagi hingga malam, dan disaat malam harinya harus tetap menjalankan rutinitas bekerja sebagai kaum pekerja. Terbayang nggak sih, istirahatnya kapan?

Apalagi ditambah dengan harus meninggalkan waktu bersama keluarga, Bahkan tidak jarang banyak anak-anak aktivis buruh sering menanyakan “dimana ayahnya” yang sangat jarang sekali meluangkan waktu untuk keluarga.

“Jangan sampe, pas kita ketuk pintu rumah, anak kita keluar sambil bilang, mau cari siapa Om?” Kelakar laki-laki yang akrab disapa dengan panggilan Kipung ini.

Hampir serupa dengan cerita diatas, aktivis buruh yang sudah tidak lagi bekerja hampir sama. Tapi yang membedakan adalah, mereka tidak lagi mendapatkan upah.

Mereka tidak memiliki rutinitas sebagai buruh atau pekerja. Akan tetapi, yang mereka rasakan lebih pahit dibanding mereka yang masih bekerja. Waktu bersama keluarga, hampir hilang ditelan tugas-tugas dan kegiatan organisasi. Tidak jarang pula, mereka terkadang mengeluarkan uang dari kocek pribadi.

“Yang sangat pahit bagi mereka, para aktivis buruh yang sudah tidak bekerja, mereka sudah tidak mendapatkan upah,” lanjut salah seorang pengurus Pimpinan Cabang SPL.FSPMI Bogor ini.

“Bersyukurlah kita sebagai kaum pekerja, kaum buruh, masih ada oang-orang seperti mereka yang masih peduli dengan nasib kaum buruh. Mereka masih terus memperjuangkan nasib kaum buruh di negeri ini. Bayangkan jika kita semua sebagai pekerja aktif tidak mampu bergerak, senyap tanpa ada pergerakan sama sekali, dan tidak ada orang-orang seperti mereka yang memperjuangkan nasib kita,” lanjutnya sambil meneguk kopi hitam 3 ribuan.

Saat ini betapa kerasnya penindasan-penindasan yang dilakukan oleh oknum-oknum pengusaha dan oknum-oknum pejabat pemerintahan tanpa ada perlawanan. Jangan biarkan orang-orang seperti mereka menghilang dengan sendirinya. Tanpa kita sadari banyak hasil perjuangan yang telah mereka lakukan dan kita nikmati. Dan seringkali mereka lakukan itu tanpa kita ikut berjuang. Perhatikan mereka, walaupun hanya sekedar dengan ucapan, terima kasih.

Penulis: Mulyana

Editor: RDW