Ironi Pasar Rakyat vs Pemimpin yang Pro Rakyat

Bogor, KPonline – Mayoritas pengunjung Pasar Rakyat, hampir bisa dipastikan berasal dari kaum buruh, kaum pekerja, kaum miskin kota, kaum marjinal dan kaum proletariat yang lainnya. Tapi bukan berarti kaum buruh, kaum miskin kota, kaum marjinal ataupun kaum proletariat lainnya tak mampu ke Dunia Fantasi Ancol, Jungle Land Bogor, ataupun tempat-tempat rekreasi yang mahal lainnya.

Hanya saja, kami membutuhkan sedikit waktu lebih lama untuk menabung, untuk dapat mencicipi hiburan mahal tersebut.

Akan tetapi, salah satu faktor yang membuat kami harus berbuat sedemikian rupa tersebut, dikarenakan upah atau pendapatan kami hanya sebatas hanya untuk mencukupi kebutuhan makan dan kebutuhan pokok saja.

Kalau pun untuk urusan rekreasi ataupun hiburan sekedarnya, cukuplah ke Pasar Rakyat atau yang biasa kami sebut dengan Pasar Malam. Sebuah pasar dadakan yang menghadirkan hiburan murah meriah, dan tak perlu merogoh kocek dalam-dalam.

Memasuki 2019, besar harapan kami, ada pergantian rezim penguasa pemerintahan yang lebih berpihak kepada rakyat. Pro-Rakyat tentunya.

Sebagai rakyat, pemilik kekuasaan yang tertinggi di negeri ini, mempersilahkan setiap orang yang mempunyai integritas tinggi dalam menjalankan roda pemerintahan, untuk berkompetisi secara sehat menjadi pemimpin di negeri ini.

Toh, yang kami inginkan hanyalah pemimpin yang jujur, adil, bijaksana dan pada akhirnya pemimpin tersebut dapat kami percaya..

Rezim pemerintahan yang saat ini berkuasa telah gagal menjadi pemimpin yang adil di negeri ini. Mandat yang telah diberikan oleh rakyat pun akan segera berakhir, dan pada akhirnya kekuasaan akan dikembalikan kepada rakyat kembali.

Pergantian kekuasaan, pergantian rezim, seringkali menimbulkan konflik horizontal di kalangan bawah, kalangan rakyat tentunya yang kami maksud. Dan sudah barang tentu, rakyatlah yang pada nantinya akan menjadi korban.

Sebagai rakyat kecil, kami hanya seringkali bertanya-tanya, apakah harus selalu terjadi seperti itu ?

Sekedar menengok masa lampau, dimana masa kejayaan para Khulafaur Rasyidin ditoreh dengan tinta emas, diatas buku peradaban. Mereka, para tokoh Khulafaur Rasyidin yang ditunjuk oleh rakyat, atau diminta oleh rakyat untuk menjadi pemimpin, sangatlah ketakutan.

Mereka berusaha sekuat tenaga agar tidak dipilih, mengelak dengan berbagai alasan agar tidak diminta dan dipilih untuk menjadi seorang pemimpin. Bukan karena mereka tak mampu dalam menjalankan roda pemerintahan, atau malu berdiri dan berbicara didepan orang banyak sebagai seorang pemimpin. Akan tetapi, mereka takut untuk mempertanggung jawabkan “kepemimpinan” mereka di Yaumul Akhir nanti.

Tanggung jawab seorang pemimpin sangatlah berat. Sebab pemimpin adalah orang yang pertama kali dihisab dan ditanya, “Apakah sebagai pemimpin kamu telah berlaku adil kepada rakyatmu ?”

Tapi apa lacur, zaman berubah dan berganti, roda kehidupan pun terus berputar dan kepribadian setiap manusia pun berubah-ubah. Banyak manusia berlomba-lomba untuk menjadi pemimpin.

Agar hasrat duniawi mereka terpenuhi, agar bisa menikmati kenikmatan sesaat dunia. Menjadi pemimpin hanya agar kepentingan dirinya terlaksana, dengan menguasai aturan dan perundang-undangan.

Di saat ini banyak manusia yang ingin menjadi anggota legislatif, agar bisa mendapatkan kesempatan untuk membuat aturan dan perundang-undangan yang menguntungkan dirinya dan golongannya.

Pun ada manusia yang ingin menjadi Presiden, agar bisa menguasai negara, menguasai sumber daya manusia dan sumber daya alamnya, agar bisa menguntungkan dirinya dan golongannya. Hanya untuk menguntungkan dirinya dan golongannya.

Pada 17 April 2019 yang akan datang, akan ada sebuah momentum besar dan bersejarah bagi negeri ini. Penyelenggaraan Pemilu Raya akan digelar, dan setiap hak konstitusi perorangan pun akan mampu menentukan arah dan jalan kehidupan bangsa besar ini.

Maka pilihlah calon pemimpin yang memang benar-benar pro-rakyat, dan pilihlah anggota legislatif yang mampu menyuarakan suara rakyat. Karena sebagai rakyat, pemilik kekuasaan yang tertinggi ada ditangan rakyat.

Negeri ini bukanlah Pasar Rakyat atau Pasar Malam, yang hanya menyajikan hiburan sesaat. Akan tetapi jauh lebih dari itu. Negeri ini membutuhkan seorang pemimpin yang mampu “menghibur” rakyatnya dengan harga-harga kebutuhan pokok yang murah, bukan hanya sekedar sungging senyum yang murahan.

Negeri ini membutuhkan seorang pemimpin yang mampu menaikkan daya beli dan mensejahterakan rakyat, bukan hanya sekedar menurunkan harga-harga ketika tiba di pasar, lalu naik kembali ketika dia menghilang. Kami membutuhkan pemimpin.

Pilihlah pemimpin yang benar-benar merakyat, bukan yang pura-pura merakyat. Pilihlah pemimpin yang mampu bekerja dengan baik dan benar, bukan yang pura-pura bekerja. Pilihlah pemimpin yang sesungguhnya pemimpin, bukan penguasa.