IndustriALL Indonesia Council Selenggarakan Dialog Interaktif Revolusi Industri 4.0

Jakarta, KPonline – IndustriALL Indonesia Council akan menyelenggarakan diskusi interaktif bertema “Memahami Tantangan Revolusi Industri 4.0 dari Sudut Pandag Ketenagakerjaan” di Jakarta pada hari Jum`at (19/10/2018).

Dalam kerangka acuan yang diterima redaksi Koran Perdjoeangan, disebutkan bahwa diskusi mengenai Revolusi Industri 4.0 pada umumnya didominasi oleh hal-hal kemajuan teknologi dan keuntungannya untuk pasar ekonomi. Hal-hal terkait dampak sosial dari Revolusi Industri 4.0 disayangkan sampai sekarang ini masih kurang mendapat perhatian luas.

Jika Revolusi Industri 1, 2 dan 3 diyakini telah meningkatkan kesempatan kerja dan menghasilkan hal yang dikenal sebagai “social welfare” di negara-negara maju, maka ada kekuatiran bahwa Revolusi Industri 4.0 akan berdampak sebaliknya. Diharapkan dialog interaktif ini bisa membangun kesepahaman akan dampak sosial dari Revolusi Industri 4.0 dan mendoron pemikiran-pemikiran konstruktif dari berbagai pihak untuk menanggapi situasi dan kekuatiran yang ada.

German Artificial Intelligence Research Insitute di Jerman adalah organisasi yang pertama kali mencetuskan terminologi Revolusi Industri 4.0 denganciri-ciri utama seperti perkembangan digital pesat, sistem sensor yang semakin kuat dan murah, dan kecerdasan kognitif yang kian canggih.

Tidak dapat dipungkiri bahwa keunggulan teknologi modern berbasis digital ini sangat menjanjikan untuk ditiru pasar global, selain karena diyakini bisa menekan harga produksi juga dinilai berdampak positif pada ekosistem. Khususnya yang diunggulkan saat ini untuk Indonesia adalah “smart factories” yang memungkinkan koneksi fleksibel antara sistem virtual dan non-virtual dalam menetapkan produk- produk yang bersifat personil atau kostumisasi.

Inovasi tidak hanya terjadi sangat cepat dan memiliki daya jangkau, juga berlapis-lapis, murah, terintegrasi oleh internet, dan sangat ditentukan oleh kecerdasan buatan. Secara ekonomi, Revolusi Industri 4.0 diyakini telah merubah semua pasar ekonomi secara mendasar, khususnya dalam hal menurunkan biaya operasional dalam segala produksi.

Sebuah survei terbaru yang dilakukan oleh perusahaan riset pasar dan konsultan terkemuka IDC yang bertajuk “IDC Asia / Pacific Enterprise Cognitive / AI survey”1 menyoroti Indonesia sebagai negara Asia Tenggara tertinggi dalam hal adopsi Artificial Intelligence (AI) di pasar ekonomi.

Setidaknya 24,6% perusahaan Indonesia telah mengadopsi AI, bandingkan dengan Singapura hanya 9,9%, dan Malaysia (8,1%). AI di Asia Tenggara paling banyak dimanfaatkan untuk peramalan pasar algoritmik (17%), dan manajemen aset dan infrastruktur otomatis (11%).

Dari sudut pandang sosial, Revolusi Industri 4.0 membawa beberapa kekhawatiran serius:

1. Revolusi Industri 4.0 dikuatirkan memperdalam jurang kesejahteraan. Kemudahan layanan yang diterima konsumen berbanding terbalik dengan perlakukan terhadap pihak penyuplai produk dan layanan seperti buruh dan produsen dikarenakan pemotongan biaya ekstrim untuk produksi. Lagi-lagi penyuplai kapital intelektual dan keuangan, innovator, investor dan pemilik saham yang diuntungkan, meninggalkan pekerja (fabrik) sebagai bagian yang terlemah.

2. Efek platform sebagai agen Revolusi Industri 4.0 mengacuhkan segala resiko sosial, menghilangkan perlindungan kepastian kerja, jaminan dan hak atas kesejahteraan pekerja di rantai produksi. Efek platform digital yang berfungsi membanding-bandingkan penjual, pembeli dan produk-produk dan berujung pada sentralisasi pengaruh dan dominasi pasar hanya di segelintir orang hanya menguntungkan secara sepihak, yaitu konsumen. Sementara konsumen menikmati nilai tambah – kenyamanan dan harga murah – pihak produksi/ pabrik justru dikucilkan dan tidak mendapatkan kepastian jaminan sosial yang merupakan hak warga negara.

Dialog diharapkan dapat merespon asumsi-asumsi berikut:

1. Revolusi Industri 4.0 menciptakan lapangan kerja yang lebih sedikit daripada revolusi industri terdahulu, berakibat pada pengurangan jumlah lapangan kerja

2. Revolusi Industri 4.0 mereduksi kepastian kerja, khususnya di sektor-sektor manufaktur, konstruksi, call centre, retail, administrasi dan perakitan (fenomena gig-economy)

3. Revolusi Industri 4.0 menciptakan ketimpangan sosial yang semakin dalam pemilik modal dan pemilik tenaga/ produksi

4. Revolusi Industri 4.0 melemahkan posisi tawar Serikat Pekerja dalam membela hak dan kepentingan pekerja