Indonesia Terancam Darurat Sampah, Butuh Solusi, Percepatan & Penanganan Kongkrit

Bekasi, KPonline – Indonesia dalam darurat sampah dan menjadi ancaman untuk kita semua. Sangat minimnya kepedulian dan pengetahuan tentang pengelolaan sampah menjadi salah satu permasalahan tersendiri sehingga menumpuk nya sampah di TPA (Tempat Pembuangan Akhir).

Kondisi sampah Indonesia termasuk ke dalam 10 negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Kota metropolitan dan kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, adalah kontributor penyumbang sampah terbesar. Rata-rata produksi sampah harian di kota metropolitan (jumlah penduduk lebih dari 1 juta jiwa) sebesar 1.300 ton dan kota besar (jumlah penduduk 500 ribu – 1 juta jiwa) adalah sebesar 480 ton.

Menurut hasil studi di tahun 2008 yang dilakukan oleh KLHK, pola pengelolaan sampah di Indonesia sebagian besar diangkut dan ditimbun di TPA (69%). Sisanya sampah tersebut dikubur (10%), dikompos dan didaur ulang (7%), dibakar (5%), dibuang ke sungai (3%), dan sisanya tidak terkelola (7%). Dengan 69% sampah yang dihasilkan hanya ditimbun di TPA dan produksi sampah harian mencapai ratusan ribu ton, tidak heran kalau dalam waktu dekat tumpukan sampah di Indonesia bisa menyaingi tinggi Candi Borobudur. Permasalahan lain akan muncul ketika TPA sudah tidak lagi mampu menampung sampah-sampah tersebut. Sampah akan tersebar di lingkungan tempat tinggal dan bisa mencemari lingkungan. Lingkungan yang tercemar dan kemudian akan menimbulkan penyakit.

Edvin Gunawan Ketua Koalisi KAWALI Indonesia Lestari Provinsi Jawa Barat Sebagai Pemerhati lingkungan, menyampaikan bahwa saat ini jumlah timbulan sampah nasional pada 2020 mencapai 67,8 juta ton. Edvin menjelaskan, “Jika kita tidak melakukan kebijakan dan upaya-upaya yang extra ordinary effort maka diperkirakan sampah akan menjadi ancaman serius untuk indonesia”. “Penyelesaian nya harus holistic dan dari hulu sampai dengan hilir”, lanjut Edvin.

Salah satu provinsi yang menyumbang sampah terbanyak adalah DKI Jakarta,TPA DKI Jakarta nya ada nya di Provinsi jawa barat. Dilokasi itu juga tidak berjauhan ada TPA sumur batu untuk Kota bekasi dan TPA Burangkeng untuk Masyarakat Kabupaten Bekasi. Jakarta menghasilkan sampah 7.702 ton/hari di Tempat Penampungan Sampah Terpadu Bantargebang, Bekasi.

Sedangkan produksi sampah di Jawa Barat mencapai 27.000 ton/hari. Belum optimalnya pengurangan dan pengolahan sampah berpotensi yang bakal terus bertambah seiring dengan pertumbuhan demografi dan kegiatan ekonomi baik di Jakarta maupun di Jawa Barat.

TPA (TPST) Bantar Gebang yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, beroperasi sejak tahun 1989, dengan luas lahan 113,15 hektare yang terdiri dari landfill 81,40 hektare dan sarpras 23,30 hektare. TPA Sumur Batu terdiri atas 6 zona, 4 di antaranya sudah penuh, sementara 2 zona tersisa dapat menampung sampah, tetapi akan penuh dalam waktu beberapa bulan saja, dalam sehari 700-900 ton sampah dibuang. Tiap zona di TPA Sumur Batu seluas 3,5 hektare, sementara luas keseluruhan TPA mencapai 21 hektare. Hanya Zona 5 dan Zona 6 yang asih dapat menampung sampah. Sekitar 1 km dari Sumur Batu, berdiri TPA Burangkeng, Kabupaten Bekasi, seluas 11,6 ha.

Edvin pun menambahkan bahwa TPA itu sendiri menyumbang permasalahan. “TPA itu sendiri menyumbang permasalahan apalagi pengelolaannya yang buruk. Dampak negatif tersebut adalah dihasilkan timbulan gas dan lindi yang sangat berpotensi merusak lingkungan. Risiko lingkungan ini muncul jika Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) tidak mampu mengolah lindi sehingga melebihi standard baku mutu serta lapisan dasar TPA yang tidak memenuhi syarat sehingga lindi merembes kedalam tanah”.

Dampak lain nya juga, resiko terhadap kesehatan yang sangat tinggi, pencemaran udara, pencemaran air tanah, berkurangnya estetika lingkungan dan pencemaran air permukaan yang disebabkan adanya timbulan gas, aliran lindi, rembesan lindi pada tanah serta bau bahkan juga yang mengalir ke sungai. Belum lagi TPA / TPST yang sering kemasukan Limbah-Limbah Berbahaya (B3), yang saat ini marak temuan limbah medis di masa pandemik Covid19 seperti masker dan jarum suntik serta lain nya. Hal itu juga butuh penertiban dan solusi yang kongkrit dari hulu sampai dengan hilir (Holistic).

Penanganan sampah yang Holistik sering di utarakan oleh Bunda Sri Bebassari dengan 5 Aspek nya. “Kita sangat setuju dan mendukung beliau, aspek hukum, aspek kelembagaan, aspek keuangan, aspek sosial dan budaya, aspek teknologi. Kami banyak belajar dengan bunda terkait dengan kebijakan dan penanganan serta solusi yang holistic”, jelas Bunda Sri Bebassari dari pimpinan Kawali Pusat.

Sampah sebagai ancaman, manajemen penanganan dan tata kelola pengelolaan sampah yang kita liat saat ini gagal untuk mengurangi jumlah sampah di TPA dengan segala permasalahannya, semakin dibiarkan maka akan semakin menggunung, Hampir semua TPA penuh dan tidak sanggup menampung sampah lagi. Pemerintah harus segera ambil kebijakan dan langkah kongkrit untuk percepatan solusi persampahan.

“Kami mendukung tehnologi yang ramah Lingkungan (EBT), TPA sudah seharus nya menjadi Industri Persampahan, dengan Tata kelola yang baik dan di dukung oleh tehnologi yang berbasis Ramah Lingkungan agar tercipta dan berlangsung nya energi yang berkelanjutan (Waste to Energy). Pengelolaan sampah Tehnologi Biomassa menjadi energy dengan Metode Gasifikasi Plasma merupakan jawaban dari percepatan Penanggulangan sampah. Memang Pada Akhirnya semua harus mengambil peran untuk menyelesaikan Permasalahan Sampah ini, dari hulu sampai dengan hilir dengan holistic,” pungkas Edvin.

Penulis : Edvin
Editor : Chandra
Foto : Edvin