Honorer Minta Kesejahteraannya Ditingkatkan

Jepara, KPonline – Para Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang tergabung dengan FK GTT dengan Ketua Sutikno yang notabene sebagai Ketua I Honorer Kategori II Kabupaten Jepara memimpin dalam audensi. Dia berharap, mendapatkan kesejahteraan atau upah mengajar setara dengan upah minimum kabupaten (UMK).

Harapan ini mereka suarakan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jepara.

Bacaan Lainnya

Dalam kesempatan itu, audiensi dipimpin Ketua Komisi C Nur Hidayat bersama seluruh anggota komisinya. Hadir juga Uzlifatul Fuaidah (Komisi A), dan Moh Sirodj (Komisi B).

Dari unsur eksekutif hadir Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Jepara Diyar Susanto, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Agus Tri Harjono, Kabag Kesra Setda Jepara Suhendro. Hadir pula Ketua Dewan Pendidikan Daerah Jepara Subandi.

Sementara itu, ratusan GTT dan GTT mengikuti aksi ini.

FK GTT memohon agar skema insentif honorarium/Kesejahteraan tahun 2018 dan 2019 dievaluasi sehingga ada perubahan.

“Kami mohon agar tahun 2020 diberikan honor/Kesejahtran setara UMK Sebagai Pegawai Non PNS di Kabupaten Jepara Serta dibuatkan Perda ( Peraturan Daerah Terkait Tenaga Honorer Kategori II),” kata Ketua II FK GTT Kabupaten Jepara Eko Purwanto ( Eko Boyo) yang didampingi Imam Suroto.

Imam yang bertanggungjawab dalam pertemuan tersebut menjaga anggota Tenaga Honorer Kategori II agar tetap tertib dalam melakukan audensi

Menanggapi hal ini, Nur Hidayat menyebut akan ikut memperjuangkan agar masalah ini dapat terurai. Hal ini karena perjuangan mendapatkan honor yang layak sudah dilakukan berulang-ulang.

“Kalau kemampuan daerah tidak ada, ya, diadakan,” kata Nur Hidayat yang menyebut besaran honorarium tidak manusiawi. Apalagi hal ini merupakan urusan wajib.

Dia juga menyebut hasil audiensi ini akan langsung dikomunikasikan dengan kementerian.

“Sekretariat DPRD telah mencarikan waktu untuk kami berkunjung ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Mendikbud muda Nadiem Makarim semoga bisa merealisasikan,” kata Nur Hidayat.

Anggota Komisi C Ahmad Solikhin menambahkan, upaya memperjuangkan keinginan GTT PTT didasari pada adanya perbedaan penerapan aturan yang sama antardaerah.

“Hukum dari pusat satu, tapi daerah-daerah menerapkan berbeda. Di Nganjuk, Jawa Timur, guru honorer yang mengabdi di sekolah negeri bisa mengajukan sertifikasi. Dan bisa cair. Di Cirebon Jawa Barat, hal itu tidak bisa dilakukan namun bisa memberi honor Rp3,2 juta,” katanya.

Hal ini dikatakan Solikhin, di antaranya untuk merespon harapan GTT PTT agar bisa menerima honor dari dua sumber, APBD dan BOS. Selama ini, mereka hanya menerima honor dari salah satu sumber tersebut.

Dengan fakta ini, kata dia, daerah mestinya berani mengambil langkah meningkatkan kesejahteraan tenaga honorer.

Daerah Lain Mampu

Nur Hidayat menambahkan, di Bantul, Yogyakarta, dengan jumlah tenaga honorer dan nilai APBD yang sama, daerah itu mampu memberikan kesejahteraan hampir setara UMR.

Di luar soal honor, PTT GTT berharap agar tenaga honorer K2 yang belum lolos passing grade bisa diangkat dalam status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) melalui afirmasi berdasar pengabdian.

Mereka juga berharap PTT penjaga dan administrasi dimasukkan dalam status yang sama. Jika tidak memungkinkan, pemerintah daerah diminta memasukkan mereka sebagai tenaga harian lepas (THL) sebagaimana PTT di Satkordik kecamatan.

Sedangkan untuk memberikan jaminan dan kenyamanan dalam bekerja, pemkab diminta menerbitkan SK bupati ber-Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak bagi GTT PTT Bagi Tenaga Honorer Kategori II.

Pos terkait