Gagah Sahkan UU Cipta Kerja, Kabur di Sidang MK, Partai Buruh: Partai-partai Senayan Pengecut

Ketidakhadiran pihak DPR pada sidang pengujian formil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UUCK), menunjukan watak pengecut partai-partai di Senayan.

Sebagai pemohon Perkara Nomor 50/PUU-XXI/2023, Partai Buruh jelas sangat kecewa atas ketidakhadiran pihak DPR pada sidang uji formil UUCK yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari ini (21/6/2023).

Tindakan DPR itu secara hukum bisa digolongkan sebagai ‘contempt of court’ dalam arti luas. Itu jelas tindakan pelecehan sekaligus penghinaan dari lembaga legislatif kepada lembaga peradilan. Sebab DPR sudah diundang secara patut oleh Mahkamah, tetapi mereka tidak hadir.

Dulu, saat mengesahkan UUCK mereka terlihat sok gagah. Sekarang, saat kami mengajak mereka bertarung di lembaga peradilan, mereka malah kabur.

Watak pengecut partai-partai itu bukan pertama kali ini. Dulu, saat serikat buruh menggugat UUCK jilid pertama di tahun 2020, DPR juga kabur saat digelar sidang. Sekarang kejadian lagi.

Pemerintah pun sama saja. Pada sidang hari ini mereka menyatakan belum siap memberikan keterangan. Padahal, gugatan uji formil UUCK sudah diajukan Partai Buruh hampir 2 bulan lalu, tepat pada perayaan Mayday 2023. Seharusnya mereka sudah pelajari permohonan kami sejak lama. Tapi kenapa sekarang menghindar dan bilang belum siap menjawab?

Akibat ketidakhadiran DPR dan ketidaksiapan pemerintah, Partai Buruh jelas merasa dirugikan. Sebab, dengan diundurnya jadwal penyampaian keterangan dari lembaga pembentuk undang-undang itu, maka jadwal putusan Mahkamah juga otomatis akan mundur. Dampak lanjutannya, pemberlakuan UUCK menjadi semakin lama.

Oleh sebab itu, dengan telah dijadwalkan kembali sidang penyampaian keterangan DPR dan Pemerintah oleh Mahkamah Konstitusi pada tanggal 6 Juli 2023 mendatang, maka Partai Buruh meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk tidak perlu mendengar keterangan DPR dan Pemerintah jika kedua lembaga itu pada sidang berikutnya kembali berulah.

Keterangan DPR dan Pemerintah didalam persidangan bukanlah hal yang mutlak. Sifatnya fakultatif. Boleh didengar, boleh juga tidak didengar oleh Mahkamah. Begitu ketentuannya.

SAID SALAHUDIN – Ketua Tim Kuasa Hukum Partai Buruh