Fuad BM: Jangan Jadi Pecundang. Hadapi Dengan Penuh Keberanian.

Purwakarta, KPonline – “Kami di Purwakarta tetap bersemangat. Justru keluarnya Keputusan Gubernur makin membuat terang benderang, siapa sesungguhnya yang kami hadapi. Dan kami tidak berkecil hati, karena para gladiator dan petarung di Purwakarta akan menghadapi semua ini dengan gagah berani.”

Kalimat ini disampaikan Fuad BM, ketika saya menghubunginya melalui handhone. Di Rabu siang itu (26/7/2017), saya menanyakan apa sikap KC FSPMI Purwakarta terhadap Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561/Kep.644-Yanbangsos/2017 tentang Upah Minimum Industri Padat Karya Tertentu Jenis Industri Pakaian Jadi/Garmen di Daerah Kabupaten Purwakarta Tahun 2017.

“Di sini kami mengajarkan setiap aktivis FSPMI agar tidak menjadi pecundang. Untuk menghadapi apapun yang terjadi dengan penuh keberanian,” katanya. Dia terdengar lebih bersemangat.

Fuad mencotohkan Mus’ab ibnu ‘Umair r.a. Dalam peperangan Uhud, bendera orang Muhajirin dipegang oleh Mus’ab ibnu ‘Umair r.a. Saat itu orang-orang Islam berlarian dalam kebingungan. Tetapi Mus`ab masih tetap teguh berdiri. Kemudian musuh menghampirinya lalu memotong tangannya dengan pedang, agar bendera itu jatuh untuk menandakan kekalahan yang nyata bagi orang Islam.

Sementara tangan kanan terpotong, Mus`ab menyambar bendera itu dengan tangannya yang satu lagi. Musuh memotong tangannya yang sebelah lagi. Tetapi dia masih tidak menyerah. Merapatkan dua lengannya ke dada dan telah menahan bendera itu supaya tidak jatuh.

Terakhir, musuh memanahnya sehingga dia gugur syahid. Keteladanan yang luar biasa. Selagi hayat dikandung badan, Mus`ab tidak membiarkan bendera itu jatuh. Padahal, Mus`ab adalah pemegang bendera.

Ja’far ibnu Abi Thalib r.a adalah contoh lain lagi. Dalam Perang Mu’tah, dia juga bertugas membawa bendera, selain sebagai pemimpin pasukan. Bendera itu dipegangnya dengan tangan kanan, tetapi musuh memotong tangan kanannya dan bendera itu jatuh. Dengan segera Ja`far menyambar bendera itu dengan tangan kirinya. Tetapi musuh memotong tangan kirinya juga.

Tidak menyerah, dia menahan bendera itu dengan dua lengannya serta menggigitnya kukuh dengan gigi. Tetapi musuh yang datang dari belakang lalu menetaknya sehingga kepalanya terbelah yang menyebabkanya jatuh dan syahid. Pada masa itu umurnya baru 33 tahun. Ketika mayatnya diangkat, didapati 90 liang luka di sekujur tubuhnya. Bukti kegigihannya dalam berjuang.

Menurut Fuad, cerita itu harus diteladani oleh para pemimpin dan pejuang buruh di semua tingkatan. Jangan hanya karena tekanan satu kelompok tertentu sudah goyah dan menyerah. Pejuang bukan mengejar kekuasaan dan jabatan, tetapi harus bersungguh-sungguh menjadi pembebas rakyat yang tertindas.

“Mati dalam perjuangan lebih baik ketimbang menyerah dengan musuh,” tegasnya.

Menurut Fuad, meskipun basis anggota FSPMI bukan pakaian jadi/garmen, tetapi FSPMI akan tetap berjuang secara maksimal terkait dengan isu upah padat karya ini.

“Ada atau tidak ada anggota, siapa saja yang mendzolimi kaum buruh harus dilawan,” katanya.

Dia mencontohkan Jamkseswatch yang didirikan FSPMI dan KSPI, tetapi berjuang untuk masyarakat secara umum. Bukan anggota saja dibela, apalagi ini anggota sendiri.

“Kalau saya, prinsipnya satu orang anggota pun akan kami bela dengan penuh kesungguhan,” ujarnya. Dia mencontohkan perjuangan di PT Dada Indonesia.

Keputusan Gubernur Jawa Barat terkait upah padat karya itu dianggapnya ngawur dan melanggar hak asasi manusia. Terlebih lagi diberlakukan per 1 Januari 2017, yang artinya surut ke belakang.

“Mana ada keputusan berlaku surut ke belakang? Kalau keputusan yang dibuat berlaku surut sejak 20 puluh tahun lalu, banyak yang jadi tersangka semua,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *