FSPMI Minta Mahkamah Agung Batalkan SEMA No 5 Tahun 2021

Jakarta, KPonline – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) melakukan aksi unjuk rasa yang difokuskan di depan gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Senin (18/7/2020).

Adapun tuntutan dari aksi hari ini untuk meminta MA membatalkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) no 5 tahun 2021 tentang kamar sidang yang mana dalam kamar sidang ada 4 kamar dan ada salah satu kamar ada yang bersentuhan dengan kaum buruh yaitu perdata khusus yang kaitanya dengan pengadilan hubungan industrial.

Seperti kita semua ketahui bahwasanya Undang Undang no 11 tahun 2020 sudah kami JR di mahkamah konstitusi dan mahkamah konstitusi menyatakan bahwa Undang Undang no11 tahun 2020 dinyatakan cacat formil inkonstitusional bersarat.

Bahkan dalam clausul mahkamah konstitusi menyebutkan dalam 2 tahun kedepan tidak boleh ada peraturan peraturan turunannya turunannya yang bersifat strategis .

Sedangkan Mahkamah Agung yang mengeluarkan surat edaran no 5 tahun 2021 ini yang meminta kepada majelis hakim berpedoman kepada undang undang no 11 tahun 2020 tentu ini sangat melukai hati kaum buruh.

Bahkan lebih tragis lagi peristiwa hukumnya ada salah satu contoh buruh di Mamuju, Sulawesi selatan, peristiwa hukumnya kejadian perselisihannya adalah tahun 2015 akan tetapi pada tahun 2020 dengan demikian tentu ini sangat tidak adil bagi kaum buruh.

“Kami kaum buruh KSPI/FSPMI meminta dan menuntut Mahkamah Agung untuk membatalkan SEMA no 5 tahun 2021 setidaknya untuk kamar khusus perkara hubungan industrial,” kata Riden saat dilokasi aksi unjuk rasa.

Presiden FSPMI Riden Hatam Azis juga meminta kepada para pemangku kebijakan dalam hal ini Mahkamah Agung untuk tidak lagi kedepannya mengeluarkan peraturan-peraturan yang sifatnya bertentangan dengan keadilan di atasnya.

Menurutnya, Mahkamah Agung adalah lembaga tertinggi kehakiman di republik Indonesia ini dan kami kaum buruh sangat kecewa dengan sikap mahkamah agung yang tidak menghormati Mahkamah konstitusi.

“Kami meminta dipertemukan ke mahkamah agung untuk bertemu, berdiskusi dan kami akan sampaikan bukti bukti bahwa di tahun 2022 ini seluruh pengadilan hubungan industrial cara mengambil keputusannya atau memutuskannya perkara dengan melandaskan perkaranya dengan undang-undang No. 11 Tahun 2020,” ungkap Riden.

“Padahal UU Omnibus Law Cipta Kerja, ditanyakan Inkonsitusional, ini membuat suasana kekacauan Hukum di Republik Indonesia, dan dampak utamanya kaum buruh,” pungkasnya.

Penulis : Budi Santoso/Chuky
Foto : Budi Santoso