FSP KEP-KSPI Peringati Hari Layak Kerja se-Dunia dengan Aksi di DPR RI

Jakarta, KPonline – Dalam rangka memperingati Hari Layak Kerja se-Dunia (International World Day for Decent Work), Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan, Minyak, Gas Bumi dan Umum (FSP KEP) melakukan aksi unjuk rasa, Selasa (10/10/17). Aksi tersebut rencananya akan digelar di depan Gedung DPR RI, bersama elemen buruh lain yang tergabung dalam IndustriALL Global Union.

Sekretaris Jenderal FSP KEP, Siruaya Utamawan yang juga merupakan Vice Presiden KSPI mengatakan bahwa Aksi kali ini merupakan rangkaian dari aksi untuk memperjuangkan hak – hak pekerja agar mendapatkan Pekerjaan Layak, Upah Layak dan Kehidupan Layak (3L).

Bacaan Lainnya

Salah satu yang menjadi issue utama pada Hari Layak Kerja se-Dunia tahun 2017 adalah Stop Precarious Work. , Untuk itu FSP KEP juga akan menyuarakannya selain issue – issue yang lain seperti stop upah murah, jaminan sosial dan jaminan kesehatan, perlindungan maternitas, K3 sektor pertambangan, realisasi subsidi gas untuk industri tertentu, kebijakan pemerintah di Bidang Minerba, penolakan RUU Sistem Pengupahan serta issue revisi pesangon.

Untuk upah murah, FSP KEP dengan tegas menolak sistem upah murah. Belum selesai polemik akibat terbitnya PP No. 78/2015 dan turunannya, muncul lagi RUU Sistem Pengupahan yang diinisiasi oleh DPD RI yang akan semakin memperparah sistem pengupahan di Indonesia.

“FSP KEP menyatakan menolak RUU Sistem Pengupahan tersebut,” tegas Siruaya.

Selain itu jaminan sosial yang diterima para pekerja juga banyak yang jauh dari kelayakan bila dibanding dengan apa yang diterima para pekerja di negera – negara tetangga seperti di Malaysia, Fhilipina, Thailand, Singapura dan lainnya.

“Untuk itu FSP KEP mendesak kepada Pemerintah memperbaiki sistem Jaminan Sosial di Indonesia terutama sistem Jaminan Kesehatan, khususnya BPJS Kesehatan pelayanannya lebih rendah daripada pelayanan kesehatan. Iurannya juga merugikan pekerja penerima upah,” lanjut Siruaya.

Ada beberapa Konvensi ILO yang saat ini masih terus diperjuangkan untuk diratifikasi salah satunya yang diusung FSP KEP untuk segera diratifikasi oleh Pemerintah Konvensi ILO No. 176 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di sektor Pertambangan.

Mengapa FSP KEP terus menyuarakan agar Konvensi ILO tentang K3 di Pertambangan segera diratifikasi karena selama beberapa tahun, telah terjadi banyak kejadian “dicelakakannya” buruh di tempat kerja di Pertambangan. Ironis, ketika Pemerintah sedang menggalakan Bulan K3, proses pembiaran terhadap kecelakaan kerja terus berlangsung. Kejadian di beberapa daerah yang terekam dalam media massa menunjukan bahwa masih tingginya angka kecelakaan kerja pertambangan di Indonesia. Dan rata-rata korban kecelakaan kerja tidak mendapatkan kompensasi yang layak.

Begitu juga dengan Konvensi ILO No. 183 tentang perlindungan Maternitas, FSP KEP mendesak agar Pemerintah segera meratifikasinya, karena perlindungan maternitas merupakan hak asasi manusia yang fundamental. Perlindungan maternitas mendukung perkembangan kesehatan individu bagi ibu dan anak, generasi anak yang sehat adalah aset bagi setiap masyarakat dan bangsa.

Pekerja perempuan terutama pekerja perempuan yang sedang hamil, yang bekerja di sektor industri rentan menjadi korban eksploitasi, jika terjadi pengabaian terhadap perlindungan maternitas untuk itulah perlunya kita meratafikasi Konvensi ILO No. 183, terang Sekjen FSP KEP.

Disisi lain permasalahan tentang subsidi energi dan gas yang selama ini sangat dibutuhkan untuk industri keramik, kaca dan sarung tangan karet belum terealisasi. Padahal penggunaan energi gas adalah hal yang sangat diutamakan dalam proses produksi. Untuk itu FSP KEP mendesak kepada Pemerintah melalui Menteri ESDM agar segera menerbitkan Permen terkait subsidi gas untuk industri keramik, kaca dan sarung tangan karet sesuai Perpres No. 40/2016, agar daya saing industri keramik, kaca dan sarung tangan karet di Indonesia bisa bersaing dengan produk dari luar negeri.

Hal lainnya FSP KEP menyoroti PP No. 1/2017 yang bertentangan dengan Undang-undang No. 4/2009, terindikasi melemahkan daya saing perusahaan-perusahaan smelter yang akhirnya berdampak pada ribuan pekerja ter PHK, untuk itu FSP KEP mendesak Pemerintah mencabut PP No. 1/2017 dan Permen ESDM No. 28/2017 serta Permen ESDM No. 35/2017.

“Terakhir FSP KEP menolak keras permintaan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) yang meminta Presiden RI untuk meninjau dan merevisi peraturan tentang pesangon yang selama ini berlaku di Indonesia, itu sama artinya KADIN menganggap pekerja tidak lebih hanya sebatas objek atau alat produksi untuk meraup untung. Ini jelas mencederai sistem hubungan industrial pancasila yang mengamanatkan pekerja/buruh adalah mitra pengusaha dalam proses menghasilkan barang dan atau jasa,” tegas Siruaya.

“Bila memang aturan pesangon dirubah dan tidak berpihak kepada pekerja maka FSP KEP akan siap untuk mogok nasional,” pungkas Siruaya Utamawan.

Pos terkait