FGD Dengan Aliansi Buruh Batam, BPS Ungkap Kebutuhan Hidup keluarga di Batam Minimal Rp 7 Juta

Batam,KPonline – Komisi IV DPRD Kota Batam hari ini (25/1) menggelar Forum Diskusi Group (FGD) bersama seluruh Aliansi Serikat Buruh di Kota Batam, Disnaker Kota Batam serta Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Batam. FGD ini dilakukan terkait dengan Upah Minimum Kota (UMK) Batam tahun 2022 dan putusan dari PTTUN Medan terkait dengan UMK Batam tahun 2021.

Ketua KC FSPMI Batam Yapet Ramon mengatakan buruh di Kota Batam baru mendapatkan kabar jika kasasi yang di lakukan Gubernur Kepri ke Mahkamah Agung (MA) terkait UMK Batam tahun 2021 baru teregistrasi pada tanggal 5 Januari 2022 lalu. Dimana, berkas kasasi yang diajukan itu pada tanggal 2 November 2021.

Bacaan Lainnya

Ia berharap kepada DPRD Kota Batam memberikan dukungan terhadap perjuangan yang dilakukan buruh saat ini. Sebab, proses kasasi yang dilakukan Gubernur Kepri ke MA tidak akan selesai dalam waktu 3 bulan.

“Kemungkinan akan selesai lebih dari tiga bulan. Jadi kita membuat Posko Keprihatinan Upah itu untuk mengawal kasasi tersebut sampai selesai,” katanya.

Ia melanjutkan, buruh di Kota Batam akan kembali turun ke jalan, Rabu (26/1) untuk menuntut pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja yang menjadi tuntutan buruh seluruh Indonesia. Serta meminta Gubernur merevisi SK 1373 terkait dengan UMK Batam tahun 2022.

“Tuntutan kita tidak akan lari dari Gubernur harus merevisi SK 1373. Setelah nanti putusan MA itu keluar, itu nanti akan ada revisi. Gubernur mau atau tidak untuk merevisi,” tuturnya.

Adapun tujuan utama buruh Kota Batam dalam melakukan aksi ini tidak lain untuk upah layak di Kota Batam. Sebab, kenaikan upah sebesar 0,85 persen atau sekitar Rp 35 ribu masih jauh dari upah layak berdasarkan penghitungan BPS sekitar Rp 7 juta.

“Jadi kalau memang keputusan MA itu harus dilakukan revisi SK lama atau menerbitkan SK baru, itu harus dilakukan,” tegasnya.

Sementara itu, Anggota Komisi IV DPRD Kota Batam sekaligus pimpinan FGD, Mochamad Mustofa mengatakan, FGD ini dilakukan DPRD Kota Batam sebagai perwakilan masyarakat di Kota Batam. Apalagi, di area DPRD Kota Batam ada aksi keprihatinan upah yang dilakukan buruh.

Dalam FGD tersebut, BPS menjelaskan kebutuhan hidup di Kota Batam untuk setiap keluarga di Batam minimal sekitar Rp 7 juta. Artinya kata Mustofa, tuntutan yang dilakukan buruh berdasar dan masuk akal.

“Cuma tuntutan mereka tidak bisa dipenuhi aturan yang lain. Begitu juga untuk inflasi di Kota Batam, ternyata inflasi yang sekarang digunakan untuk upah adalah batas minimum bukan tengah. Maksimumnya diangka 2,7 persen,” katanya.

Seperti di ketahui Buruh Kota Batam mendirikan posko keprihatinan di Taman Aspirasi Batam Centre. Di lokasi taman tersebut mereka mendirikan beberapa buah tenda. Posko tersebut mereka buat sudah sejak 30 Desember 2021 lalu.

Ketua DPD FSP LEM SPSI Provinsi Kepri, Saiful Badri mengatakan, tujuan didirikan posko itu adalah sebagai simbol perlawanan buruh Batam terhadap kebijakan Gubernur Provinsi Kepri.

Kemudian juga untuk sebagai tempat penampung aduan buruh terkait masalah upah di Batam pada masing-masing tempat buruh bekerja..

Dikatakan Saiful, untuk tahap pertama posko itu selama 3 bulan kedepan, namun jika tidak ada hasil maka akan berkemungkinan untuk berlanjut lagi.

“Posko ini dijaga secara bergiliran oleh Pimpinan Unit Kerja (PUK) masing-masing perusahaan, setiap harinya dijaga oleh beberapa PUK dan pengurus atau pimpinan aliansi secara bergiliran,” ujar Saiful.

Disebutkan Saiful, sejalan pendirian posko ini, pihaknya juga akan mengadakan dialog-dialog dengan mendatangkan beberapa narasumber, seperti membahas upah dari perspektif ekonomi dengan mengundang pihak Bank Indonesia (BI) Kepri

“Dari perspektif hukum akan didatangkan para pakar hukum yang ada di Kepri. Dari perspektif sosial politik juga akan mengundang para tokoh politik,” jelasnya.

Ditambahkannya, pihaknya sangat menyayangkan sikap Gubernur Kepri terkait permasalahan UMK 2021 yang telah dimenangkan pihak pekerja baik itu di PTUN Tanjung Pinang dan PTTUN Medan.

Pasalnya, Gubernur Kepri mengajukan kasasi ke MA tanpa mengindahkan masukan-masukan dari pihak pekerja dan juga PTUN dan PTTUN Medan.

Gubernur sangat disayangkan sampai melakukan banding dan kasasi tanpa mau berdialog dengan serikat pekerja. Walaupun telah diminta secara langsung, baik itu secara tertulis dengan surat resmi dan maupun secara lisan.

Bahkan Gubernur terkesan menutup dialog bersama buruh, sehingga terjadi demo berjilid-jilid, yang terkesan kurang kondusif, baik itu di Batam maupun di kantor Gubernur Kepri di Dompak.

“Persoalan upah di Batam dan Kepri, kami dari pihak pekerja sudah melaporkan hingga ke Kementerian Tenaga Kerja. Untuk UMK 2022, yang diikuti Gubernur berdasarkan PP 36, yang kenaikan UMK hanya sebesar Rp35 ribu saja,” jelasnya.

Ditambahkannya, buruh menolak penetapan UMK Batam 2022 itu dengan dua alasan. Pertama, dasar menaikan UMK 0,8 persen dari UMK 2021, sementara UMK 2021 sudah dibatalkan oleh pengadilan, meski Gubernur mengajukan kasasi, seharusnya Gubernur melihat fakta-fakta hukum.

“Buruh bersedia untuk duduk bersama pemerintah dan pengusaha, namun sampai saat ini Pemerintah tidak mau. Buktinya terlihat dari beberapa kali demo yang dilakukan, namun tidak ada hasil,” imbuhnya.

Pos terkait