Labuhanbatu,KPonline, – Bebasnya pengusaha melakukan tindakan sewenang-wenang dengan melanggar hukum dan hak asasi manusia terhadap Buruh/Pekerja di berbagai perusahaan mencerminkan lemahnya implementasi empat fungsi pemerintah di bidang ketenagakerjaan.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 102 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, empat fungsi tersebut adalah: menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.Namun, realitas pelaksanaannya masih sangat jauh dari harapan.
Keempat fungsi tersebut, jika dikaitkan dengan peranan pemerintah dalam menjalankan fungsi negara, terbagi ke dalam tiga bentuk yang terdiri dari:
1.Menetapkan kebijakan dan memberikan pelayanan,adalah fungsi pemerintah dalam bentuk bestuur (kekuasaan negara).
2.Melaksanakan pengawasan, sebagai fungsi pemerintah dalam bentuk “politie” (kepolisian)
3.Melakukan penindakan, sebagai fungsi pemerintah berbentuk “rechtspraak” (peradilan/pelaksanaan hukum).
Pemerintah, sebagai penyelenggara negara di bidang ketenagakerjaan, wajib menjalankan keempat fungsi ini secara kumulatif dan bukan alternatif. Artinya, seluruh fungsi ini harus dilaksanakan secara menyeluruh dan saling melengkapi.
1.MENETAPKAN KEBIJAKAN
Pemerintah memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menetapkan kebijakan ketenagakerjaan yang adil dan berimbang, mencakup penetapan upah minimum, perlindungan hak buruh, dan pengembangan kompetensi tenaga kerja melalui pendidikan serta pelatihan.
Namun, dalam praktiknya, kebijakan sering kali tidak berpihak kepada Buruh/Pekerja. Contohnya adalah pengesahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, Regulasi ini terus menuai kritik karena dianggap lebih menguntungkan pengusaha, khususnya dalam aspek fleksibilitas hubungan kerja, yang justru berpotensi merugikan Buruh/Pekerja.
Penghapusan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) adalah bukti nyata kebijakan yang tidak berpihak pada Buruh/Pekerja dan merugikan posisi mereka.
2.,MEMBERIKAN PELAYANAN.
Pemerintah bertanggung jawab memberikan pelayanan seperti pendaftaran kepesertaan jaminan sosial, kesehatan, dan ketenagakerjaan, serta memfasilitasi penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Namun, pelayanan ini sering kali lambat dan tidak efektif. Banyak Buruh/Pekerja kesulitan mengakses layanan tersebut, terutama dalam hal penyelesaian perselisihan yang membutuhkan waktu lama tanpa kepastian.
Dinas Tenaga Kerja di tingkat provinsi dan kabupaten/kota cenderung lebih berpihak pada pengusaha. Banyak kasus pelanggaran ketenagakerjaan, baik administrasi maupun pidana, tidak ditindak tegas, mencerminkan ketimpangan dalam pelaksanaan fungsi ini.
3.MELAKUKAN PENGAWASAN.
Pengawasan adalah kunci untuk memastikan pelaksanaan aturan ketenagakerjaan di semua perusahaan. Namun, jumlah pengawas yang minim dibandingkan banyaknya perusahaan membuat pelaksanaan pengawasan jauh dari memadai.
Situasi ini menyebabkan banyak pelanggaran ketenagakerjaan, baik administrasi, perdata, maupun pidana, tidak terdeteksi. Kekurangan tenaga pengawas menunjukkan lemahnya peran pemerintah dalam fungsi ini, yang berdampak langsung kepada Buruh/Pekerja.
4.MELAKUKAN PENINDAKAN.
Penindakan bertujuan memberikan efek jera kepada pelanggar aturan ketenagakerjaan. Namun, realitas menunjukkan jumlah pengusaha yang ditindak jauh lebih sedikit dibandingkan Buruh/Pekerja yang sering menjadi sasaran hukum.
Ketidakadilan ini memperkuat kebenaran persepsi bahwa hukum di Indonesia “tumpul ke atas, tajam ke bawah.”
Banyak laporan pelanggaran pengusaha harus melalui proses panjang hingga tingkat provinsi, sedangkan pelanggaran oleh Buruh/Pekerja segera mendapat respon hukum yang cepat.
Keempat fungsi pemerintah di bidang ketenagakerjaan harus dijalankan dengan sungguh-sungguh untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan, dengan menerapkan langkah-langkah:
1.AKSI KOLEKTIF.
Buruh/Pekerja bersama masyarakat harus aktif mengawasi kinerja pemerintah melalui aksi industrial, termasuk demonstrasi di kantor Dinas Tenaga Kerja Provinsi dan Kabupaten/Kota, hingga aksi mogok kerja nasional.
2.PENINGKATAN PENGAWASAN.
Pemerintah harus menambah jumlah pengawas ketenagakerjaan agar pengawasan tidak hanya formalitas. Rasio pegawai pengawas ketenagakerjaan wajib sebanding dengan jumlah perusahaan yang terdapat dalam satu wilayah Kabupaten/Kota.
3.PENEGAKAN HUKUM YANG TEGAS
Pemerintah harus menindak tegas pengusaha yang melanggar hukum ketenagakerjaan tanpa pandang bulu. Konsistensi dalam penegakan hukum adalah bukti keseriusan pemerintah dalam melindungi Buruh/Pekerja.
4.PERBAIKAN PENANGANAN KASUS.
Proses hukum atas pelanggaran ketenagakerjaan harus dapat dilakukan di tingkat kabupaten/kota dan Polres, tidak perlu ke tingkat provinsi atau Polda.
Empat fungsi pemerintah di bidang ketenagakerjaan seharusnya menjadi fondasi dalam melindungi Buruh/Pekerja dan menciptakan keadilan. Implementasi Hukum ketenagakerjaan yang sungguh-sungguh adalah bukti nyata komitmen pemerintah untuk menjunjung tinggi hak asasi Buruh/Pekerja dan memastikan perlakuan yang adil dan setara di depan hukum.