Dukungan Untuk Anies Bukan Sikap Oportunis dan Pragmatis

Dukungan Untuk Anies Bukan Sikap Oportunis dan Pragmatis

Jakarta, KPonline – Koalisi Buruh Jakarta (KBJ) akhirnya resmi memberikan dukungan kepada Anies – Sandi di putaran dua Pilkada DKI Jakarta. Rencananya, deklarasi besar-besaran terhadap pasangan ini akan dilakukan pada hari Sabtu, tanggal 1 April 2017.

Anies – Sandi beruntung mendapat dukungan dari kalangan buruh di Jakarta, setelah keduanya menyatakan bersedia menjalankan Sepuluh Tuntutan Buruh dan Rakyat (Sepultura) jika nantinya terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur di Ibukota.

Pertanyaan kritis yang wajib kita sampaikan adalah, apakah dukungan terhadap Anies – Sandi menguntungkan atau justru merugikan bagi gerakan kita kedepan? Jika pertanyaan itu ditujukan kepada saya, saya akan dengan tegas menjawab, dukungan itu menguntungkan.

Pertama, sudah terlalu lama kita menolak berbagai kebijakan Gubernur petahana DKI Jakarta yang tidak pro terhadap buruh dan rakyat kecil. Tak terhitung audiensi, bahkan aksi. Tetapi toh mereka tidak peduli. Penggusuran makin menjadi-jadi, reklamasi tetap dilanjutkan, dan upah murah dipertahankan.

Tentu saja, dalam sebuah negara demokratis, pemerintahan yang tidak berpihak kepada rakyat harus diberikan hukuman. Ini semacam sanksi. Caranya adalah dengan tidak memilihnya kembali dalam Pilkada.

Kita tahu, saat ini mereka membutuhkan dukungan dari rakyat untuk melanggengkan kekuasaannya. Saat mereka memiliki kekuasaan dan kita mengadu justru diabaikan, kini saatnya mereka harus tahu, bahwa rakyatlah — kita — pemegang kedaulatan itu.

Saya pikir, tidak memilih pemimpin yang kita anggap tidak berpihak adalah bentuk hukuman yang bisa kita berikan. Dan agar ia menjadi hukuman, maka kita harus menyatukan suara egar memiliki efek yang besar.

Kedua, ini adalah cara kita untuk melakukan konsolidasi. Pertemuan demi pertemuan, diskusi-diskusi yang kita lakukan, membuat kita semakin bergairah. Begitulah seharusnya gerakan dibangun. Tak pernah berhenti, terus mencari terobosan baru untuk memperkuat dirinya.

Ketiga, dan ini yang terpenting, sudah lama kita menegaskan bahwa gerakan buruh adalah gerakan dari pabrik ke publik. Ini adalah gerakan sosial-politik. Sebagai gerakan politik, momentum politik seperti Pilkada haruslah kita pergunakan untuk meningkatkan posisi tawar di ranah politik.

Dalam kaitan dengan itu, kontrak politik antara Koalisi Buruh Jakarta dan Anies – Sandi menemukan momentumnya. Kita tahu, dalam sebuah perjanjian (baca: kontrak politik) para pihak berdiri setara. Kesetaraan ini meletakkan Koalisi Buruh Jakarta pada posisi yang sama-sama terhormat. Disini kita berjabat tangan dengan kepala tegak untuk mengatakan bahwa kaum buruh mempunyai cita-cita yang sama: kesejahterakan dan keadilan bagi masyarakat Jakarta.

Berani tampil ke depan. Dengan kata lain, kita bukan pengikut atau underbow. Terlebih lagi, keputusan untuk memberikan dukungan kepada Anies-Sandi didasarkan pada program: Sepultura.

Sikap seperti ini sama sekali bukan sikap pragmatis dan oportunis. Justru ini adalah sikap para pemberani. Pengambil resiko. Didasari pada sebuah kesadaran bahwa Jakarta baru harus diwujudkan. Apapun yang terjadi, perjuangan akan terus dilanjutkan. Peluang sekecil apapun harus dimanfaatkan.

Jika berkaca pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2012, kalangan buruh yang saat ini mendukung Anies – Sandi juga memberikan dukungan pada pasangan Jokowi – Basuki Tjahaya Purnama. Namun, segera setelah kebijakan Jokowi (yang ketika itu menjadi Gubernur DKI Jakarta), kemudian dilanjutkan Ahok, dirasa tidak berpihak, dengan segera kaum buruh turun ke jalan melakukan perlawanan.

Saya percaya, hal yang sama juga akan dilakukan terhadap Anies – Sandi, jika kelak mereka mengkhianati apa yang telah diperjanjikan.