Dibalik Nasi Tiwul Cirendeu dan Ajaran Leluhur

Cimahi, KPonline – Ada satu keunikan lagi di kampung adat Cirendeu ini, yaitu menu makanan yang dimana bahan makanan pokoknya terbuat dari bahan olahan singkong. Memang sudah menjadi kebiasaan masyarakat disini mengkonsumsi bahan olahan singkong bukan lagi mengkonsumsi beras atau nasi, kebiasaan ini memang sudah turun menurun dari para leluhur di kampung Cirendeu ini. Dan baru kali ini pula saya merasakan nasi yang terbuat dari singkong tersebut. Bukan nasi namanya, akan tetapi rasi, sebutan bagi makanan pokok warga masyarakat Kampung Adat Cirendeu sebagai pengganti nasi.

Kampung Adat Cireundeu diyakini didirikan oleh seorang tokoh yang bernama Haji Ali. Makam tokoh ini masih dapat ditemukan di halaman belakang perkampungan ini. Menurut cerita salah seorang warga masyarakat Kampung Adat Cirendeu, pada 1918 Haji Ali menyarankan agar warga kampung mulai mencoba makanan lain sebagai pengganti beras sehubungan dengan krisis pangan saat itu. Kemudian tahun 1924, Hasmanah (menantu Haji Ali), menemukan dan merintis pemanfaatan singkong sebagai bahan makanan utama dan sejak itulah warga Kampung Cireundeu mulai menjadikan singkong sebagai makanan pokok mereka.

Bacaan Lainnya

Singkong diolah secara tradisional menjadi aci (sagu) yang biasanya mereka jual dan beras nasi atau rasi. Rasi sebetulnya adalah ampas hasil penggilingan singkong untuk membuat aci, ampas ini dijemur lalu dijadikan bahan pangan utama seperti beras bagi kelompok masyarakat lain. Semua bahan lauk dan sayur bisa saja serupa dengan yang kita ketahui sehari-hari, yang membedakan warga Cireundeu adalah rasi sebagai pengganti nasi.

Setiap kepala keluarga di Cireundeu memiliki lahan singkong dengan luas berbeda-beda. Selain ditanam untuk keperluan sendiri, warga juga memiliki lahan garapan bersama untuk keperluan kampung atau dibagi antarsesama penggarap. Pola penanaman diatur berdasarkan jeda waktu, agar panen singkong dapat berlangsung terus tanpa terputus sehingga kebutuhan makanan pokok dapat selalu terpenuhi.

Lahan singkong dengan mudah ditemui di kawasan pinggiran kampung hingga ke lereng gunung yang mengelilingi, yaitu Gunung Cimenteng, Gunung Kunci, dan Gunung Gajahlangu. Yang terakhir ini sekaligus berfungsi sebagai hutan larangan bagi kampung adat Cireundeu. Tidak sembarang orang atau sembarang waktu bisa memasuki hutan ini. Hutan kecil ini menjadi penyangga utama lingkungan hidup warga Kampung Cireundeu. Kebutuhan air utama di kampung ini juga didapatkan dari mata air di lereng gunung Gajahlangu selain dari beberapa mata air lain di gunung sekitar kampung.

Gunung Puncak Salam, merupakan salah satu gunung yang mengelilingi Kampung Adat Cireundeu. Tidak terlalu tinggi, hanya sekitar 970 mdpl. “Ajaran leluhur melarang kami meminta-minta kepada negara. Malah kalau bisa, biar kami sajalah yang memberi kepada negara” tutur salah seorang warga yang tidak ingin disebutkan namanya. Warga cukup puas dengan apa yang mereka miliki, dengan apa yang mampu mereka lakukan saja. Walaupun peluang selalu saja ada.

Mau menikmati sajian makanan khas Kampung Adat Cirendeu? Datang saja ke Cimahi, dan rasakan keindahan serta keramahan adat istiadat dari kampung adat Cirendeu. (Lizz)

Pos terkait