Di Ujung Ramadhan..

Batam,KPonline – Hampir sebulan penuh sudah.. Ramadhan kini di ujung pintu, menunggu siapapun untuk sekedar mengucapkan terimakasih telah bertamu di rumah mereka, menunggu siapa saja yang menangis sendu tak rela di tinggal pergi, sayang tak semua dari mereka sempat berfikirian seperti itu, mungkin juga termasuk aku

Hari-harinya tinggal tersisa dalam hitungan jam saja. Ibarat pementasan sebuah drama, kita hampir sampai pada ujung akhir sebuah cerita. Dan biasanya, ujung sebuah kisah berakhir dengan melibatkan emosi lebih dalam baik penonton maupun aktor yang memerankannya.

Bacaan Lainnya

Tidak seperti bulan-bulan berlalu, akhir Ramadhan selalu ditandai dengan dua kutub emosi yang saling berhadapan; sedih dan gembira. Kesedihannya terkadang teramat dalam sehingga begitu membekas hingga sebelas bulan ke depan. Sedangkan kegembiraannya hanya ada yang berlangsung sesaat, setelah itu hilang perlahan.

Kegembiraan yang hilang perlahan itu, adalah kegembiraan kasar yang ditandai dengan kesibukan menghadapi lebaran. Kesibukan atas baju baru, kue kering, ketupat, daging atau rencana mengisi liburan hari raya. Atas keperluan itu isi kantong dikuras, tabungan ditarik atau barang berharga sementara waktu digadaikan.

Semuanya dilakukan agar hari raya dihadapi dengan kegembiraan yang serba baru, serba lezat dan serba menyenangkan. Bagaimana dengan pengalaman rohani dan ketaatan di saat Ramadhan? Apakah kesungguhan meraih ampunan, pahala dan malam kemuliaan sama kerasnya seperti usaha menghadirkan kebahagiaan itu? Barangkali pertanyaan seperti ini teramat mahal untuk dijawab, bahkan boleh jadi tidak dikehendaki sama sekali.

Ramadhan adalah salah satu puncak kemesraan dalam munajat dengan Allah. Satu bulan fasilitas nikmat Allah bagi yang ingin mereguk kenikmatan beribadah siang dan malamnya. Maka wajarlah apabila ada manusia-manusia se”kelas” sahabat dan tabi’in menjadi orang yang paling gembira saat Ramadhan tiba dan menjadi yang paling berduka saat ia pergi meninggalkannya. Mereka gembira dan larut dalam lautan zikir dan taqarrub seakan ingin agar sepanjang tahun adalah Ramadhan. Lalu begitu takut dan gelisah jika umurnya tidak mencukupi untuk sampai berjumpa pada Ramadhan berikutnya. Maka, air matapun berbicara.

Pos terkait