Di Balik Wacana Pengalihan Pesangon ke BPJS Ketenagakerjaan

Jakarta, KPonline – Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengusulkan agar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menambah dua jaminan baru. Pertama, Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang meliputi pemberian pesangon. Sedangkan yang kedua adalah Jaminan Pelatihan dan Sertifikasi (JPS).

Terkait dengan usulan ini, ada beberapa catatan kritis yang hendak kita sampaikan.

Bacaan Lainnya

JKP yang disebut-sebut sebagai upaya untuk mengalihkan pesangon ke dalam program BPJS Ketenagakerjaan bisa jadi merupakan mekanisme untuk menghilangkan pesangon sebagaimana yang selama ini kita khawatirkan.

Mari kita runut ke belakang. Sebelumnya, santer terdengar kalangan pengusaha menyampaikan bahwa pesangon di Indonesia terlalu tinggi sehingga memberatkan dunia usaha. Investasi disebut terhambat gara-gara ini. Kemudian sebagai solusi, pesangon harus dikurangi.

Lalu berkembang wacana mengenai diberlakukannya Asuransi Pengangguran. Mirip seperti pesangon, asuransi pengangguran adalah jaring pengaman ketika buruh kehilangan pekerjaan.

Kita bukannya tidak curiga dengan digulirkannya Asuransi Pengangguran. Karena itu, sejak awal kita mengingatkan agar keberadaan jaminan pengangguran jangan sampai mengotak-atik keberadaan pesangon. Sikap ini bisa dibaca dalam artikel berjudul Lupakan Asuransi Pengangguran Jika Tujuannya Untuk Menghilangkan Pesangon.

Pertanyaannya kemudian, apakah konsep Jaminan Kehilangan Pekerjaan mirip dengan Asuransi Pengangguran? Jika benar yang dimaksud JKP adalah Asuransi Pengangguran, maka usulan untuk menambah program BPJS Ketenagakerjaan harus kita sikapi.

Sebagai asuransi, buruh juga akan ikut mengiur. Padahal selama ini, yang namanya pesangon sepenuhnya dibayar oleh pengusaha. Apakah buruh juga harus mengiur untuk membayar pesangonnya sendiri?

Selain itu, yang saat ini berlaku, pesangon dibayarkan sekaligus. Jika kemudian diubah menjadi Jaminan Kehilangan Pekerjaan, apakah akan diberikan dengan cara mencicil?

Hanif harus menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas dengan tegas untuk memastikan bahwa penambahan program bukan untuk menghilangkan atau mengurangi nilai pesangon.

Terkait dengan Jaminan Pelatihan dan Sertifikasi, kita juga akan memberikan catatan khusus. Karena sebelumnya, pemerintah juga mewacanakan keberadaan kartu Prakerja yang salah satunya diperuntukkan untuk memberikan pelatihan kepada para pencari kerja. Termasuk untuk buruh yang kehilangan pekerjaan.

Kita jadi bertanya-tanya, apakah memang benar, bahwa yang dibutuhkan bagi buruh yang ter-PHK adalah pelatihan? Jika pertanyaan ini kita lanjutkan, apakah ada jaminan mereka yang sudah ikut pelatihan bakal mendapatkan pekerjaan?

Inilah yang juga kita kritisi dari program pemagangan. Dimana peserta magang yang sudah lulus masih juga sulit untuk mendapatkan pekerjaan.

Saat ini ada kesan, mungkin karena seringnya dikampanyekan soal peningkatan keterampilan, seolah-olah problem pengangguran di Indonesia adalah rendahnya sumber daya manusia. Padahal yang juga harus dipertanyakan adalah ketersediaan lapangan kerja yang minim. Jangan sampai karena tidak mampu membuka lapangan kerja, rakyat yang kemudian disalahkan.

Pos terkait