Dampak Masker Sekali Pakai Bagi Lingkungan

Medan,KPonline – Masa pandemi saat ini ada hal yang tak bisa di pungkiri tentang pentingnya alat-alat kesehatan. Mulai dari Alat Pelindung Diri (APD) hingga instrumen laboratorium amat penting bagi tim medis yang menangani COVID-19.

Namun ada beberapa alat kesehatan yang juga dapat merusak lingkungan setelah digunakan. Alat-alat itu berubah menjadi limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

Bacaan Lainnya

Bagaimana cara terbaik untuk menanganinya agar tak memperparah ancaman kesehatan yang terjadi hari-hari ini?

Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas) Bagong Suyoto mengingatkan sampah atau limbah medis B3 bekas penanganan COVID-19 butuh perlakuan khusus, berbeda dengan alat-alat kesehatan lain dari yang selama ini. “Diindikasikan kebanyakan rumah sakit tidak mempersiapkan atau mempunyai tempat pengolahan dan pemusnahan limbah medis” kata Bagong kepada awak media

Hal ini bisa berdampak kepada para pekerja kebersihan ataupun pemulung sampah yang tak dapat menjalani physical atau social distancing sepenuhnya karena harus bekerja harian berpotensi terpapar bahaya limbah infeksius tersebut. Apalagi kalau mereka tak menggunakan masker, sarung tangan, atau alat pelindung kerja lainnya yang aman secara medis ketika memilah sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Tak hanya pihak rumah sakit, kebanyakan masyarakat umum juga menggunakan memakai APD seperti masker.

Tak mau ribet, tidak sedikit juga masyarakat umum yang menggunakan masker sekali pakai. Hal itu juga menimbulkam polemik bagi lingkungan, sebab masker sekali pakai membutuhkan waktu yang sangat lama hingga 100 tahun agar bisa terurai atau menyatu dengan tanah.

Maka seharusnya ada himbauan kepada masyarakat untuk mengurangi pemakaian masker sekali pakai dan berali ke masker kain yang dapat dicuci dan digunakan kembali.

Afriyansyah sebagai Sekretaris Jaringan Pemerhati Lingkungan dan Kegiatan Alam Provinsi Sumatera Utara (JAKA) meminta Pemerintah untuk menyikapi persoalan sampah medis dengan benar, termasuk menyiapkan dan melakukan pengangkutan khusus limbah medis.

“Kita sibuk berperang dengan c19 dengan menyiapkan segala bentuk pencegahan dan alat serta obat-obatan. Tetapi di satu sisi kita lupa mempersiapkan hal-hal yang sederhana misalnya menyiapkan tempat pembuangan sampah bekas kesehatan yang steril. Harusnya Pemerintah juga menghimbau masyarakat untuk mengurangi pemakaian alat kesehatan sekali pakai agar tidak menambah penimbunan sampah yang juga dapat menyebabkan penyakit bagi masyarakat. Siapkan tempat, pengangkutan Kudus atau cara mengatasi penghancuran sampah bekas alat kesehatan” katanya.

Pertanyaan ini juga datang dari sebagian masyarakat.

“kalau sampahnya sudah terkumpul banyak, lalu siapa yang mengambil?”

Ini masalahnya. Akhirnya bercampur dengan sampah rumah tangga dan lainnya.

Berdasarkan data 2018 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), volume limbah medis yang berasal dari 2.813 rumah sakit di Indonesia mencapai 242 ton per hari. Rata-rata tumpukan limbah yang siap di tindaklanjuti hanya 87 kilogram per hari. Artinya limbah yang belum dikelola masih cukup besar.

Ketua Umum Koalisi Kawali Indonesia Lestari, Puput TD Putra, mengatakan,

“Berhubung ini penyakit yang khusus, harusnya pengolahan sampahnya, atau limbah medisnya, dilakukan oleh pihak profesional yang memahami prosedur. Standar perlengkapannya harus sudah memenuhi proses sterilisasi, baru masuk ke dalam boks mobilnya, dan terus dimusnahkan dengan pembakaran yang suhunya sanggup mematikan virus.” Ucapnya

Kata Puput, koordinasi dan pengawasan masalah sampah medis COVID-19 ini harus segera dilakukan. Agar sampah ini tidak malah menjadi media penularan ke para pekerja pengolahan sampah dan masyarakat yang hidup di sekitar tempat pengolahan sampah. (Zamroni hidayat)

Pos terkait