Cerpen : Menyibak kabut, Menggapai Bintang

Gigil menyapa, pada tubuh yang lelah setelah satu harian kerja. Kubuka tirai jendela, menatap langit yang tiada rembulan bertandang

Gemericik air mewarnai sunyinya malam
Iramanya membawaku pada sebuah lamunan, Menari dalam ingatan

Akan kisah hidupku yang penuh warna kehidupan

Sebagai seorang wanita, aku tidaklah seberuntung kalian, yang bisa berdamping mesra dengan sang pujaan, bercanda ria penuh kasih dengan sang belahan jiwa, saling berbagi suka dan duka bersama

Namun, aku bersyukur ketika Tuhan menitipkan padaku, dua jiwa yang sangat berarti dalam kehidupanku
Putra putri yang sangat aku sayangi, yang mampu mengisi kekosongan hati

Bersama mereka kurajut hari, meski begitu sulit hari hari dilalui
Namun kami tetap tegar menjalani, saling menyemangati satu dengan yang lain

Bulir bening tiada terasa membasahi pipi, ketika kewajibanku sebagai seorang ibu tiada bisa kupenuhi
Sakit sungguh menyayat hati, ketika kesedihan menjamah buah hati

” Ibu, besok terakhir uang sekolah harus dibayarkan, jika tidak ujian tidak bisa ikut, “kata putriku sepulang sekolah

“Oh ya bu, buku tulis adek tadi sudah habis lho,” kata putriku sembari meletakkan sepatu sekolahnya

Ya Allah bagaimana ini, harus dengan apa kubayar sekolah dan kubeli buku, sedangkan untuk makan hari ini saja hanya cukup untuk makan mereka berdua
Jerit tangisku tertahan
Aku tak ingin putriku melihat kesedihanku
Aku tak ingin mereka mengetahui kedukaanku, meski mereka sudah tau apa yang aku alami

Semenjak perusahaan tempatku bekerja tutup karena bangkrut, pekerjaan tetap sulit untuk didapat
Berbagai usaha telah kucoba, namun tiada bisa untuk mencukupi kebutuhan keluarga

Susahnya mencari kerja, kewajiban yang harus kulaksanakan, menuntunku untuk pergi dari negeri tercinta
Berharap kan ada jalan untuk bekal menjalani kehidupan kami bertiga

“Ibu, apa ibu yakin akan pergi, meninggalkan kami di sini, ” kata putraku

” Maafkan ibu anakku, terpaksa ibu harus pergi, jaga adik kamu baik baik ya, “kata dengan menahan sedih

Malam itu kukemasi pakaianku, aku nekat pergi, tanpa sepeser pun uang untuk berbekal diri

Tiada pernah kusangka sebelumnya, akan begini jalannya kehidupan yang harus kujalani

Dari hidup lumayan serba berkecukupan, karena keadaan yang kurang berpihak, menjadi pembantu rumahtangga di negri orang

Hari hari kujalani dengan ikhlas hati, demi dua hati titipan Illahi

” Ibu, apa ibu baik baik di sana, kami sudah rindu, kata putriku melalui telephone gengamnya

Aku harus kuat, aku harus berjuang
Seberat apapun pekerjaan ini harus kujalani
Setiap hari aku berusaha untuk menyemangati diri

Kala letih menyapa, kala sakit bertandang tanpa kupinta, kupandagi foto dua buah hati tercinta
Mereka kuat di sana, begitupun aku harus sama, tak boleh ada keluh kesah kurasa
Bila aku lemah bagaimana dengan mereka

Terpinta pada setiap doa, akan adanya secercah cahaya hingga kami kan bisa kembali bersama, dalam kebahagian yang tiada kan terpisah selamanya

(BA Sahas)