Catatan Akhir Tahun 2017: Kembalinya Rezim Otoriter

Jakarta, KPonline – Pada pertengahan tahun 2017, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas).

Melalui Perppu Ormas, Pemerintah memangkas mekanisme pembubaran ormas, sehingga tidak lagi melalui proses pengadilan. Dalam Perppu Ormas juga diatur bahwa pemerintah bisa mempidana kelompok-kelompok yang dianggap mengganggu ketertiban umum dan menyampaikan ujaran kebencian terhadap pemerintah.

Bacaan Lainnya

Masalahnya adalah, pemerintah mempunyai kewenangan secara sepihak menafsirkan hal-hal tersebut. Tidak perlu lagi diputuskan melalui pengadilan. Azaz praduga tidak bersalah dibaikan.

Di tengah situasi saat ini, dimana Indonesia sedang giat-giatnya menggenjot pembangunan dan menarik investor, ada yang menilai bahwa Perppu Ormas diterbitkan untuk membungkam suara-suara kritis. Agar modal-modal tersebut tidak terganggu.

Pada saat yang sama, Indonesia mempunyai masalah dengan ketimpangan sosial. Maka terbitnya Perppu Ormas sangat kental dengan nuansa rezim otoriter. Bisa saja elemen buruh, mahasiswa, dan petani yang melakukan unjuk rasa untuk mengkrisi ketimpangan ekonomi dianggap menyebarkan kebencian terhadap pemerintah.

Sekarang HTI, Nanti Bisa Saja Serikat Buruh

FSPMI-KSPI menilai, keberadaan Perppu Ormas menghambat gerakan sipil – termasuk gerakan buruh — dalam meperjuangan hak-haknya. Hal ini, karena, dengan adanya Perppu Ormas, Pemerintah akan dengan mudah bisa membubarkan Ormas yang dianggap tidak sejalan dengan kepentingan dan kemauan pemerintah.

Sebagai contoh, Hizbut Tahrir Indonesia dibubarkan dengan Perppu Ormas. Tanpa melalui mekanisme pengadilan untuk membuktikan apa kesalahannya.

Meskipun serikat buruh kebal dari perppu ormas, karena bukan merupakan ormas, namun dengan gelagat pemerintah saat ini, bukan tidak mungkin kedepannya akan dikeluarkan perppu tentang serikat pekerja. Atas dasar itulah, kaum buruh harus menolak Perppu Ormas.

Sebagai bentuk penolakan, pada tanggal 16 Agustus 2017, FSPMI-KSPI dan beberapa organisasi lain yang tergabung dalam gerakan Aksi Bersama Tolak Perppu Ormas melakukan aksi di gedung DPR RI, Senayan. Aksi ini bertepatan dengan jadwal Presiden menyampaikan pidato kenegaraan. Sebelumnya, FSPMI-KSPI juga beberapa kali melakukan aksi yang salah satunya adalah mengusung tuntutan agar Perppu Ormas dibatalkan.

FSPMI-KSPI mendukung upaya pemerintah memberantas paham radikalisme, terorisme, dan segala hal yang bertentangan dengan idiologi Pancasila. Tetapi sebelum dibubarkan, harus dibuktikan terlebih dahulu di pengadilan.

Kaum buruh menolak Perppu Ormas.

Masyarakat Butuh Peningkatan Kesejahteraan, Bukan Perppu Ormas

Kaum buruh menilai bahwa keberadaan Perppu Ormas tidak tepat. Pemerintah seperti kurang kerjaan dengan menerbitkan Perppu Ormas. Di tengah kelesuan ekonomi dan menurunnya daya beli masyarakat akibat upah murah (dikarenakan terbitnya PP 78/2015) sehingga mengancam PHK besar-besaran di sektor ritel, pemerintah seharusnya lebih fokus pada peningkatan kesejahteraan.

Apalagi, selain daya beli yang terus merosot, berbagai permasalahan seperti kasus pengusiran terhadap TKI di Malaysia, mahalmya gas industri di sektor keramik yang berdampak pada PHK besar-besaran di industri keramik, naiknya tarif dasar listrik 900 Va, hingga beban hutang negara yang menggunung membutuhkan perhatian serius.

Alih-alih mencari solusi penyelesaian terhadap permasalahan tersebut di atas, Pemerintah justru mengeluarkan Perppu Ormas yang tidak bermanfaat bagi masyarakat untuk saat ini.

Perppu Ormas menjadi semacam bukti bahwa pemerintah gagal, panik, dan paranoid. Semacam pengalihan opini atas kegagalan dalam mensejahterakan masyarakat.

92% Responden Menolak Perppu Ormas

Melalui akun teitter @FSPMI_KSPI, FSPMI-KSPI mengakan polling terkait dengan tanggapan masyarakat mengenai keberadaan Perppu Ormas. Polling ini diikuti 12.977 responden. Hasilnya, 92% pengguna twitter menolak Perppu Ormas, dan hanya 6% yang menerima, dan 2 persen menjawab tidak tahu.

Dalam komentarnya, mereka yang menolak rata-rata berpendapat bahwa Perppu Ormas berpotensi membahayakan demokrasi dan kebebasan berserikat.

Mengapa serikat buruh juga mengangkat Perppu Ormas? Apa relevansinya? Sebagaimana kita tahu, semua isu yang diperjuangkan serikat buruh adalah isu yang berkaitan langsung dengan kepentingan masyarakat umum. Seperti isu upah layak, akan terkait dengan daya beli masyarakat. Isu jaminan pensiun dan jaminan kesehatan, akan terkait perlindungan sosial untuk rakyat. Sedangkan isu oursourcing, terkait erat dengan masa depan orang muda di Indonesia dalam mendapatkan kepastian kerja.

Dengan demikian, perjuangan serikat buruh selalu akan beririsan dengan kebijakan pemerintah. Tidak menutup kemungkinan, pemerintah tidak suka dengan perjuangan serikat buruh akan menerbitkan Perppu Serikat Buruh. Pendek kata, kalau Ormas saja bisa, apalagi serikat pekerja?

Lepas dari itu, yang jelas, keberadaan Perppu Ormas mengancam demokrasi. Terutama mengancam kebebasan berserikat, serta menebarkan rasa takut bagi para aktivis yang sedang memperjuangkan kebijakan publik yang berpihak kepada rakyat kecil.

Apalagi, dalam Perppu tersebut dijelaskan bahwa selain pembubaran organisasi, para anggota dapat dikenakan sanksi pidana seumur hidup atau 5 — 20 tahun hanya karena pemerintah secara sepihak dan arogan menyatakan organisasi buruh membahayakan kepentingan pemerintah.

Pos terkait