Buruh Tolak RUU Kesehatan: Tidak Boleh Menteri Kelola Uang Rakyat

Jakarta,KPonline – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak RUU Kesehatan yang diusulkan oleh pemerintah. Presiden KSPI, Said Iqbal, menegaskan penolakan tersebut terkait dengan rencana pengelolaan dana BPJS yang diambil alih oleh Kementerian.
Dalam RUU Kesehatan, Pasal 7 ayat (2), menyatakan bahwa BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan.

“Tidak boleh Menteri mengelola uang rakyat (BPJS),” tegas dia dalam keterangannya, Kamis (11/5).

Menurutnya, dana BPJS bukan hanya berasal dari APBN, melainkan juga terdiri dari iuran pekerja dan pengusaha. Oleh karena itu, BPJS harus berada di bawah pengawasan Presiden agar dapat diakses dalam keadaan darurat dan dana BPJS berkurang.

Said mengklaim bahwa Menteri tidak dapat melakukan hal ini. Terlebih, RUU Kesehatan juga memberikan kekuasaan lebih besar pada Kementerian untuk mengendalikan BPJS.

“Dewan Pengawas (Dewas) BPJS dari sisi buruh juga dikurangi, padahal iuran terbesar itu dari PBI sekitar Rp 125 triliun. Dalam hal ini kami sangat menolak RUU Kesehatan di Undang-Undangkan,” tegas Said.

Sejalan dengan KSPI, Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI) juga mengajak seluruh elemen untuk mendukung dan berjuang bersama tenaga kesehatan di seluruh Indonesia untuk mengawal pembahasan RUU Kesehatan. Mendukung dan berjuang bersama pekerja Indonesia agar jaminan sosial tetap diatur sesuai UU SJSN dan UU BPJS.

Ketua Umum KRPI, Rieke Diah Pitaloka, menyatakan kekhawatiran adanya ancaman penyalahgunaan dana amanah di BPJS Kesehatan sebesar Rp 200 triliun dan BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp 645 triliun.

Rieke mengatakan bahwa RUU Kesehatan akan berpotensi memangkas wewenang Presiden karena BPJS sebelumnya bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden.

Namun, dalam RUU Kesehatan tanggung jawab tersebut diberikan kepada menteri terkait, yakni Menteri bidang Kesehatan (BPJS Kesehatan) dan Menteri bidang Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan).

“Berdasar Undang-Undang BPJS, BPJS Ketenagakerjaan sebagai pengelola iuran pekerja dan pemberi kerja harus berada di bawah Presiden. BPJS Kesehatan sebagai pengelola iuran pekerja, pemberi kerja dan Penerima Bantuan Iuran harus berada di bawah Presiden,” tandasnya.

Menurut Rieke, pemerintah dan DPR perlu berkomitmen untuk tidak mengutak-atik dana amanah di BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. RUU Kesehatan juga harus diatur sesuai dengan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang BPJS.

Dalam kaitannya dengan kepentingan publik, RUU Kesehatan perlu dibahas secara cermat dan hati-hati oleh pihak-pihak terkait sehingga jaminan sosial bagi masyarakat Indonesia tetap terjamin dengan baik. (cnn)