Buruh Tolak Rencana Penyatuan Daya Listrik. Ini Alasannya.

Sekretaris Jenderal DPP FSPMI, Riden Hatam Aziz.

Jakarta, KPonline – Serikat buruh mulai angkat bicara terkait rencana pemerintah yang akan melakukan penyederhanaan golongan pelanggan listrik rumah tangga.

Beberapa waktu lalu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama PT PLN (Persero) berencana menyederhanakan golongan pelanggan listrik rumah tangga non-subsidi golongan 900 VA tanpa subsidi, 1.300 VA, 2.200 VA, dan 3.300 VA. Adapun penyederhanaan yang awalnya direncanakan golongan terendah dinaikkan jadi 4.400 VA, berubah menjadi 5.500 VA.

Bacaan Lainnya

Diberitakan liputan6.com, pada Selasa (14/11/2017), Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Azis mengatakan, penyederhanaan dengan menaikkan kapasitas golongan tersebut menjadi 5.500 VA akan mendorong konsumsi listrik masyarakat menengah ke bawah. Akibatnya, biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar tagihan listrik juga semakin besar.

“Tentu kami dari buruh menolak, bagi buruh penyederhanaan golongan ini akan mencekik biaya hidup buruh. Ini volumenya kan dibesarkan, jadi tidak mungkin tarifnya disamakan dengan yang 1.300 VA,” kata Riden.

Dia menjelaskan, dengan pencabutan subsidi listrik bagi sebagian golongan 900 VA saja dinilai sudah memberatkan buruh. Sebab, dengan pencabutan ini, buruh‎ harus membayar tagihan listriknya dua kali lipat dari sebelumnya.

“Kita sedang memperjuangkan upah yang naik cuma 8,71 persen. Untuk menutup yang pencabutan subsidi golongan 900 VA saja sulit, itu kan kenaikan pengeluaran untuk listrik 100 persen-120 persen. Misalnya buruh rata-rata bayar listrik Rp 300 ribuan, sekarang sudah Rp 600 ribuan. Ini akan mencekik buruh,” jelas dia.

Oleh sebab itu, Riden meminta pemerintah tidak merealisasikan kebijakan penyederhanaan golongan pelanggan listrik ini. Menurut dia, pemerintah lebih baik kembali memberikan subsidi listrik bagi golongan 900 VA yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat bawah.

“Kami sangat tegas menolak itu. Ini akan mencekik buruh. Kemarin waktu aksi di 10 November saja kita minta kembalikan subsidi listrik, kita sudah menyatakan itu. Kita minta kembali harga listrik,” ujar dia

Senada dengan Riden, Direktur Eksekutif Energi Watch, Mamit Setiawan mengatakan kebijakan penyederhanaan golongan pelanggan listrik ini nantinya akan menimbulkan pemborosan. Hal ini bertentangan dengan ajakan penghematan energi listrik yang dikampanyekan oleh Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM).

“Konsekuensinya dengan semakin besarnya daya yang diberikan masyarakat akan semakin boros menggunakan listrik. Anggapannya, kalau saya punya 4.400 saya akan maksimalkan penggunaan ini. Walaupun tidak semua masyarakat menggunakan alat alat yang bisa memenuhi semuanya, tapi disisi lain masyarakat yang mewah pasti akan memaksimalkan itu,” tandas Mamit.

Sedangkan Pengamat Energi Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, berpendapat, apabila terjadi peningkatan konsumsi maka pemerintah harus menyediakan pasokan listrik yang lebih besar. Hal ini tentu mengharuskan PLN bekerja lebih keras memenuhi kebutuhan tersebut.

“Kalau konsumsi meningkat, yang perlu dikaji lagi adalah pemenuhan pasokan listrik di masa depan. Artinya, PLN harus bekerja lebih keras lagi nantinya,” jelas Fabby.

Untuk itu, dia meminta, pemerintah mengkaji terlebih dahulu penerapan rencana tersebut. Mengingat saat ini kondisi keuangan PLN belum memadai jika harus menggarap program di luar prioritas dan urgent.

Pos terkait