Buruh Berikan 3 Award Sekaligus Untuk Ahok

Jakarta, KPonline – Selasa (1/11), ribuan buruh kembali melakukan unjuk rasa di Balaikota DKI Jakarta (jam 10.00 – 11.30) dan Mahkamah Agung (jam 12.00 – 14.00). Masih seperti aksi-aksi sebelumnya, buruh menolak UMP DKI Jakarta tahun 2017 menjadi Rp 3,3 Juta sebagaimana yang ditanda tangani Gubernur Ahok di hari terakhir sebelum cuti, serta mendesak Mahkamah Agung untuk mengabulkan gugatan buruh dengan membatalkan PP 78/2015.

Terkait keputusan itu, Presiden KSPI Said Iqbal menilai, Ahok adalah pembohong. Karena sebelumnya mengatakan melalui media bahwa yang akan memutuskan UMP 2017 adalah Plt Gubernur, tetapi kemudian justru menandatanganinya sendiri. Iqbal berpandangan, ini adalah bukti bahwa Ahok lebih berpihak pada pemodal dan anti wong cilik. Sebagaimana yang tercermin dari sikap Ahok yang mendukung reklamasi dan penggusuran.

Bacaan Lainnya

Dengan UMP DKI Jakarta sebesar Rp 3,35 juta pada 2017, kehidupan buruh akan semakin terhimpit. Biaya sebulan untuk makan Rp 1,35 juta (makan sehari Rp 15 ribu x 3 x 30 hari), transportasi Rp 750 ribu, sewa rumah Rp 800 ribu jadi total Rp 2,9 juta/bulan, sehingga sisa gaji Rp 400 ribuan untuk biaya membeli baju, sepatu, pulsa, alat mandi, dsb.

“Apa cukup hidup di Jakarta? Belum lagi buat biaya makan istri dan anak serta biaya sekolah dan jajan anak?” Kata Iqbal.

Kemudian dia membandingkan dengan UMK Karawang sebesar Rp 3,3 juta dan Bekasi sebesar Rp 3,2 juta, itu pun di tahun 2016. Tetapi di tahun 2017 UMP DKI Jakarta sebagai ibukota dan barometer ekonomi RI hanya sebesar Rp 3,3 juta. Apalagi jika dibandingkan upah minimum tahun 2016 di Manila Rp 4,2 juta, Kualalumpur 3,7 juta, dan Bangkok Rp 3,9 juta, maka upah minimum di DKI Jakarta semakin jauh tertinggal.

Oleh karena itu, menurut Iqbal, buruh menyematkan tiga award untuk Ahok yaitu, “Bapak Upah Murah”; “Bapak Tukang Gusur Rakyat Kecil”; dan “Bapak Penista Agama.”

Said Iqbal menegaskan, KSPI bersama serikat buruh lainnya, organisasi mahasiswa serta gerakan sosial dan keagamaan yang anti Ahok akan mengorganisir aksi besar-besaran dan pemogokan nasional maupun mogok daerah baik secara bersama-sama dengan organisasi lain maupun KSPI sendiri untuk melawan upah murah dan PP No 78 Tahun 2015.

Terpisah, Presiden Asosiasi Pekerja (ASPEK) Indonesia Mirah Sumirat mengatakan, pemerin¬tahan Jokowi-JK telah menga¬jarkan kepada rakyat bagaimana caranya melakukan kesewenang-wenangan dalam berkuasa.

“Mengabaikan undang-undang yang masih berlaku, mengeluarkan PP 78/2015 yang nyata-nyata bertentangan den¬gan UU no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, ter¬masuk menggunakan kekua¬saan birokrasi di tingkat pusat untuk menekan seluruh gu¬bernur dan bupati/walikota se¬luruh Indonesia untuk bersa¬ma-sama mengabaikan UU Ketenagakerjaan jelas-jelas merupakan tindakan pemerin¬tah yang arogan,” tegasnya.

Dia menerangkan, berdasar¬kan UU Ketenagakerjaan, khususnya Pasal 88 ayat (4) me¬nyatakan bahwa ‘pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhati¬kan produktivitas dan pertumbu¬han ekonomi’.

“Kedudukan UU Ketenagakerjaan adalah lebih tinggi dan lebih kuat dibanding dengan PP 78/2015,” katanya.

Mirah juga menyebutkan, PP 78/2015 yang dikeluarkan oleh Pemerintahan Jokowi telah menghilangkan mekanisme penetapan UMP berdasarkan hasil survei KHL sebagaimana yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Jika pemerintah pusat dan daerah tetap memutuskan UMP 2017 berdasarkan PP 78/2015, maka sesungguhnya pemerintah se¬dang melakukan pembangkan¬gan konstitusional.

Oleh karena itu, menurut Mirah, Gerakan Buruh Jakarta tidak akan membahas Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) sebelum pemerintah merevisi UMP 3.3 juta menjadi 3.8 juta. (*)

Pos terkait